Senin, 24 November 2008

perawan smp

Kring.. Kring.. HP-ku berbunyi. Saat itu aku berada di kantorku sedang membaca surat-surat dan dokumen yang barusan dibawa Lia, sekretarisku, untuk aku setujui. Kulihat di layar tampak sebuah nomor telepon yang sudah kukenal.
“Hello.. Dita.. Apa kabar” sapaku.
“Hi.. Pak Robert.. Kok udah lama nih nggak kontak Dita”
“Iya habis sibuk sih” jawabku sambil terus menandatangani surat-surat di mejaku.
“Ini Pak Robert.. Ada barang bagus nih..” terdengar suara Dita di seberang sana.
Dita ini memang kadang-kadang aku hubungi untuk menyediakan wanita untuk aku suguhkan pada tamu atau klienku. Memang terkadang untuk menggolkan proposal, perlu adanya servis semacam itu. Terkadang lebih ampuh daripada memberikan uang di bawah meja.
“Bagusnya gimana Dit?” tanyaku penasaran.
“Masih anak-anak Pak.. Baru 15 tahun. Kelas 3 SMP. Masih perawan”
Mendengar hal itu langsung senjataku berontak di sarangnya. Memang sering aku kencan dengan wanita cantik, ABG atupun istri orang. Tetapi jarang-jarang aku mendapatkan yang masih perawan seperti ini.
“Cantik nggak?” tanyaku
“Cantik dong Pak.. Tampangnya innocent banget. Bapak pasti suka deh..” rayu Mami Dita ini.
Setelah itu aku tanya lebih lanjut latar belakang gadis itu. Namanya Tari, anak keluarga ekonomi lemah yang perlu biaya untuk melanjutkan sekolahnya. Orang tuanya tidak mampu menyekolahkannya lagi sehabis SMP nanti, sehingga setelah dibujuk Dita, dia mau melakukan hal ini.
“Minta berapa Dit? ” tanyaku
“Murah kok Pak.. cuma lima juta”
Wah.. Pikirku. Murah sekali.. Aku pernah dengar ada orang yang beli keperawanan sampai puluhan juta. Singkat kata, akupun setuju dengan tawaran Dita. Aku berjanji untuk menelponnya lagi setelah aku sampai di lokasi nanti.
“Lia.. Ke sini sebentar” kutelpon sekretarisku yang sexy itu. Tak lama Lia pun masuk ke ruanganku. Sambil tersenyum manis dia pun duduk di kursi di hadapanku.
“Ada apa Pak Robert?” tanyanya sambil menyilangkan kakinya memamerkan pahanya yang putih.
Belahan buah dadanya tampak ranum terlihat dari balik blousenya yang agak tipis. Ingin rasanya aku nikmati dia saat itu juga, tetapi aku lebih ingin menikmati perawan yang ditawarkan Dita. Toh masih ada hari esok untuk Lia, pikirku.
“Saya perlu uang lima juta untuk entertain klien. Tolong minta ke bagian keuangan ya” kataku.
“Baik Pak” jawabnya.
“Ada lagi yang bisa saya bantu Pak Robert..?” Lia berkata genit sambil menatapku menggoda.
“Nggak.. Mungkin lain kali Lia.. Saya sibuk banget nih” kataku pura-pura.
Aku tak ingin staminaku habis sebelum bertempur dengan Tari, anak SMP itu. Liapun beranjak pergi dengan raut muka kecewa, dan tak lama dia kembali membawa uang yang aku minta beserta slip tanda terima untuk aku tandatangani.
“Nanti kalau perlu lagi, panggil Lia ya Pak” katanya masih mengharap.
“Baik Lia.. Saya pergi dulu sekarang. Jangan telepon saya kecuali ada emergency ya” jawabku sambil mengemasi laptopku.
Tak lama akupun sudah meluncur dengan Mercy kesayanganku menuju hotel di kawasan Semanggi. Akupun cek in di hotel yang berdekatan dengan plaza yang baru dibangun di daerah itu. Setelah mendapatkan kunci akupun bergegas menuju kamar suite di hotel itu.
Setiba di kamar, kutelpon Dita untuk memberitahukan lokasiku. Dia berjanji untuk datang sekitar satu jam lagi. Sambil menunggu kunyalakan TV dan menonton siaran CNN di ruang tamu kamarku. Sedang asyik-asyiknya melihat berita perang di Irak tiba-tiba HP-ku berbunyi.
“Sialan Lia. Aku khan sudah bilang jangan telepon.” pikirku sambil mengangkat telepon tanpa melihat caller ID-nya.
“Halo. Pak Robert.. Ini Santi” kata suara di seberang sana. Santi ini adalah istri dari Pak Arief, manajer keuangan di kantorku.
“Oh Santi.. Aku pikir sekretarisku. Ada apa San?”
“Nggak Pak Robert.. Cuma kangen aja. Pengin ketemu lagi nih Pak.. Aku pengin ulangi kejadian yang di pesta dulu itu. Bisa ketemuan nggak Pak hari ini?”
“Wah.. Kalau hari ini nggak bisa San.. Aku sedang di tempat klien nih” jawabku mengelak.
“Khan minggu depan suamimu sudah pergi.. Jadi kita bisa puas deh nanti seharian” lanjutku.
“Habis Santi udah kangen banget Pak..” rengeknya.
“Sabar ya sayang.. Tinggal beberapa hari lagi kok” hiburku.
“OK deh.. Sorry kalau mengganggu ya Pak” katanya menyudahi pembicaraan.
Wah, ternyata dia sudah tak sabar kepengin aku kencani, pikirku. Mungkin baru pertama dia bertemu dengan laki-laki jantan sepertiku di pesta perkawinan dulu. Kemudian aku telepon Lia untuk menanyakan kepastian kepergian Pak Arief ke Singapore, yang dijawab bahwa semuanya sudah confirm dan Pak Arief akan berangkat tiga hari lagi.
Setelah satu jam setengah aku menunggu, terdengar bunyi bel kamarku. Kubuka pintu kamarku dan tampak Dita bersama seorang gadis belia, Tari.
“Maaf Pak Robert. Tadi Tari baru pulang dari latihan pramuka di sekolahnya” alasan Dita. Mungkin tampak di wajahku kalau aku kesal menunggu mereka.
“OK nggak apa.. Ayo masuk” kataku sambil memperhatikan Tari.
Hari itu dia mengenakan tanktop yang memperlihatkan bahunya yang putih mulus. Juga rok mini jeans yang dikenakan menambah cantik penampilannya. Tubuhnya termasuk bongsor untuk anak seusia dirinya. Dari balik tanktopnya tersembul buah dadanya yang baru tumbuh. Yang membuat aku kagum adalah wajahnya yang cantik dan terkesan innocent.
“Tari.. Ini Oom Robert” kata Dita memperkenalkanku padanya.
Kuulurkan tanganku dan disambutnya sambil berkata lirih, “Tari..”
Kemudian kami bertiga duduk di sofa, dengan Tari duduk disamping sedangkan Dita berhadapan denganku. Kurengkuh pundak Tari dengan tangan kiriku, sambil kuelus-elus sayang.
“Gimana Pak.. OK khan” Dita bertanya
“OK.. Kamu jemput lagi aja nanti” jawabku sambil mengelus dan meremas lengan Tari yang mulus itu gemas. Setelah itu Dita pamitan, tentu saja setelah menerima pembayarannya.
“Kamu lapar nggak Tari? Kita pesan makanan dulu yuk” saranku.
Dia hanya menganggukkan kepalanya. Sekarang memang sudah waktunya makan malam, dan aku tak mau staminaku tidak prima hanya karena perutku yang lapar. Apalagi ternyata gadis yang dibawa Dita ini cantik sekali.
“Pesan apa?” tanyaku sambil memberikan room service menu padanya.
“Nasi goreng aja Oom”
“Minumnya?”
“Minta susu boleh Oom?” jawabnya.
Langsung aja aku pesan beefsteak dan bir untukku, dan nasi goreng serta susu untuk Tari. Sambil menunggu pesanan datang, kamipun menonton TV.
“Channelnya Tari ganti ya Oom” katanya sambil mengambil remote.
“Oh ya.. Oom juga bosen lihat perang terus” jawabku sambil mengagumi keindahan Tari.
Setelah dia duduk, kuelus-elus rambutnya yang berpita dan panjangnya sebahu itu. Tari kemudian mengubah channel TV ke channel Disney. Rupanya dia suka menonton film kartun. Maklum masih anak-anak, pikirku.
“Kamu sudah punya pacar?” tanyaku setelah kami terdiam beberapa saat.
“Belum Oom..”
“Kenapa?” tanyaku lagi
“Tari khan masih kecil..” katanya sambil terus menatap adegan kartun di TV.
Aku pun makin bernafsu mendengar jawabannya. Yah.. Akulah nantinya yang akan menikmatimu untuk pertama kalinya he.. He.. Kuciumi pipinya sambil kuelus-elus pahanya. Tari nampak tak terbiasa dan bergerak agak menghindar. Pahanya yang putih mulus makin tersibak menampakkan pemandangan yang indah. Tanganku kemudian meraba dadanya yang baru tumbuh itu. Kemudian kupegang wajahnya dan kucium bibirnya. Tampak sekali bahwa dia belum berpengalaman dalam hal seperti ini. Tanganku sudah ingin melucuti tanktopnya ketika tiba-tiba bel kamarku berbunyi.
“Room Service” terdengar suara di depan kamarku.
Akupun berdiri meninggalkan Tari untuk membuka pintu. Tampak ada perasaan lega di raut wajah Tari ketika aku beranjak pergi.
“Ada pesanan lagi Pak?” tanya petugas room service setelah meletakkan makanan di meja.
“Nggak” jawabku
“Mungkin buat anaknya?” tanyanya lagi
“Mungkin nanti menyusul” kataku sambil menandatangani bill yang diserahkannya.
Aku geli juga mendengar si petugas menyangka Tari adalah anakku. Memang pantas sih dilihat dari perbedaan umur kami.
Kamipun lalu menyantap makanan kami. Tari menikmati nasi goreng dan segelas susunya sambil terus menonton kartun kesayangannya.
“Mau buah Tari?” kataku sambil mengambil buah-buahan dari minibar.
“Nggak Oom.. Udah kenyang. Dibungkus aja boleh ya Oom.. Untuk adik di rumah” katanya.
Hm.. Benar-benar manis ini anak, pikirku. Dalam hati aku kasihan juga pada dia, tapi aku tak dapat menahan nafsu birahiku untuk menikmati tubuhnya yang muda itu.
Aku makan satu buah apel dan kuberikan sisanya padanya. Diterimanya buah-buahan itu dan kemudian dimasukkan dalam tasnya. Akupun kembali duduk disampingnya dan kemudian kuambil remote dan kumatikan TVnya.
“Ayo sayang kita mulai ya..” kataku sambil menciumi pundaknya yang terbuka.
Aku kemudian beralih menciumi bibirnya sambil tanganku meremas-remas dadanya. Tak ada response darinya. Ketika tangannya yang mungil aku letakkan di atas kemaluanku, dia diam saja.
“Kok diam saja sih!!” Bentakku.
“Oom.. Tari nggak pernah Oom.. Belum ngerti” jawabnya lirih ketakutan.
“Ya sudah sini kamu..” kataku sambil beranjak ke meja dimana laptopku berada. Tari mengikutiku dari belakang. Langsung kusetel film BF yang aku simpan di dalam harddiskku.
“Ayo sini duduk Oom pangku” kataku.
Taripun duduk di atas pangkuanku sambil melihat adegan persetubuhan dimana seorang wanita bule cantik sedang dengan rakusnya mengulum kemaluan orang berkulit hitam.
Mata Tari tampak takjub melihat adegan yang pasti baru pertama kalinya dia lihat itu. Sementara aku menciumi dan menjilati pundak dan lehernya yang jenjang dari belakang. Tangankupun telah masuk ke dalam tanktopnya dan meremas-remas buah dadanya yang masih tertutup BH itu. Kutarik ke atas cup BHnya sehingga tangankupun leluasa menjelajahi dan meremas buah dadanya yang mulai tumbuh itu. Kupilin perlahan puting dadanya yang mulai mengeras.
“Oom.. Jangan Oom.. Tari malu” katanya sambil menatap adegan di laptopku dimana si wanita bule sedang mengerang-erang nikmat disetubuhi dari belakang.
“Nggak usah malu sayang” jawabku sambil agak memutar tubuhnya sehingga aku leluasa menikmati dadanya.
Kulumat buah dada yang baru tumbuh itu dan kujilat lalu kuisap putingnya yang kecil berwarna merah muda itu. Sementara tanganku yang satu telah merambah paha sampai mengenai celana dalamnya.
“Pelan-pelan Oom.. Sakit” desahnya ketika tanganku mengusap-usap kemaluannya setelah celana dalamnya aku sibak. Mulutku masih sibuk mencari kepuasan dari buah dada anak belia ini.
“Kamu cantik sekali Tari.. Ohh yeah..” kataku meracau sambil mengulum dan menjilati buah dadanya.
Tanganku mengelus-elus pundaknya yang jernih, sedangkan yang satunya sedang merambah kemaluan anak perawan ini. Kemaluanku tampak memberontak di dalam celanaku, bahkan sudah mengeluarkan cairannya karena sudah sangat terangsang.
Kuturunkan Tari dari pangkuanku, dan akupun berdiri didepannya. Kuciumi bibirnya dengan ganas sambil tanganku meremas-remas rambutnya.
“Emmhh.. Emmhh..” hanya itu yang terdengar dari mulut Tari.
Kumasukkan lidahku dan kujelajahi rongga mulutnya. Sementara kuraih tangan Tari dan kuletakkan ke kemaluanku yang sudah sangat membengkak. Tetapi lagi-lagi dia hanya diam saja. Memang dasar anak-anak, belum tahu cara memuaskan lelaki, pikirku. Dengan agak kesal kutekan pundaknya sehingga dia berlutut di depanku. Dia agak berontak akan bangun lagi.
“Ayo.. Berlutut!!” kataku sambil menarik rambutnya.
Tampak air mata Tari berlinang di sudut matanya. Dengan cepat aku lepas celana dan celana dalamku, sehingga kemaluanku berdiri dengan gagah di depannya.
“Ayo isap!!” perintahku pada Tari yang tampak ketakutan melihat kemaluanku yang sebesar lengannya itu. Kugenggamkan tangannya pada kemaluanku itu.
“Ampun oomm.. Jangan Oom.. Besar sekali.. Nggak muat Oom” katanya mengiba-iba. Terasa tangannya bergetar memegang kemaluanku.
“Ayo!!” bentakku sambil menarik rambutnya sehingga kemaluankupun menyentuh wajahnya yang imut dan innocent itu.
Tampak Tari sambil menahan tangisnya membuka mulutnya dan akupun sambil berkacak pinggang menyorongkan kemaluanku padanya.
“Aahh.. Yes.. Make Daddy happy..” desahku ketika kemaluanku mulai memasuki mulutnya yang mungil. Akupun mengelus-elus rambutnya yang berpita itu dengan penuh kasih sayang ketika Tari mulai menghisapi kemaluanku.
“Ayo jilati batangnya.. Sayang” kataku sambil mengeluarkan kemaluanku dari mulutnya. Taripun mulai menjilati batang kemaluanku dengan perlahan.
“Ayo isap lagi” instruksiku lagi sambil tanganku mengangkat dagunya dan menyorongkan kemaluanku padanya.
Taripun mulai lagi mengulum kemaluanku, walaupun hanya ujungnya saja yang masuk ke dalam mulutnya. Kutekan kemaluanku ke dalam mulutnya sehingga hampir separuhnya masuk kedalam mulutnya. Tampak dia tersedak ketika kemaluanku mengenai kerongkongannya. Dikeluarkannya kemaluanku untuk mengambil nafas, sementara aku tertawa geli melihatnya.
“Sudah. Oom.. Jangan lagi Oom” Tari memohon. Air matanya tampak menetes di pipinya
“Oom belum puas. Ayo lagi!!” bentakku sambil menjambak rambutnya, sehingga wajahnya terdongak ke atas menatapku.
Taripun terisak menangis, tetapi kemudian dia kembali menjilati dan mengulum kemaluanku. Pemandangan di kamar hotel itu sangatlah indah menurutku. Seorang laki-laki dewasa dengan tubuh tinggi besar sedang berkacak pinggang, sementara seorang anak di bawah umur dengan wajah tanpa dosa sedang mengulum kemaluannya.
Mungkin sekitar 15 sampai 20 menit aku ajari anak perawan itu cara untuk memberikan kepuasan oral pada lelaki. Setelah itu aku merasakan kemaluanku akan meledakkan cairan ejakulasinya.
“Buka mulutmu!!” perintahku pada Tari sambil mengeluarkan kemaluanku dari kulumannya.
Kemudian kukocok-kocok kemaluanku sebentar, dan kemudian muncratlah cairan spermaku ke dalam mulutnya dan sebagian mengenai wajahnya.
“Oh.. Yeahh.. Nikmat.. Kamu hebat Tari..” erangku saat orgasme.
“Ayo telan!!” perintahku lagi ketika melihat dia akan memuntahkan spermaku keluar.
Tampak dia berusaha menelan spermaku, walaupun karena jumlahnya yang banyak, sebagian meleleh keluar dari mulutnya. Diambilnya tisu dan dibersihkannya wajahnya sambil membetulkan pakaiannya sehingga rapi kembali. Dia pun kemudian mengambil dan meminum habis sisa susunya. Sementara aku pergi ke toilet untuk buang air kecil.
Sekembalinya aku dari toilet, tampak Tari sedang duduk gelisah di sofa. Pandangan matanya tampak kosong dan berubah menjadi takut ketika melihat aku menghampirinya. Aku tersenyum dan duduk disampingnya. Kembali kuelus-elus pundak dan tangannya.
“Omm.. Tari pengin pulang Oom.. Tari capek..” katanya.
“Yach kamu istirahat dulu aja sayang” jawabku sambil mencium pipinya.
Kamipun duduk terdiam. Kusetel kembali TV yang masih menayangkan acara kartun kesukaannya itu. Kuusap-usap tubuhnya yang duduk di sampingku sambil sesekali kuciumi. Aku menunggu hingga kejantananku bangkit kembali.
Aku beranjak ke meja dimana laptopku masih menayangkan adegan syur semenjak tadi. Di layar sekarang seorang pria bule sedang dihisap kemaluannya oleh dua wanita cantik. Yang satu bule juga, sedangkan yang lain wanita Asia, kalau tidak salah Asia Carrera namanya. Memang film produksi Vivid ini bagus sehingga aku menyimpannya di harddiskku. Melihat adegan demi adegan di layar, kejantananku pun perlahan bangkit kembali. Kudatangi sofa dimana Tari berada. Tari tampak gelisah ketika aku berlutut di depannya.
“Aku ingin menikmati memekmu sayang” kataku sambil menyibakkan rok mininya. Kuciumi pahanya dan kujilati sampai mengenai celana dalamnya. Kemudian kulepas celana dalamnya itu sehingga vaginanya yang bersih tak berbulu itu tampak mempesonaku.
“Jangan Oom.. Tolong Oom” kata Tari ketika tanganku mulai meraba kemaluannya. Karena gemas, langsung aku jilati dan isap vaginanya. Lidahku menari-nari dan kumasukkan ke dalam liangnya yang perawan itu.
“Uhh.. Ampun Oom..” erangnya ketika aku menemukan klitorisnya dan langsung kuhisap. Sementara tanganku naik ke atas meremas buah dadanya. Kupilin-pilin putingnya sehingga mulai mengeras. Sementara vaginanya pun sudah mengeluarkan lendir tanda dia telah siap untuk disetubuhi.
“Ayo kita lanjutkan di ranjang, manis..” kataku sambil merengkuh tubuhnya dan menggendongnya. Aku ciumi bibirnya sambil badannya tetap aku gendong menuju kamar tempat tidur.
Kurebahkan tubuhnya di ranjang, dan akupun mulai melucuti pakaianku. Tampak kemaluanku sudah kembali membengkak ingin diberi kenikmatan oleh anak kecil ini. Tari tampak memandangku dengan tatapan mengiba. Matanya menampakkan ketakutan melihat ukuran kemaluanku.
Langsung kuterkam tubuhnya di ranjang dan kuciumi wajahnya yang manis. Kubuka tanktopnya juga BHnya dan kulempar ke lantai. Langsung kusantap buah dadanya yang masih dalam masa pertumbuhan itu, dan kujilati dan kuisapi putingnya hingga mengeras.
Lalu kubuka rok mininya, sehingga Taripun sudah telanjang bulat pasrah di atas ranjang. Jariku kemudian menari merambah vaginanya dan mengusap-usap klitorisnya.
“Tolong jangan Oom.. Aduh.. Oom.. Jangan Oom.. Tari masih perawan Oom.” rengeknya. Aku menghentikan kegiatanku dan menatapnya
“Memangnya Bu Dita bilang apa?” tanyaku
“Katanya Tari nggak akan diperawani. Cuma dipegang dan diciumi aja” jawabnya terisak. Mendengar itu timbul perasaan iba karena ternyata dia telah dibohongi oleh Dita.
“Ya sudah..
“Kataku.
“Kamu hisap lagi aja kontol Oom seperti tadi” perintahku.
Akupun lalu tidur telentang dan Taripun kutarik hingga wajahnya berada di depan kemaluanku yang sudah berdiri tegak. Kutekan kepalanya perlahan, hingga Taripun kembali memberikan kenikmatan mulutnya pada kemaluanku. Tampak dari tatapanku, kepalanya naik turun menghisapi kemaluanku. Tangankupun mengelus-elus rambutnya penuh rasa sayang seperti rasa sayang bapak kepada anaknya.
“Ya terus.. Sayang” erangku menahan nikmat yang tiada tara.
Setelah beberapa menit, kutarik tubuhnya sehingga wajahnya tepat berada diatas wajahku. Kuciumi bibirnya sambil tanganku meremas-remas pantatnya. Kemudian kubalikkan badannya, sehingga badanku yang tinggi besar menindih tubuh belianya. Kusedot puting buah dadanya dan kugigit-gigit sehingga menimbulkan bekas memerah.
Lalu kurenggangkan pahanya, dan kuarahkan kemaluanku ke vaginanya.
“Jangan Oom.. Ampun Oom.. Jangan.. Ampun..” rengek Tari ketika kemaluanku mulai menyentuh bibir vaginanya.
Aku tambah bernafsu saja mendengar rengekannya, dan kutekan kemaluanku sehingga mulai menerobos liang vagina perawannya. Terasa sesuatu menghalangi kemaluanku, yang pasti adalah selaput daranya
“Ahh.. Sakiitt..” jeritnya menahan tangis ketika kutekan kemaluanku merobek selaput daranya.
Kutahan sebentar menikmati saat aku mengambil keperawanan anak ini, kemudian kugerakkan pantatku maju mundur menyetubuhinya.
“Ah.. Nikmat.. Ahh.. God.. Memekmu enak Tari.” racauku
“Oh.. Ampun.. Sakit.. Udah Oom.. Ampun..” Tari merintih kesakitan sambil menangis.
“Yes.. You naughty girl.. Daddy must punish you.. Yeah..” aku kembali meracau kenikmatan.
Kugenjot terus kemaluanku, dan aku merasakan nikmatnya jepitan vagina Tari yang sangat sempit itu. Tampak air mata Tari meleleh membasahi pipinya, dan ketika kugenjot kemaluanku tampak wajahnya menyeringai menahan sakit.
Kemudian kutarik pahanya sehingga melingkari pinggangku, dan sambil duduk di ranjang kugenjot lagi vaginanya. Tanganku sibuk menjelajahi buah dadanya.
Bosan dengan posisi itu, kubalikkan badannya dan kusetubuhi dia dengan gaya “doggy style”. Sudah tak terdengar lagi rengekan Tari, hanya suara erangannya dan isak tangisnya yang memenuhi ruangan itu.
“Ahh.. Sakit Oom ampun..” rengeknya kembali ketika rambutnya kutarik sehingga wajahnya terdongak ke atas.
Sambil kusetubuhi tubuhnya, kadang kuciumi dan kugigiti pundak dan lehernya dari belakang, sambil tanganku memerah buah dadanya.
Setelah kurang lebih satu jam aku setubuhi dia dengan berbagai macam posisi, akupun tak tahan untuk mengeluarkan cairan ejakulasiku. Kubalikkan badannya dan kugesek-gesekkan kemaluanku di dadanya. Kadang kugesek-gesekkan juga ke seluruh wajahnya.
“Ahh.. Memang enak perawan kamu Tari..” erangku sambil menumpahkan spermaku di dadanya.
Akupun kemudian bergegas menuju toilet untuk membersihkan diri. Kemaluanku pun kubersihkan dari sisa sperma bercampur darah perawan Tari. Sekembalinya aku dari toilet, kulihat Tari masih terbaring di ranjang sambil menangis terisak-isak. Kubiarkan saja dia di sana, karena aku sudah merasa puas dan merasa menjadi lebih muda setelah mereguk kenikmatan dari anak itu.
Kuminum sisa birku, dan kutelepon Dita untuk menjemput Tari. Tak lama, Dita pun datang.
“Gimana Pak Robert?” tanyanya tersenyum.
“Wah.. Puas.. Tuh anak enak banget” kataku tertawa kecil.
“Syukurlah Pak Robert puas. Sengaja saya pilihin yang bagus kok Pak” katanya lagi.
“Percaya deh sama Dita. Tuh anaknya masih di kamar”
Dita pun masuk ke kamar tidur sedangkan aku nonton TV di sofa. Lagi-lagi masih berita perang di CNN. Sementara itu, terdengar Tari menangis di kamar sedangkan Dita berusaha menghiburnya. Setelah kurang lebih setengah jam, merekapun muncul dari dalam kamar tidur.
“Saya permisi dulu Pak Robert” pamit Dita.
“Oh ya Dit.., kalau ada yang bagus lagi telepon ya. Untuk obat awet muda.” jawabku sambil mengedipkan mataku.
“Beres Pak” jawabnya sambil menggandeng Tari keluar.
“Ini tasnya ketinggalan” kataku sambil menyerahkan tas Tari yang berisi buah-buahan untuk adiknya itu. Kuperhatikan mata Tari masih sembab, dan jalannya pun agak pincang ketika meninggalkan kamar hotelku.
Tak lama akupun cek out dari hotel. Dalam perjalanan pulang ke apartemenku, aku mampir di panti pijat langgananku. Tubuhku agak pegal sehabis menyetubuhi Tari tadi. Setelah dipijat, dan mandi air hangat, tubuhku terasa sangat segar. Akupun bergegas pulang dengan mengendarai Mercy silver metalik kesayanganku. Tak lupa kusetel lagu Al Jarreau kesayanganku.

Ditiduri temen papaku

Ini adalah pengalamanku waktu aku masih duduk di bangku SMU. Aku termasuk salah satu bunga sekolah di sekolahku n berprestasi di bidang seni. Rumahku sering didatangin tamu-tamu papaku, baik partner bisnis, karyawan atau temen.

Temen papa yg bernama Om Wawan sering datang ke rumah aku di sore hari, hanya sekedar ngobrol dan minum teh ama papa di kebun belakang rumahku. Konon, Om Wawan mempunyai sixth sense, bisa melihat dan melamar nasib, dan bisa melihat dan berkomunikasi dengan makhluk2 halus. Kadang-kadang dia bawa anaknya atau istrinya juga, dan aku suka ikut nimbrung dgn mereka, topik apa aja mereka juga bahas. Om Wawan yg berkacamata tebal sudah lumayan tua, sekitar umur 65 thn, dan badannya agak gemuk dgn perut yg buncit dan napas yg bau. Tipe-tipe badan orang tua yang tidak fit lagi. Keriput di muka dan tangannya sudah terlihat jelas.

Om Wawan suka ngelirik aku, curi-curi pandang mukaku lalu badanku. Aku risih sekali apalagi yg ngelirik adalah temen papaku sendiri yg sudah tua. Aku hanya suka membalas Om Wawan dgn senyuman, dan berkata ,"Om, jgn lihatin Nini sampe gt dong, kan malu." Om Wawan suka tersenyum mesum, "Habis Nini manis dan cakep sih, cowok yg mana gak suka liatin Nini." Dan aku jadi tersipu malu.

Suatu Sabtu sore hari, seperti biasanya, Om Wawan datang ke rumah aku utk ngobrol ama papa, tp wkt itu papa dan mama sedang keluar, jadi aku yg ngobrol ama Om Wawan. Tiba-tiba Om Wawan tanya aku, "Nini gak perawan lagi ya?" Trus aku kaget dan diam aja, lalu Om Wawan bilang ,"Gak apa apa kok, jujur aja, Om janji gak kasih tau papa mama deh." Aku diem aja dan merasa takut kalau Om Wawan bisa membaca pikiran aku. "Om sudah tau kok dari dulu, makhluk halus yg Om pelihara kasih tau ke Om, katanya kamu sudah gak perawan. Sudah banyak yg tidurin kamu. Dan ada penyakit di badan kamu."

Aku jadi kaget ketakutan krn dikasih tau ada penyakit di dlm badanku, "Penyakit apa Om? Parah gak? Bisa disembuhin gak?", tanyaku bertubi-tubi. "Yah, mayan parah lah" Aku hanya diem membisu karena sudah ketakutan. "Tp Nini gak usah takut, Om bisa sembuhin kok." Aku agak lega ,"Oh ya? Gimana?" "Nini harus ikut instruksi Om tanpa bantah, bisa gak?" "Ok, Nini akan ikut semua instruksi dari Om." "Nah, sekarang ambil segelas air putih buat Om." Perasaanku bercampur antara takut dan nervous, pergi ke dapur utk ambil segelas air.

"Nih airnya Om" "Ok, Nini minum airnya dikit." Aku merasa aneh tapi hanya turut aja disuruh minum lalu Om Wawan minum air yg baru aku minum. "Ini Om lagi mencoba membersihkan penyakit di dalam tubuh kamu. Sekarang julurkan lidah kamu. Om mau liat." Aku menjulurkan lidahku, lalu Om Wawan menyedot dgn kuat lidahku. Ada sensasi aneh di dlm tubuhku. Lalu Om Wawan memasukkan tangannya di dlm celana dalamku, aku kaget! "Jangan takut, Nini. Om mau tau separah apa penyakit yg dijangkitin Nini. Ada makhluk halus di dalam tubuh Nini yg suka mengganggu kesehatan Nini." Aku ketakutan dikasih tau ada makhluk halus di dalam tubuhku, jadi aku diem saja Om Wawan menyentuh vaginaku. Aku merasa enak Om Wawan menyentuh vaginaku, dan aku merasa vaginaku dah basah, Om Wawan mengeluarin tangannya dan menjilat jarinya yg basah, "Nini dah basah ya?" Trus aku diem saja, lalu Om Wawan menaikin kausku, dan mengeluarkan pentilku dari BH, lalu dia mengemut pentilku dgn kuat, aku merasa enak dan tanpa sadar aku sudah mendesah keenakan. "Ke kamar Nini yuk, biar Om lebih leluasa mengobati Nini." Aku nurut saja ama kata2 Om Wawan.

Begitu di kamarku, Om Wawan melepaskan celananya ,"Nini, kulumin kontol Om!" Aku enggan mengulumin kontolnya karena keliatan bau n kotor kontolnya. "Katanya mau diobatin penyakitnya? Kulum kontol Om buat ngusir makhluk halus di dlm tubuh Nini." Aku jadi nurut karena aku mau diobatin. Aku mengulum kontol Om yg lagi lemas ketiduran, aku mengemut kontol Om sampe mengeras dan Om Wawan mendesah keenakan ,"lbh cepat kulumnya... ashh ahhh... ngemut2 kontol Om lbh keras dan lebih cepat." Aku ikut instruksinya dan menahan napas dr bau kontol Om. Om mendesah keenakan terus, lalu Om Wawan menyuruh aku telanjang, karena ini adalah upacara utk mengusir makhluk halus. Om merebahkan aku di atas ranjang lalu dia menciumin aku, dia melumat bibirku dengan ganas, menciumin seluruh mukaku, melumat pentil aku kuat lalu menjilati vaginaku ,"aashhhh... enak Om.... ah ahh ashh hmm... Om, aku ga tahan lagi Om, ahhhh ashhhhhhhhhh.... masukin kontol Om dong...." Tapi Om Wawan sengaja ga mo masukin kontolnya, dia masih bermain2 dgn vaginaku dgn lidah dan jarinya... sampe aku memohon mohon, "Om, cepet dong... masukin kontol Om ke dalam memekku, aku dah ga tahan lagi... ahh ahhhh... tolong Om... cepet masukin"

Lalu Om Wawan memasukin kontolnya di dalam vaginaku, "Oh... asiknya Om... ah ahahhh ashhhh" Om Wawan mengenjot pelan pelan, "Om, ahh ahh.... cepet dong ngenjotnya... ahhh ashhh ahhhhahhhh... lbh kuat dong..." "Wah, Nini binal sekali... Om baru tau..." Lalu dia mengenjot lbh cepat n kuat sambil melumat bibirku dan memeras tetekku kuat kuat. "Om lbh kuat meremas tetekku ahhhh ahhh"

Kita ganti posisi ke doggy style dan aku on top.... Om Wawan sangat lihai dlm permainan ini... dia membuat aku lupa diri dan merasa high sekali... kita berdua meraung raung keenakan di dlm kamar... ahhh aaaaaaaaaahhhhhsssssahhhhhhhhh ihhhhhhh assshhhhh uhhhhhhhhahhhhha.....

"Nini, Om sudah mau keluar.... Om crut di dlm memek Nini yah" "Iya, Om... boleh ahh ahhhh cepet, ahhh Nini juga udah mau keluar ahh ahhhh" Om Wawan mengenjot lebih cepet dan kuat, ahhh ahhhh tiba2 tubuhnya megenjang, tandanya dia sudah keluarin spermanya di dalam vaginaku... lalu Om Wawan mengeluarin kontolnya dan meletakan di dalam mulutku, aku mengulum kontolnya dgn asik dan Om Wawan mengerang dgn asik dan bergetar-getar keenakan. Lalu kita berbaring sejenak sambil berciuman.

"Besok-besok Om mau ngentotin Nini lagi utk bersihin tubuh Nini dari makhluk halus."

Jumat, 21 November 2008

cinta pertama

Cinta pertama tak pernah mati, apalagi bila cinta itu tumbuh saat masa kanak-kanak atau remaja. Kesederhanaan kala itu justru menjadikan pengalaman masa lalu terpatri erat di dalam sanubari sebagai kenangan indah yang tak terlupakan. Kisah nyata ini kualami dengan seorang gadis yang kukenal dan teman bermain sejak kecil, kisah pacaranku dengan Ayu, seorang gadis yang sangat istimewa bagiku.
Kisah ini terjadi di awal tahun sembilan puluhan. Saat masih kanak-kanak, kami bermain seperti halnya anak-anak pada umumnya.
“Hoom-pim-pah ..”
“Agus jaga..”. Ia menutup mata di bawah pohon kersen. Kami, anak-anak yang lain, lari mencari tempat persembunyian. Aku lari ke warung Ma’ Ati yang sudah tutup. Ayu lari mengikutiku. .Aku merangkak masuk di bawah meja warung itu, Ayu mengikutiku dari belakang dan jongkok di sebelahku. Ayu dan aku mengintip lewat celah kecil di gedek di bawah meja yang sempit itu mencari kesempatan untuk lari keluar. Entah mengapa, aku selalu merasa senang kalau berada dekatnya. Waktu itu rasanya tidak ingin aku keluar dari tempat persembunyianku. Apakah ini yang namanya “cinta anak-anak”? Aku tak tahu. Yang aku tahu Ayu memang cantik. Aku juga sadar kalau aku juga ganteng (teman-temanku bilang begitu). Hingga kalau kami main pangeran-pangeranan, rasanya cocok kalau aku jadi pangeran, Ayu jadi puteri. Juga dalam permainan lain Ayu cuma mau ikut dalam kelompokku. Teman-temanku sering memasang-masangkan aku dengan dia.
Masa kecil kami memang menyenangkan. Sampai tiba saatnya aku harus berpisah dengan teman-temanku karena harus mengikuti ayahku yang ditugaskan di kota lain. Waktu itu aku masih duduk di kelas empat SD. Sejak itu aku tak pernah dengar kabar apa-apa dari teman-temanku itu, termasuk Ayu.
Dua belas tahun kemudian.
Aku menghadiri sebuah pesta pengantin. Lagu The Wedding mengalun mengiringi para tamu yang asyik menikmati hidangan prasmanan. Gadis-gadis tampak cantik dengan dandanan dan gaun pesta mereka. Sampai Oom Andi, salah seorang pamanku menepuk pundakku.
“Eh Rik, apa kabar?”
“Oh, baik saja oom.”
“Akan kupertemukan kau dengan seseorang, ayo ikut aku.”
Aku mengikuti oom-ku itu menuju ke seorang gadis yang sedang asyik menikmati ice creamnya. Gadis itu mengenakan gaun pesta berwarna kuning dengan bahu terbuka, cantik sekali dia. Begitu aku melihat dia, aku segera teringat pada seseorang.
“Apakah, apakah dia ..?”
“Benar Rik, dia Ayu.”
“Ayu, ini kuperkenalkan pada temanmu.”
Gadis itu tampak agak terperanjat, tetapi sekalipun terlihat ragu-ragu, tampaknya ia pun mengenaliku.
“Ini Riki, tentu kamu kenal dia,” kata oomku.
Kami bersalaman.
“Wah, sudah gede sekali kamu Ayu.”
“Memangnya suruh kecil terus, memangnya kamu sendiri bagaimana?” katanya sambil tertawa.
Tertawanya dan lesung pipinya itu langsung mengingatkanku pada tertawanya ketika ia kecil. Aku benar-benar terpesona melihat Ayu, aku ingat Ayu kecil memang cantik, tetapi yang ini memang luar biasa. Apakah karena dandanannya? Ah, tidak, sekalipun tidak berdandan aku pasti juga terpesona. Gaun pestanya yang kuning itu memang tidak mewah, tetapi serasi sekali dengan tubuhnya yang semampai. Bahunya terbuka, buah dadanya yang putih menyembul sedikit di atas gaunnya itu membedakannya dengan Ayu kecil yang pernah kukenal.
“Sudah sana ngobrol-ngobrol tentu banyak yang diceritain,” kata oomku seraya meninggalkan kami.
“Tuh ada kursi kosong di situ, yuk duduk di situ,” kataku.
Kamipun berjalan menuju ke kursi itu.
“Bagaimana Ayu, kamu sekarang di mana?”
“Aku sekarang tinggal di Semarang, kamu sendiri di mana?”
“Aku kuliah di Bandung, kamu bagaimana?”
Ia terdiam, menyendok ice creamnya lalu melumat dan menelannya, perlahan ia berkata, “Aku tidak seberuntung kamu Rik, aku sudah bekerja. Aku hanya sampai SMA. Yah keadaan memang mengharuskan aku begitu.”
“Bekerja juga baik Ayu, tiap orang kan punya jalan hidup sendiri-sendiri. Justru perjuangan hidup membuat orang lebih dewasa.”
Kira-kira satu jam kami saling menceritakan pengalaman kami. Waktu itu umurku 22, dia juga (sejak kecil aku sudah tahu umurnya sama dengan umurku). Perasaan yang pernah tumbuh di sanubariku semasa kecil tampaknya mulai bersemi kembali. Rasanya tak bosan-bosan aku memandang wajahnya yang ayu itu. Apakah cinta anak-anak itu mulai digantikan dengan cinta dewasa? Aku tidak tahu. Aku juga tidak tahu apakah ia merasakan hal yang sama. Yang pasti aku merasa simpati padanya. Malam itu sebelum berpisah aku minta alamatnya dan kuberikan alamatku.
Sekembali ke Bandung kusurati dia, dan dia membalasnya. Tak pernah terlambat dia membalas suratku. Hubungan kami makin akrab. Suatu ketika ia menyuratiku akan berkunjung ke Bandung mengantar ibunya untuk suatu urusan dagang. Memang setelah ayahnya pensiun, ibunya melakukan dagang kecil-kecilan. Aku senang sekali atas kedatangan mereka. Kucarikan sebuah hotel yang tak jauh dari rumah indekosku. Hotel itu sederhana tetapi cukup bersih.
Pagi hari aku menjemput mereka di stasiun kereta api dan mengantarnya ke hotel mereka. Sore hari, selesai kuliah, aku ke hotelnya. Kami makan malam menikmati sate yang dijual di pekarangan hotel. Pada malam hari kuajak Ayu berjalan-jalan menikmati udara dingin kotaku. Entah bagaimana mulainya, tahu-tahu kami mulai bergandengan tangan, bahkan kadang-kadang kulingkarkan tanganku di bahunya yang tertutup oleh jaket. Kami berjalan menempuh jarak beberapa kilometer, jarak yang dengan Vespaku saja tidak terbilang dekat. Tetapi anehnya kami merasakan jarak itu dekat sekali. Sekembali di hotel kami masih melanjutkan pecakapan di serambi hotel sampai lewat tengah malam, sementara ibu Ayu sudah mengarungi alam mimpi. Besok sorenya aku ke hotel untuk mengantarkan mereka ke stasiun untuk kembali ke kota mereka. Ketika aku tiba di hotel, ibu Ayu sedang mandi, Ayu sedang mengemasi barang-barang bawaannya. Aku duduk di kursi di kamar itu. Tiba-tiba terbersit di pikiranku untuk memberikan selamat jalan yang sangat pribadi bagi dia. Dengan berdebar aku bangkit dari tempat dudukku berjalan dan berdiri di belakangnya, perlahan kupegang kedua bahunya dari belakang, kubalikkan tubuhnya hingga menghadapku.
“Ayu, bolehkah ..?”
Ia tampak gugup, ia menghindar ketika wajahku mendekati wajahnya. Ia kembali membelakangiku.
“Sorry Ayu, bukan maksudku ..”
Ia diam saja, masih tampak kegugupannya, ia melanjutkan mengemasi barang-barangnya. Terdengar bunyi pintu kamar mandi terbuka, ibu Ayu keluar.
Di stasiun, sebelum masuk ke kereta kusalami ibunya. Ketika aku menyalami Ayu aku berbisik, “Ayu, sorry ya dengan yang tadi.”
Dia hanya tersenyum. Manis sekali senyumnya itu.
“Terimakasih Rik atas waktumu menemani kami.”
Hubungan surat-menyurat kami menjadi makin akrab hingga mencapai tahap serius. Aku sering membuka suratku dengan “Ayuku tersayang”. Kadang-kadang kukirimi dia humor atau kata-kata yang nakal. Dia juga berani membalasnya dengan nakal. Pernah dia menulis begini, “Sekarang di sini udaranya sangat panas Rik, sampai kalau tidur aku cuma pakai celana saja. Tanaman-tanaman perlu disirami (aku juga).”
Membaca surat itu aku tergetar. Kubayangkan ia dalam keadaan seperti yang diceritakannya itu. Kukhayalkan aku berada di dekatnya dan melakukan adegan-adegan romantis dengannya. Aku merasakan ada tetesan keluar dari diriku akibat khayalan itu. Kuoleskan tetesan itu di kertas surat yang kugunakan untuk membalas suratnya. (Barangkali ada aroma, atau entah apa saja, yang membuat ia merasakan apa yang kurasakan waktu itu. Tetapi aku tak pernah cerita pada dia tentang ini.)
Sampai tiba liburan semester, aku mengunjungi dia. Aku tinggal di rumahnya selama empat malam. Inilah pengalamanku selama empat malam itu.
Aku tiba pagi hari. Setelah makan pagi, aku dan dia duduk-duduk di kamar makan. Aku melihat Ayu mengenakan cincin imitasi dengan batu berwarna merah muda di jari manisnya.
“Bagus cincinmu itu. Boleh kulihat?”
Kutarik tangannya mendekat, tetapi aku segera lupa akan cincin itu. Ketika lengannya kugenggam, serasa ada yang mengalir dari tangannya ke tanganku. Jantungku berdebar. Tak kulepas genggamanku, kubawa telapak tanganku ke telapak tangannya. Kumasukkan jari-jariku di sela jari-jarinya. Jari-jarinya yang halus, putih dan lentik berada di antara jari-jariku yang lebih besar dan gelap. Kugenggam dia, dia juga menggenggam. Kuremas-remas jari-jari itu. Dia membiarkannya. Kami berpandangan dengan penuh arti sebelum ia bangkit dengan tersipu-sipu,
“Aku bereskan meja dulu.”
Ia pun membereskan meja makan dan mencuci piring. Setelah itu ia berkemas-kemas untuk pergi bekerja. Siang itu aku tidak kemana-nama, aku beristirahat sambil membaca buku-buku novel yang kubawa.
Sore harinya aku, Ayu dan adiknya menonton film di bioskop. Aku ingat ketika nonton itu aku sempat remas-remasan tangan dengan dia. Setelah pulang nonton kami duduk-duduk di ruang tamu. Saat itu sekitar pukul sembilan. Kami hanya ngobrol-ngobrol biasa karena orang-orang di rumah itu masih belum tidur. Ayu membuat secangkir kopi untukku. Sekitar pukul sepuluh rumah mulai sepi, orang tua dan adik Ayu sudah masuk ke kamar tidur masing-masing. Hanya tinggal aku dan Ayu di ruang tamu. Ia duduk di sofa di sebelah kananku.
Dari obrolan biasa aku mulai berani. Kulingkarkan tanganku dibahunya. Ayu diam saja dan menunduk. Dengan tangan kiriku kutengadahkan wajahnya, kudekatkan kepalaku ke wajahnya, kutarik dia. Berbeda dengan di hotel waktu itu, ia memejamkan matanya membiarkan bibirku menyentuh bibirnya. Kukecup bibirnya. Cuma sebentar. Hening, segala macam pikiran berkecamuk di kepalaku (kukira juga di kepalanya). Aku merasa jantungku berdegup.
Pelan-pelan tangan kananku kulepas dari bahunya, menyusup di antara lengan dan tubuhnya, dan kutaruh jari-jariku di dadanya. Ia membiarkan dadanya kusentuh. Aku melangkah lagi, jari-jariku kuusap-usapkan di situ. Ia membolehkan bahkan menyandarkan badannya di dadaku. Aku mencium semerbak bau rambutnya. Aku pun tidak ragu lagi, kuremas-remas payudaranya. Ia tetap diam dan tampaknya ia menikmatinya.
Setelah beberapa saat ia menggeser badannya sedikit lalu, seolah tak sengaja, ia menaruh tangannya di pangkuanku, tepat di atas kancing celanaku. Aku tanggap isyarat ini. Kubuka ruitsluiting celanaku, kutarik tangannya masuk ke sela yang sudah terbuka itu. Ia menurut dan ia menyentuh penisku, jari-jarinya yang tadi pasif sekarang mulai aktif. Walaupun masih terhalang oleh celana dalam, ia mengusap-usap di situ. Aku melangkah lebih jauh lagi, tanganku yang berada di dadanya sekarang memasuki dasternya, menyusup di sela-sela BH-nya dan kuremas-remas payudaranya langsung. Payudaranya memang tidak terlalu besar tetapi cukup kenyal dalam remasanku. Dia tak mau kalah, tangannya menyusup masuk ke celana dalamku dan langsung menyentuh penisku lalu mengenggamnya. Bergetar hatiku, baru kali itu penisku disentuh seorang gadis, gairahku melonjak. Dua kali ia menggerakkan genggamannya ke atas ke bawah dan aku tak tahan .. menyemburlah cairanku membasahi jari-jarinya dan celana dalamku. Aku mengeluh dan menyandarkan diriku ke sofa. Ia melepaskan tangannya dari celanaku dan melihat tangannya yang basah.
“Kental ya Rik,” bisiknya.
“Ayu, terlalu cepat ya, ini pengalamanku pertama,” kataku kecewa.
“Aku tahu Rik,” ia memahami.
“Kamu ganti dulu, besok aku cuci yang itu,” lanjutnya.
Ia bangkit ke kamar mandi untuk mencuci tangannya. Aku masuk ke kamar mengganti celana dalamku. Ketika keluar Ayu sudah berada kembali di situ. Kami ngobrol-ngobrol sebentar lalu kami pergi tidur. Aku masuk ke kamarku dan Ayu masuk ke dalam, ke kamarnya.
Malam kedua. Seperti halnya malam pertama, setelah suasana sepi kami memulai dengan berciuman. Kalau kemarin hanya kecup bibir sebentar, kali ini aku mencoba lebih. Mula-mula kukecup bibir bawahnya, lalu bibir atasnya, lalu lidahku masuk. Lidahku dan lidahnya bercanda. Aku mengecap rasa manis dan segar di mulutnya, kurasa ia makan pastiles atau permen pedas sebelumnya. Lalu kami main remas-remasan lagi. Kali itu dia tidak memakai BH hingga lebih mudah bagiku meremas-remas payudaranya. Seperti kemarin tangannya pun meraba-raba penisku. Aku sudah khawatir kalau aku akan cepat keluar seperti kemarin, tetapi rupanya tidak. Aku juga ingin melakukan seperti yang dia lakukan. Tanganku menuju ke bawah, kusingkapkan dasternya, tetapi ketika tanganku menuju ke celananya ia menepisnya. Rupanya ia belum mau sejauh itu. Malam itu kami cuma main remas-remasan saja. Kuremas-remas payudaranya, dan dia membelai-belai penisku sementara bibir kami berkecupan. Akhirnya aku tak tahan juga hingga cairanku menyemprot keluar membasahi tangannya, sama seperti kemarin. Tetapi aku lebih senang karena kami bisa bermain-main lebih lama. Aku merasa ada kemajuan, aku lebih percaya diri.
Malam ketiga. Seperti malam-malam sebelumnya, kami mulai dengan saling berciuman di sofa. Ketika baru mulai babak remas-remasan aku ingat bahwa aku membawa sebuah buku seksologi. Kuambil buku itu dan kutunjukkan pada Ayu. Kubuka pada halaman yang ada gambar alat genital pria. Kujelaskan padanya cara bekerjanya alat itu. Dia mendengarkannya dengan perhatian. Seolah guru biologi aku menunjukkan contohnya, kubuka ruitsluiting celanaku. Kuturunkan celana dalamku hingga penisku menyembul keluar dan kupertontonkan pada Ayu. penisku memang beda dengan yang di gambar, kalau yang di gambar itu lunglai, penisku berdiri tegak. Ayu memperhatikan penisku itu.
“Itu lubangnya ada dua ya?” tanyanya, “Satu untuk kencing, satu lagi untuk ngeluarin?”
“Ah, engga. Cuma ada satu,” kataku sambil tertawa.
Kubuka lubang kecil itu agak lebar untuk menunjukkan bahwa lubangnya memang cuma satu. Ujung itu merah mengkilat basah oleh cairan bening. Kubawa telunjuknya mengusapnya dan ia membiarkan jarinya basah. Kemudian jari-jari lentik itu menyusuri urat-urat di situ dari atas ke bawah.
“Rupanya jelek, tapi kok bisa bikin enak ya,” katanya sambil tertawa.
“Eh, tahunya kalau enak. Memang sudah pernah mencoba?” sahutku.
“Katanya sih,” sahutnya sambil tertawa.
Jemarinya pun memain-mainkan penisku.
“Kalau ini isinya apa?” Candanya sambil memain-mainkan kantung bolaku.
“Biji salak kali,” jawabku sambil tertawa. Ia juga tertawa.
Lalu tangannya menggenggam penisku dan menggosok-gosoknya.
“Jangan keras-keras Ayu. Nanti keluar,” bisikku. Diapun menurut, dia masih menggenggam tetapi tidak menggosok hanya mengusap-usap perlahan.
“Boleh aku lihat punyamu?” tanyaku.
“Jangan ah,” jawabnya.
“Sebentar saja,” kataku.
Ia pun menurut. Ia membiarkan tanganku menyingkap dasternya dan menurunkan celana dalamnya hingga ke lutut. Aku menelan ludah, baru kali itu aku melihat alat kelamin wanita, sebelumnya aku melihatnya cuma di gambar-gambar. Tanganku pun menuju ke situ. Kuusap-usap rambutnya lalu jariku membuka celah di situ dan kulihat basah di dalamnya.
“Kok basah kuyup begini.”
“Tadi kamu juga.”
Kutengok penisku, sudah kering memang, karena diusap oleh Ayu, tetapi aku melihat di ujungnya mulai membasah lagi. Aku ingat ketika membaca buku seksologiku ada bagian yang namanya “labia majora”, ada “labia minora”, ada “clitoris.” Aku mencoba mencari tahu yang mana itu. Aku mencoba membuka celahnya lebih lebar tetapi ia menepis tanganku.
“Sudah ah, malu,” katanya.
Ia kembali menaikkan celana dalamnya.
“Kamu curang Ayu. penisku sudah kamu lihat dari tadi,” kataku bercanda.
“Kan katamu cuma lihat sebentar.”
Susasana hening. Kupeluk dia. Kembali kami berciuman. Tangannya kembali mengusap-usap penisku. Tanganku juga menyusup ke celana dalamnya (dasternya masih menyingkap). Dia tidak menolak. Kuusap-usap rambut di balik celana dalam itu dan jari-jariku pun menggelitik di situ. Aku merasakan basahnya. Kurebahkan dia di sofa, kutarik celana dalamnya. Tapi Ayu menolak tanganku dan berbisik,
“Di kamar saja Rik.”
Aku sadar, di situ bukan tempat yang tepat.
“Kamu masuk duluan,” katanya.
Akupun masuk ke kamarku melepaskan seluruh pakaianku lalu aku merebahkan diri menunggu Ayu. Setelah beberapa menit Ayu masuk membawa handuk kecil lalu mengunci pintu. Ia menghempaskan diri di sisiku. Aku segera tahu bahwa dia tidak mengenakan celana dalam lagi. Segera kulepas dasternya. Tak ada apa-apa lagi yang menutupi kami. Tanpa basa-basi lagi kami segera berpelukan dan berkecupan dengan ganas. Tangan-tangan kami saling meraih, menyentuh, meremas apa saja untuk bisa saling menggairahkan. Kugigit putingnya. Ia menggelinjang. Ia bangkit dan membalas dengan mengulum penisku. Ganti aku yang menggelinjang. Kami melakukan itu mungkin sepuluh menit. Gairah tak tertahankan lagi.
“Rik, masukkan saja..,” bisiknya memohon.
Ayu merebahkan dirinya telentang. Aku mengambil posisi di atasnya. Kedua pahanya membuka lebar menampung tubuhku, lalu kedua kakinya, seperti juga kedua tangannya, melingkari tubuhku. Ujung penisku mencari-cari lubang punyanya. Setelah ketemu aku dorong sedikit. Ia agak mengerang.
“Pelan-pelan Rik,” bisiknya.
Kudorong penisku pelan-pelan, sekali, dua kali, dan akhirnya tembus. Ia menggelinjang dan mengeluh. Kami berdua merasa di awang-awang. Rasanya bumi ini hanya milik kami berdua. Kami berdua menggerak-gerakkan tubuh kami mencari sentuhan-sentuhan yang paling peka.
Kenikmatan makin meninggi, setelah beberapa saat gerakan tubuhnya makin kencang lalu ia memelukku erat-erat seraya merintih,
“Rik, Rik,..” Aku juga tak tahan dan segera menyusulnya,
“Ayu..” Dia memelukku erat, bibir kami berkecupan ketika benihku menyemprot di dalamnya. Cairanku menyatu dengan cairannya. Selama beberapa menit kami masih dalam posisi itu.
“Rik, aku cuma ingin sama kamu, engga ada yang lain lagi,” katanya.
“Begitu juga aku Ayu, aku sayang kamu,” kataku sambil membelai pipinya. Lalu kukecup bibirnya, mesra dengan segenap perasaanku.
Sekitar setengah jam kami masih berpelukan terbuai oleh pengalaman barusan. Lalu kami bangkit. Aku lap penisku dengan handuk kecil, dan ia pun mengelap vaginanya, aku lihat ada darah di handuk itu. Lalu kami rebah berhadapan dan kami berpelukan lagi dan tak pakai apa-apa. Kami pun tertidur.
Menjelang pagi kurasakan Ayu bangun. Ia akan mengenakan dasternya.
“Aku harus kembali ke kamarku Rik, sudah pagi.”
Tetapi aku menarik tangannya hingga ia kembali rebah di sisiku.
“Masih setengah tiga Ayu, di sini dulu.”
Penisku pun kembali tegang dan keras. Ayu melihatnya.
“Rupanya si kecilmu sudah siap lagi Rik,” candanya.
Ia pun bangkit lalu tubuhnya menindih tubuhku yang rebah telentang. Ia mengecupi leherku kiri dan kanan bertubi-tubi. Akhirnya bibir itu mampir di bibirku. Lidahku dan lidahnya berbelitan, sebentar dalam mulutku, sebentar dalam mulutnya. Lalu ia mengangkat tubuhnya sedikit, mengarahkan lubangnya ke ujung penisku lalu ia mendorongkan tubuhnya ke belakang hingga penisku masuk ke dalamnya sepenuhnya. Ia duduk di perutku. Tanganku meremas-remas payudaranya dan ia menggoyang-goyangkan tubuhnya di atasku. Mula-mula gerakannya tak terlalu cepat tetapi semakin lama ritme gerakannya makin meninggi lalu ia rebah dalam pelukanku, aku mendengar desahnya penuh kenikmatan. Namun aku masih tegar. Ganti ia yang kutelentangkan, aku berada di atasnya, kugerakkan tubuhku. Beberapa saat kemudian kenikmatanpun menjalar di seluruh tubuhku. Malam itu tak banyak kata-kata yang kami ucapkan, tetapi tubuh-tubuh kami telah saling bicara mencurahkan seluruh perasaan kami yang terpendam selama berbulan-bulan. Jam setengah empat sudah, ia mengenakan dasternya mengecup pipiku dan kembali ke kamarnya. Aku pun tertidur dengan rasa bahagia.
Malam keempat. Kami mulai dengan bercium-ciuman sebentar di sofa. Kami tak mau berlama-lama di situ, kami pun masuk kamar. Setelah mengunci pintu ia melepaskan dasternya. Aku juga melepaskan pakaianku. Ternyata di balik daster itu ia mengenakan blouse dan celana mini tipis yang tak terlampau ketat berwarna biru muda. payudaranya tidak terlalu besar tetapi cukup menonjol di balik blousenya itu, putingnya tampak jelas di balik blousenya yang transparan itu dan di celananya aku juga bisa melihat rambutnya menerawang. Aku terpesona melihat Ayu berdiri di depanku dengan pakaian begitu seksi. Rambutnya yang bergerai panjang, tubuhya yang semampai sangat serasi dengan yang dipakainya. Aku duduk terpana di tempat tidur memandangnya. Kalau saja aku bisa memotretnya pasti tiap malam kupandangi foto itu dengan penuh pesona.
“Luar biasa Ayu, cantik sekali kamu. Di mana kamu beli bajumu itu?”
Dia tidak menjawab, hanya tersenyum. Ia menuju tempat tidur dan merebahkan diri. Aku pun rebah di sisinya. Kubelai putingnya di balik blousenya itu. Lalu kuusap celananya dan jari-jariku merasakan kemresak rambut-rambut di baliknya. Lalu kami rebah berhadapan. Kusisipkan penisku melalui sela celana mininya menyentuh vaginanya lalu kudekap dan kucium dia. Beberapa menit kami berciuman. Lalu ia bangkit mengecup dadaku di berbagai tempat.
Kulepas celana mini dan blousenya. Sekarang tak ada apa-apa lagi yang melekat di tubuh kami. Aku duduk dan ia duduk di pangkuanku berhadapan dengan aku. Punya kami saling menempel. penisku berdiri tegak dikelilingi oleh rambut-rambutnya dan rambut-rambutku, hingga penisku tampak seolah-olah punyanya juga. Segera kamipun berdekapan erat, beciuman sambil duduk. Cukup lama kami bercumbu rayu dengan berbagai cara. Seperti malam sebelumnya, malam itu kami melakukan lagi dua kali.
Esoknya aku harus kembali ke kotaku. Hari itu Ayu mengambil cuti seharian ia menemaniku. Sore hari Ayu mengantarku ke stasiun kereta api. Kulihat matanya berkaca-kaca ketika aku menyalami dia.
“Datang lagi ya Rik, malam ini aku akan memimpikanmu,” katanya ketika aku akan menaiki kereta.
Ketika kereta bergerak meninggalkan stasiun aku masih melihat dia melambaikan tangannya sampai ia hilang dari pandanganku.
“Aku pasti datang lagi Ayu,” tanpa sadar kuucapkan kata-kata itu.

Di bus malam,bersama mia yg manis

Ini adalah kisah perjalananku ke Kota Ma**ng dijawa timur.
Liburan semester tiba,seperti tahun sebelumnya aku memutuskan untuk berlibur dikota Ma**ng,kebetulan disana sanak saudaraku tinggal.
Aku sering,bahkan hampir setiap tahun liburan kesana dgn menggunakan Bus,kereta atau Pesawat.
Tapi aku lebih sering memilih bus dan kereta karena lbh bsa menikmati perjalanan.

Suasana sangat ramai disalah satu terminal dijakarta timur,aku langsung naik kedalam bus Pa** Ke** yg telah siap menanti calon penumpangnya..Duduk dikursi deret ke enam dari depan.."hah..Cape juga.."keluhku..
Lumayan cape juga memang menggendong tas pundak yg berisikan pakaian dan keperluanku lainnya didalam tas.
Sekitar 10menit aku duduk,kebetulan kursi bus tsb 1-2,sebelah kanan satu,sdgkan sebelah kiri untuk 2 orang(super eksekutif)!!
Aku duduk dibangku yg diperuntukan 2 orang..
Tiba2 datang seorang ibu beserta 1 anaknya yg aku perkirakan berumur 15 tahunan,namun tubuhnya tinggi dan berisi,terutama dibagian pantat dan dadanya..Anak itu manis,putih dan memakai soft lens dimatanya.
"dik,titip anak saya ya??"ujar sang ibu.."oh iya bu!"ucapku kaget..Anak abg itupun duduk disebelahku.

10 menit berselang,bus akan segera berangkat,sekali lagi sang ibu berkata "adik,turun dimana?".."diMa**ng bu."ujarku.."oh sama,anak saya juga mw turun diMa** ,kalo gitu tolong dijagain ya anak saya?Maklum ini pertama kali dia pergi jauh sendirian.."lanjut sang ibu.
"beres bu,tenang aja..!"balasku dgn senyum.
Ibu itupun segera turun dari bus setelah sblmnya mencium pipi kanan kiri anaknya,sambil memberikan wejangan2 buat anaknya..
Bus berangkat pukul 16.00 tepat meninggalkan terminal..Anak itu melambaikan tangan kepada ibunya yg berada diluar bus.
Setelah agak jauh dari terminal akupun membuka obrolan dgn abg itu.."nama kamu siapa?"..."mia.."jawabnya singkat..Terlihat senyum manis keluar dari wajahnya yg putih dan bersih,apalagi tatapnnya yg sedikit menggoda,aku yakin dia terbiasa berhadapn dgn laki2.
"knp nyokap lo ga ikut?"tanyaku.
"ga,nyokap kerja..Gua lagi liburan sekolah,dari pd dijakarta terus..Sumpek.."jawab dia.
"emang ga takut pergi sendirian?"tanyaku dgn sedikit meledeknya.."ah,cuek aja..Emg takut knapa?"ucap dia dgn santainya.
"eh,nama lo sapa?"tanya mia padaku.."gw boy.."jwbku.

Hampir 2 jam perjalanan,ngobrol ngalor ngidul sambil bercanda ga jelas,akupun mulai terbiasa dgn mia..Sampai pada akhirnya bus berhenti untuk istirahat disalah satu restauran di daerah jawabarat..
"mia,bawa dompet sama hape lo,jangan ditinggal di dalam tas.."
"okey.."jwb mia sambil bergegas berdiri dari tempat duduknya.
Aku beranikan diri memegang tangannya sambil berjalan turun dari bus.
Direstauran,kami kembali duduk disatu meja sambil makan bersama..Selesai makan,mia ijin mw kekamar kecil,begitu juga aku yg dari tadi nahan kencing..(sbnrnya ada toilet juga dibus,tp sempit dan takut ga da airny pkrku..).

Setelah kurang lebih 30menit,bus kembali melanjutkn perjalanan..Sedang aku dan mia makin akrab saja..Bahkan dia sudah berani bersandar dan memelukku dari samping!
Waktu semakin malam,semakin gelap keadaan didalam bus,walau ada lampu kecil diatas tempat duduk,tapi aku lbh memilh tdk memanfaatkannya.
Semakin malam semakin dingin,ditambah udara AC yg menambah dingin didalam bus..
"lo kedinginan ga mia?"tanyaku.."iya dingin banget.."jwbnya.
"pake aja selimutnya.."aku mulai memasang selimut ditubuhnya,tanpa persetujuan dari dia..Setelah itu aku jg memakai selimut yg memang telah disediakan didalam bus.
Mia,menyandarkan kepalanya dipundaku,sambil tangannya yg ada dibalik selimut dilingkarkan dipinggangku..
"wah,ni anak kayanya manja.."pkrku dalam hati.
Tanpa berkatakata,akupun juga memeluk dia dari samping..Tubuh kami terasa hangat,walau udara didalam bus benar2 terasa dingin sblm kami berpelukan.
Mia memejamkan matanya..Rupanya dia tertidur,akupun coba memejamkan mataku walau dlm keadaan menggebu2 didlm hati,apalagi 'adik kecilku' mulai resah dibalik celana ketika dada mia yg lumayan gede menempel disamping tubuhku..Dgn goyangn bus saat berbelok kekanan atau kekiri,makin rapat saja dadanya ditubuhku. Tapi aku tahan,dan mencoba tidur..Sekitar 30menitan aku coba tidur,akhrnya kebangun juga..Ga tenang bgt tidur dgn godaan yg membuat hasrat naik turun.
Aku palingkan pandangan ke jalan,sambil menahan gejolak..Tiba2,"boy.."mia memanggil pelan..
"udah bangun??"jwbku.
Tanpa menjawab pertanyaanku mia lsng mengencangkan dekapannya..
"dingin bgt boy" kata mia.."lha kan udah pake selimut??"jwbku
"iya,tp masih kerasa dingin..Apalagi tanganku,dingin bgt..Aku masukin tangan aku kedalam baju kamu ya?" kaget mendengar permintaan mia yg diluar dugaanku itu..
"iya..Yaudah.."jwbku gugup..
Jujur aku ga kpkrn mcm2 malam itu,tp stlh mendengar kata2 mia itu aku lsg tambah bergejolak,malahan mulai berfikiran kotor deh.
Mia memasukkan tanganku kedalam kausku,msh dalam keadaan berselimut..Seluruh tubuh kami tertutup selimut,hanya muka kami yg tdk tertutup.
Perlahan tangan mia bergerilya menyusup ke dalam kausku..Ketika berhasil masuk,perlahan lahan pula dia mulai membelai lembut seluruh tubuhku,mulai dari dada sampai perut..Kadang memainkan puting dadaku lembut..Wah,makin memuncak saja hasrat nafsuku mlm itu.
Aku terdiam tanpa bcara apapa,sambil menikmati kelakuan nakal mia itu..
Mia tersenyum kecil memandang aku yg sedang ga karuan karna perbuatannya.."kamu knapa boy?"
"ah.Anu,gapapa.."jwbku
aku menatap wajah mia,,hmm manis juga nih cewe,apalagi lesung pipinya tampak menambah manisnya wajah mia saat tersenyum.
Tiba2..Makin gila ku dibuatnya ketika tangan mia yg tanpa komando masuk kedalam celana jinsku..(Waktu itu aku memakai jins sedengkul)..Makin terbakar saja kepalaku,seakan ingin menerkam tubuh mia dan langsung ku perkosa..Tapi ga mungkin,keadaan bus yg tidak mungkin sulit untuk aku melakukan apa yg aku mau..Sebagian penumpang msh ada yg terjaga,mereka sedang menonton vcd yg diputar dibus.
"boy..Kamu ga pernah deket sama cewe ya?"tanya mia memecah kebisuan.
"pernh.."jwbku
"pernah ML?"tanya mia lagi..
"pernah sekali,tapi ga sampe slesai..Knp tnya itu?"jwbku heran.
"gapapa..Tanya aja!"kata mia.
Aku mulai berfikir,kalo mia adalah abg yg punya pengalaman dalam sex,mgkin dia pernah ngesex dgn pcrnya..Apalagi,belaian tangan mia yg lembut benar2 seperti ahlinya dlm memberikan rangsangan2 kepada laki2..Ga disangka tangan mia sampai didalam celanaku,bermain main diatas 'adik kecilku' yg masih tertutup celana dalam..Makin terasa membesar saja kontolku dipermainkan tangannya.
Tanpa basa basi,mia lsg melepaskan tangannya dari dalam celana,dan membuka ikat pinggangku serta resleting celanaku..Lalu sekonyong konyong tangannya masuk lg kedalam celana,kali ini tidak terpisahkan celana dalamku lagi..Benar benar menyentuh kontolku.
"mia,msh rame..Blum pada tidur.."aku kebingungan dgn kelakuan mia,makin gila aja kelakuan abg ini..
"gapapa,cuek..Kan ketutup selimut..!"jwb mia enteng membelai dan mengocok halus kontolku..
Aku diam,sambil menikmati permainan tangan mia yg lihai seperti sudah terbiasa melakukannya.
Sekitar 30 menitan,aku mulai mencoba membiasakan diri dgn apa yg dilakukan tangan mia thd kontolku.
Sambil ngobrol ga karuan,aku benar2 terhanyut dalam suasana yg penuh hasrat tsb..
Ternyata didalam pembicaraanku dgn mia,mia mengaku,kalau dia sudah ga perawan lagi..Pacarnya yg mengambil kesuciannya,dan sudah melakukan hubungan sex berulang kali sampai sekarang..

Selasa, 18 November 2008

Nakalnya Anak SMA




Namaku adalah Andi (bukan nama yang sebenarnya), dan aku
kuliah di salah satu universitas swasta di Bandung. Aku
berasal dari luar daerah dan aku tinggal di kost. Aku pun
termasuk orang yang berada, serta sangat menjalankan
keagamaan yang kuat. Apalagi untuk mencoba narkoba atau
segala macam, tidak deh.

Kejadian ini bermula pada waktu kira-kira 4 bulan yang
lalu. Tepatnya hari itu hari Selasa kira-kira jam 14:12,
aku sendiri bingung hari itu beda sekali, karena hari itu
terlihat mendung tapi tidak hujan-hujan. Teman satu
kostan-ku mengatakan kepadaku bahwa nanti temanya anak SMU
akan datang ke kost ini, kebetulan temanku itu anak
sekolahan juga dan hanya dia yang anak SMU di kost
tersebut.

Setelah lama menunggu akhirnya orang yang ditunggu datang
juga, kemudian temanku langsung mengajaknya ke tempat
kamarku yang berada di lantai atas. Akhirnya aku dikenali
sama perempuan tersebut, sebut saja namanya Ria. Lama-lama
kami ngobrol akhirnya baru aku sadari bahwahari menjelang
sore. Kami bertiga bersama dengan temanku nonton TV yang
ada di kamarku. Lama-lama kemudian temanku pamitan mau
pergi ke tempat temannya, katanya sih ada tugas.

Akhirnya singkat cerita kami berdua di tinggal berdua
dengan Ria. Aku memang tergolong cowok yang keren, Tinggi
175 cm, dengan berat badan 62 kg, rambut gelombang tampang
yang benar-benar cute, kata teman-teman sih. Ria hanya
menatapku tanpa berkedip, akhirnya dia memberanikan diri
untuk menggelitikku dan aku tidak tahu darimana dia
mengetahui kelemahanku yang sangatvital itu kontan saja
aku langsung kaget dan balik membalas serangan Ria yang
terus menerus menggelitikiku. Lama kami bercanda-canda dan
sambil tertawa, dan kemudian diam sejenak seperti ada yang
lewat kami saling berpandang, kemudian tanpa kusadari Ria
mencium bibirku dan aku hanya diam kaget bercampur
bingung.

Akhirnya dilepaskannya lagi ciumannya yang ada di bibirku,
aku pun heran kenapa sih nih anak? pikirku dalam hati. Ria
pun kembali tidur-tiduran di kasur dan sambil menatapku
dengan mata yang uih... entah aku tidak tahu mata itu
seolah-olah ingin menerkamku. Akhirnya dia melumat kembali
bibirku dan kali ini kubalas lumatan bibirnya dengan
hisapan-hisapan kecil di bibir bawah dan atasnya. Lama
kami berciuman dan terus tanpa kusadari pintu kamar belum
tertutup, Ria pun memintaku agar menutup pintu kamarku,
entah angin apa aku hanya nurut saja tanpa banyak protes
untuk membantah kata-katanya.

Setelah aku menutup pintu kamar kost-ku Ria langsung
memelukku dari belakang dan mencumbuku habis-habisan.
Kemudian kurebahkan Ria di kasur dan kami saling berciuman
mesra, aku memberanikan diri untuk menyentuh buah dadanya
Ria yang kira-kira berukuran berapa ya...? 34 kali, aku
tidak tahu jelas tapi sepertinya begitu deh, karena baru
kali ini aku menuruni BH cewek. Dia mengenakan tengtop dan
memakai sweater kecil berwarna hitam. Aku menurunkan
tengtop-nya tanpa membuka kutangnya. Kulihat buah dada
tersebut... uih sepertinya empuk benar, biasanya aku
paling-paling lihat di BF dan sekarang itu benar-benar
terjadi di depan mataku saat ini.

Tanpa pikir panjang, kusedot saja buah dada Ria yang kanan
dan yang kirinya aku pelintir-pelintir seperti mencari
gelombang radio. Ria hanya mendesah, "Aaahhh... aaahhh...
uuhhh..."Aku tidak menghiraukan gelagat Ria yang
sepertinya benar-benar sedang bernafsu tinggi. Kemudian
aku pun kepingin membuka tali BH tengtop-nya. Kusuruh Ria
untuk jongkok dan kemudian baru aku melihat ke belakang
Ria, untuk mencari resliting kutangnya. Akhirnya ketemu
juga dan gundukan payudara tersebut lebih mencuat lagi
karena Ria yang baru duduk di bangku SMU kelas 2 dengan
paras yang aduhai sehingga pergumulan ini bisa terjadi.
Dengan rakusnya kembali kulumat dada Ria yang tampak
kembali mengeras, perlahan-lahan ciumanku pun turun ke
bawah ke perut Ria dan aku melihat celana hitam Ria yang
belum terbuka dan dia hanya telanjang dada.

Aku memberanikan diri untuk menurunkan celana panjang Ria,
dan Ria pun membantu dengan mengangkat kedua pinggulnya.
Ria pun tertawa dan berkata, "Hayo tidak bisa dibuka,
soalnya Ria mempunyai celana pendek yang berwarna hitam
satu lagi..." ejek Ria sambil tersenyum girang.Aku pun
dengan cueknya menurunkanya kembali celana tersebut, dan
kali ini barulah kelihatan celana dalam yang berwarna
cream dan dipinggir-pinggirnya seperti ada motif
bunga-bunga, aku pun menurunkanya kembali celana dalam
milik Ria dan tampaklah kali ini Ria dalam keadaanbugil
tanpa mengenakan apapun. Barulah aku melihat pemandangan
yang benar-benar terjadi karena selama ini aku hanya
berani berilusi dan nonton tidak pernah berbuat yang
sebenarnya.

Aku pandangi dengan seksama kemaluan Ria dengan seksama
yang sudah ditumbuhi bebuluan yang kira-kira panjangnya
hanya 2 cm tapi sedikit, ingin rasanya mencium dan
mengetahui aroma kemaluan Ria. Aku pun mencoba mencium
perut Ria dan pusarnya perlahan tapi pasti, ketika hampir
mengenai sasaran kemaluannya Ria pun menghindari dan
mengatakan, "Jangan dicium memeknya akh.. geliii..." Ria
mengatakan sambil menutup rapat kedua selangkangannya.

Yah, mau bagaimana lagi, langsung saja kutindih Ria,
kucium-cium sambil tangan kiriku memegang kemaluan Ria dan
berusaha memasukkanya ke dalam selangkangan Ria. Eh, Ria
berontak iiihhh... ge.. li.." ujar Ria. Tahu-tahu Ria
mendorong badanku dan terbaliklah keadaan sekarang, aku
yang tadinya berada di atas kini berubah dan berganti aku
yang berada di bawah, kuat sekali dorongan perempuan yang
berbobot kira-kira 45 kg dengan tinggi 160 cm ini, pikirku
dalam hati. "Eh... buka dong bajunya! masak sih Ria doang
yang bugil Andinya tidak...?" ujar Ria sambil
mencopotkanbaju kaos yang kukenakan dan aku lagi-lagi
hanya diam dan menuruti apa yang Ria inginkan.

Setelah membuka baju kaosku, tangan kanan Ria masuk ke
dalam celana pendekku dan bibirnya sambil melumat bibirku.
Gila pikirku dalam hati, nih cewek kayaknya sdah
berpengalaman dan dia lebih berpengalaman dariku.
Perlahan-lahan Ria mulai menurunkan celana pendekku dan
muncullah kemaluanku yang besarnya minta ampun (kira-kira
22 cm). Dan Ria berdecak kagum dengan kejantananku, tanpa
basa-basi Ria memegangnya dan membimbingnya untuk masuk ke
dalam liang senggama miliknya Ria, langsung saja kutepis
dan tidak jadi barang tersebut masuk ke lubang kemaluan
Ria. "Eh, jangan dong kalau buat yang satu ini, soalnya
gue belum pernah ngelakuinnya..." ujarku polos. "Ngapain
kita udah bugil gini kalau kita tidak ngapa-ngapain,
mendingan tadi kita tidak usah buka pakaian segala," ujar
Ria dengan nada tinggi.

Akhirnya aku diam dan aku hanya menempelkan kemaluanku di
permukaan kemaluan Ria tanpa memasukkanya. "Begini aja
ya...?" ujarku dengan nada polos. Ria hanya mengangguk dan
begitu terasanya kemaluanku bergesek di bibir kemaluan Ria
tanpa dimasukkan ke dalam lubang vaginanya milik Ria, aku
hanya memegang kedua buah pantat Ria yang montok dan
secara sembunyi-sembunyiaku menyentuh bibir kemaluan Ria,
lama kami hanya bergesekan dan tanpa kusadari akhirnya
kemaluanku masuk di dalam kemaluan Ria dan Ria
terus-terusan menggoyang pantatnya naik-turun.Aku kaget
dan bercampur dengan ketakutan yang luar bisa, karena
keperawanan dalam hal ML yang aku jaga selama ini akhirnya
hilang gara-gara anak SMU. Padahal sebelum-sebelumnya
sudah ada yang mau menawari juga dan dia masih perawan
lebih cantik lagi aku tolak dan sekarang hanya dengan anak
SMU perjakaku hilang.

Lama aku berpikir dan sedangkan Ria hanya naik-turun
menggoyangkan pentatnya semenjak aku melamun tadi, mungkin
dia tersenyum puas melihat apa yang baru dia lakukan
terhadapku. Yach, kepalang tanggung sudah masuk, lagi nasi
sudah jadi bubur akhirnya kugenjot juga pantatku
naik-turun secara berlawanan dengan yang dilakukan Ria,
dan bunyilah suara yang memecahkan keheningan, "Cplok..
cplok... cplok..." Ria mendesah kenikmatan karena
kocokanku yang kuat dilubang vaginanya. Lama kami berada
di posisi tersebut, yaitu aku di bawah dan dia di
atas.akhirnya aku mencoba mendesak Ria agar dia mau
mengganti posisi, tapi dorongan tangannya yang kuat
membatalkan niatku, tapi masa sih aku kalah sama cewek,
pikirku. Kudorong ia dengan sekuat tenagaku dan akhirnya
kami berada di posisi duduk dan kemaluanku tetap berdiri
kokoh tanpa dilepas. Ria tanpa diperintah menggerakkan
sendiri pantatnya, dan memang enak yah gituan, pikirku
dalam hati. Tapi sayang tidak perawan.

Akhirnya kudorong lagi Ria agar dia tiduran telentang dan
aku ingin sekali melihat kemaluanku yang besar membelah
selangkangan kemaluan Ria, makanya aku sambil memegang
batang kemaluanku menempelkannya di lubang kemaluan Ria
dan "Bless..." amblaslah semuanya. Kutekan dengan semangat
"45" tentunya karena nasi sudah hancur. Kepalang tanggung
biarlah kuterima dosa ini, pikirku. Dengan ganasnya dan
cepat kuhentakkan kemaluanku keras-keras di lubang
kemaluan Ria dan kembali bunyi itu menerawang di ruangan
tersebut karena ternyata lubang kemaluan Ria telah banjir
dengan air pelumasnya disana, aku tidak tahu pasti apakah
itu spermanya Ria, apakah hanya pelumasnya saja? dan Ria
berkata,
"Loe.. udah keluar ya...?" ujarnya.
"Sembarangan gue belom keluar dari tadi..?" ujarku dengan
nada ketus.
Karena kupikir dia mengejekku karena mentang-mentang aku
baru pertama kali beginian seenaknya saja dia menyangka
aku keluar duluan. Akhirnya lama aku mencumbui Ria dan aku
ingin segera mencapai puncaknya.

Dengan cepat kukeluarkan kemaluanku dari lubang
kemaluannya dan kukeluarkan spermaku yang ada diperutnya
Ria, karena aku takut kalau aku keluarkan di dalam
vaginanya aku pikir dia akan hamil,kan berabe. Aku baru
sekali gituan sama orang yang yang tidak perawan malah
disuruh tanggung jawab lagi. Gimana kuliahku! Ria
tersenyum dengan puas atas kemenangannya menggodaku untuk
berbuat tidak senonoh terhadapnya. Huu, dasar nasib, dan
semenjak saat itu aku sudah mulai menghilangkan kebiasaaan
burukku yaitu onani, dan aku tidak mau lagi mengulang
perbuatan tersebut karena sebenarnya aku hanya mau
menyerahkannya untuk istriku seorang. Aku baru berusia 21
tahun saat ini. Aku nantikan keritik dan saran dengan apa
yang terjadi denganku saat inidan itu membuatku shock

Ga sengaja....dgn sepupu

kEjadian ini sebenar nYa udah lama,, sekitar 2 taun yang lalu ketika aku masih duduk di bangku kelas 2 sma di salah satu sma negeri di surabaya,,,
hari miNggu siang,, ayah ibu dan adikku belum pulang dari kediri karena ada arisan keluarga di sana,, jadi seharian itu aku di rumah sendiri. seperti biasa nya aku kalau sendiri sering menonton film unyil sambil membayangkan aku beradegan seperti dalam film unyil itu... Belum ada 5 menit aku menonton,, ada suara telpon berdering dan langsung aja aku angkat. Ternyata ini telpon dari tanteku yang mau menitipkan sepupu aku karena om, tante mau pergi ke singapur buat urusan bisnis mereka. Sepupu ku ini namanya Gladys, dan berumur 12 tahun..
Udah hampir 1 jam aku menonton di kamarku sendirian dan si Gladys keliatan nYa juga asik nonton sinetron di ruang tengah, tiba - tiba terdengar bunyi ketukan pintu. Mas,, aku takut sendirian nich, aku ikutan dumz.. Langsung aja pintu aku buka dan menyuruh gladys masuk...
Di dalam, si Gladys nanya "nonton apaan sih mas?"
Owh,, aku lupa mematikan film unyil tersebut,,
"ga, bukan film bagus kug dek,, mas matiin aja iyah"
"jangan mas biarin,, gladys juga pengen liat"
Terpaksa aku biarin aja si gladys menonton film unyil aku dan aku kedapur buat mengambil minum.
sekembalinya aku dari dapur dan kembali ke kamar betapa kagetnya aku karena si gladys udah dalam keadaan dalam memakai bh dan celana dalam saja.. Terlihat disana tetek gladys yang masih nyempluk tertutup bh bergambar totol anjing dalmatian...
"Mas, mas udah pernah ngelakuin yang kayak di film itu apa belum tanya si gladys"
"ehm, belum dek, emang kenapa?" tanyaku.
kayakNya asik deh mas,, kita ngelakuin bareng yuk"
astagfirullah,, menurutKu ini ngga bener secara gladys masih ada hubungan darah ma aku, tapi kalau aku nolak juga mubasir. seumur aku belum pernah ngarasain ml, paling banter ciuman di bibir aja..
hasratku mulai naik ketika si gladys membuka bh na,, oh ya Tuhan terlihat tetek gladys yang berwarna pink, dan kulit putih yang mulus banget..
aku udah ga tahan ne,, pengen langsung aja aku nyomot tuh tetek..
Gladys berdiri dan kayaknya ngerti kalau aku udah ga tahan,, langsung aja dia membuka celanaku,, kontan saja dedekKu yang dari tadi nahan langsung ngadek,,, "ih mas,,punya mas besar juga iyah,, boleh kan kalau Gladys pegang?"... "iyah pegang aja dek,, kalau perlu kulum juga ga apa-apa",,,
setelah gladys mengkulum dan dia pun membuka celana dalamnya keliatan memek yang berwarna pink dan belum berjembut,,, lalu dia berbaring ditempat tidur,,, "ayo mas,, masukin punya mas kedalam memek gladys". aku berpikir jangan sampai aku memasukkan dedekKu kedalam memek dia,, ntar kalau dia hamil gimana. "eHm, mas tempelin aja iyah, ga usah dimasukkin", jawabKu...
Ketika aku tempelin,, si Gladys bergeliat-geliat kayak ular yang kepanasan gitu..."ah mas geli" jawabNya
geliat-geliat gladys semakin menjadi ga karuan dan secara tidak sengaja masuk juga dedekKu kedalam memeknYa,,
Ya ALLah,,,aku harus gimana,,,
tapi terlihat,,, gladys keliatan ga memperdulikan masalah tersebut,, malah mencoba membantu aku memasukkan dedekKu kedalam memeKnya yang emang sempit banget...
aKu terbawa suasana dan aku sendiri udah males memikirkan masalah hubungan darah,,, ku genjotin juga tuh gladys. dedeKku keluar masuk memekNya,, sekali-kali aku mencumbu bibir gladys dan aku mainin puting tetekNya... "aHh mas,, pelan Mas,, sakit,,, tapi Enak" kata Gladys
dedeKku berwarna merah,, mungkin ituLah darah perawAn,, tapi aku udah ga perduli,, aku semakin menjadi,,, aku semakin kenceng mengeluarkan dan memasukkan dedekKu ke dalam memek gladys dan "aRrrrggghhhhhhh,,, teriaKku... Keluar dan muncrat juga si Cairan Putih yang aku tumpahkan ke perut Gladys... Gladys juga nampak tersenyum capeK dan mungkin juga puas... "Mas,, jangan bilaNg-bilang iyah,, ini biar menjadi rahasia kita berdua.. Aku sebenarnya kasian ma Gladys,, kenapa harus aku yang memperawani dia, kenapa bukan cowok atau pacar yang dia sayang atau mungkin suamiNya nanti...
seTelah kejadian itu,, aku emang ga berani cerita.. aku pura-pura ga ngerti dan ga tau,, begitu pun juga dengan gladys.. aKu juga mulai takut dan aku berusaha untuk tidak berhubungan lagi ma gladys,, aku jarang main kerumah om dan tante,, aku juga udah ga pernah bales smz maupun telpon dari gladys sampai sekarang ini. MaApkan aKu gladys,, aKu bukan MasMu yang baik:malu:

Pesta Anak Muda

Malam tahun baru 1998 yang lalu, gue diundang ke suatu pesta anak-anak muda kalangan the have. Pestanya diadakan di suatu villa di Curug Sewu, di kaki gunung Salak, jalan masuknya cuma buat satu mobil. Kebetulan gue dan temen gue Ferry dateng yang paling belakang dan gue nggak nyangka waktu gue lihat mobil-mobil yang parkir di situ … Opel Blazer DOHC gue ternyata yang paling murah !!

Kita berdua langsung masuk ke villa yang paling besar, di sana sudah ada beberapa orang tamu … cowok cewek, semuanya anak muda dengan dandanan yang keren. Ferry langsung ngenalin gue ke tuan rumahnya, dia cewek dengan tubuh yang aduhai … umurnya kurang lebih 26 tahun, namanya Elena. Menurut Ferry, dia adalah anak seorang bankir di Jakarta.

Nggak lama kemudian, Elena ngebuka acara hura-hura ini …. Sambil makan Ferry bilangin gue kalau nanti jangan kaget, dengan bisik-bisik dia bilang, "Ndra, coba elo itung jumlah cowok sama ceweknya sama nggak ?". Selintas gue hitung dan ternyata jumlahnya nggak jauh beda, gue langsung nanya, "Emangnya kenapa Fer ?". Temen gue ini nyahutin dengan tenang, "Tenang aja Ndra, pokoknya elo puas lah !". Sehabis makan, gue nyari kenalan buat ngobrol dan ada seorang cewek yang menarik perhatian gue.

Nama cewek ini, Vinda … tingginya sekitar 158 cm, kulitnya putih dengan rambut sebahu. Dia memakai kaos yang ketat dengan belahan di dada yang cukup menantang kejantanan gue, buah dadanya nggak terlalu besar tapi bentuknya bagus. Yang paling bikin gue penasaran adalah pandangan matanya yang memperlihatkan hasrat bercinta. Untuk beberapa saat, kita berdua ngobrol kesana kemari … dan akhirnya gue tahu kalau dia baru berumur 22 tahun dan masih kuliah di suatu perguruan tinggi di daerah Kalibata.

Nggak berapa lama, suara musik disco berkumandang dan Elena berteriak lewat mike, "Dancing time, guys !!". Dan beberapa orang langsung turun berjoget, gue nggak tahan juga akhirnya … gue tarik Vinda turun ke lantai dansa. Ternyata dia seorang pe-disco yang hot, gerakan-gerakan tubuhnya bener-bener membangkitkan kejantanan gue. Beberapa kali buah dadanya di tempel dan digoyang-goyangkan di dada gue dengan sengaja, seolah nantang gue. Kurang lebih 1 jam kita berjoget, akhirnya kita mutusin untuk break dulu. Gue nawarin dia mau minum apa dan dia nyahut dengan nakal, "Gimana kalau whisky cola aja ?". Wah, gile juga nih cewek … abis kita minum-minum, ternyata lagunya diganti jadi slow and romantic dan Vinda langsung narik gue balik melantai. Dia langsung meluk gue … buah dadanya langsung terhimpit diantara kita berdua, dan membuat kemaluan gue menegang. Gue pikir si Vinda pasti ngerasa juga nih …. Akhirnya gue beraniin nyium belakang telinganya dan gue terusin ke lehernya, udah itu tangan kanan gue meremas dengan pelan pantatnya yang berisi dan Vinda cuma menggumam nikmat. Gerakan itu gue ulang beberapa kali, dan terasa desah nafasnya makin keras … akhirnya Vinda nggak tahan, bibir gue langsung di kulumnya … gue ngerasain lidah kita beradu. Buat makin ngerangsang, gue gesek-gesek kemaluannya pakai tangan gue.

Lagi enak-enaknya kita ciuman, tahu-tahu musik di balikin lagi jadi disco … bubar deh, rangsangan-rangsangan yang gue buat tadi. Sementara gue sama Vinda nge-slow dance, rupanya makin banyak minuman keras yang beredar. Nggak lama ada seorang cewek naik ke atas meja dan ngejoget dengan gerakan-gerakan yang hot, dan lagi-lagi Elena berteriak lewat mikenya DJ, "It's free time … hey, Finny … show your naked body !". Dan cewek yang lagi joget diatas meja tadi langsung ngelepasin blusnya dan disusul dengan BHnya, cowok-cowok langsung bertepuk-tangan dan bersuit-suit, sementara cewek-ceweknya berteriak histeris. Beberapa diantara mereka langsung mengadakan gerakan-gerakan sex foreplay. Dalam hati gue berteriak, "Damn, ini yang dimaksud sama Ferry tadi !".

Akhirnya perhatian gue balik ke Vinda lagi, yang sebelumnya gue peluk dari belakang … gue cium tengkuknya yang putih, yang dipenuhi dengan bulu-bulu halus dan tangan gue mulai masuk ke balik kaosnya mencari buah dadanya. Waktu gue mulai meremas buah dadanya, Vinda cuma menggeliat senang di pelukan gue, dan dia berusaha masukin tangannya ke celana gue. Sesaat kemudian, dia berbisik, "Ndra, fuck me please … gue udah nggak tahan nih !", udah itu si Vinda narik gue ke salah satu kamar di lantai dua.

Begitu pintu ketutup, Vinda langsung meluk dan bibirnya langsung melumat bibir gue dan tangannya langsung ngelepasin ikat pinggang dan celana gue, setelah itu dengan nggak sabar dia melorotin celana dalam gue. Akhirnya kontol gue yang udah berdiri dari tadi nongol keluar dan Vinda dengan sigap menggenggam kontol gue dan diarahin ke mulutnya. Dalam sekejap kontol gue setengahnya udah masuk mulutnya, sementara itu gue ngelepasin kemeja dan gue ngerasain nikmatnya kontol dihisap dan diemut. Sambil ngebungkuk, gue ngebukain kaos sama BHnya Vinda, ternyata badannya bener bener putih mulus, teteknya bulat penuh dengan puting yang berwarna merah tua dan si Vinda masih ngemut dan ngisep kontol gue dengan bernafsu.

Setelah gue pikir dia cukup ngisepin kontol gue, si Vinda gue bimbing dan gue celentangkan di ranjang. Sesudah itu gue bukain rok dan celana dalamnya, gue ngeliat bibir kemaluannya tidak ditutupi jembut sama sekali. Ketika jari gue mulai masuk ke vaginanya, gue ngerasa vaginanya mulai basah. Sementara itu, mulut dan lidah gue mulai bermain-main di teteknya, putingnya adalah sasaran yang menggairahkan dan tangan gue yang satu nggak ketinggalan mulai ngeremas-remas teteknya yang mulai mengeras. Si Vinda cuma mendesah-desah dan menggeliat merasakan nikmatnya jari dan kecupan gue, tangannya cuma bisa menarik-narik rambut gue.

Pelan-pelan jari gue bergerak makin dalam dan akhirnya tersentuhlah clitorisnya, langsung aja si Vinda mendesah, "Uhghh, Ndra … lagii, emmhh" dan bibir gue ngerasain teteknya makin tegang. Kecupan dan jilatan lidah gue akhirnya menjelajahi kedua teteknya dan lembah diantaranya, dan jari-jari gue tetap ngemainin clitorisnya yang membuat Vinda makin menggelinjang-gelinjang dan desahannya makin keras, "Ohhh, Ndra …. Ufhh, oohhh". Memeknya terasa makin basah dan bibir vaginanya makin menggembung, tanda nafsu birahinya makin menggelora.

Akhirnya, gue ngambil posisi 69, kontol gue jatuh diatas mulutnya dan mulut gue mulai bekerja dengan mengecup bibir vaginanya. Makin lama gue tambah kekuatan kecupan gue, makin lama dan makin kuat, sekali-kali lidah gue mendesak masuk kesisi dalam dari vaginanya. Si Vinda hanya bisa menggelinjang dan mengangkat pinggulnya, karena mulutnya lagi sibuk ngisep kontol gue. Nggak lama dia ngelepasin kontol gue dan ngejerit, "Ndra, fuck me .. please, gue nggak tahan lagi, please !". Gue putar badan dan Vinda langsung ngebuka selangkangannya, dengan dua jari gue buka memeknya yang sudah menggembung itu dan gue gesek-gesekan kepala kontol gue ke bibir vaginanya bagian dalam. Si Vinda makin menggelinjang dan mendesah-desah, setelah itu gue masukin setengah kontol gue ke memeknya dan gue goyang maju mundur tapi gue jaga cuma setengah kontol gue yang masuk. Nggak lama Vinda ngejerit lagi, "Ndra … ayo masukin kontol elo semuanya … yang dalem Ndra …". Tapi gue cuekin aja permintaannya itu, karena gue pingin ngebuat dia makin terangsang. Cuma kepala kontol gue yang bersenggolan sama selaput dara dan kadang-kadang gue ngerasain clitorisnya di ujung kontol gue, sementara itu goyangan gue makin cepat dan membuat Vinda makin terangsang. Si Vinda makin nggak tahan untuk dientot, "Indra … ayo dong … entot gue …emmhh, masukin yang dalem Ndra …" bujuknya manja. "Ok, kalau elo mau ngerasain panjangnya kontol gue, kita ganti posisi aja".

Udah itu, gue ngambil posisi duduk selonjor dan si Vinda gue suruh berjongkok menghadap ke gue. Langsung aja kontol gue digenggamnya dan diarahin ke memeknya, udah itu dia ngedudukin pinggul gue dan kontol gue langsung terbenam di memeknya yang basah lembab itu. "Ok, Vin … sekarang elo goyang pelan pelan naik turun, gimana ?" dan dia nyahut, "Ndra, kontol elo bener-bener fit di memek gue … emmm, ufhhh ". Terusnya Vinda bergerak naik turun seperti orang naik kuda, gesekan kontol gue dan memeknya memberikan kenikmatan yang luar biasa, makin lama gerakannya makin cepat dan desahannya juga makin keras, "Oghhh …. Ohhhh, emmm ….. ufghh". Dan gue juga ngerasain kontol gue dialirin cairan vagina yang makin banyak. Sementara itu, tangan gue mengelus-elus punggungnya dan meremas teteknya, gerakan teteknya yang seirama dengan naik turun badannya benar benar sensual. Kurang lebih setengah jam si Vinda berkuda diatas kontol gue, dia ngejerit kecil, "Ndra … ughhhh …. gue orgasme …. Ohhh, ohhh" dan tiba tiba aja badannya menegang dan dijatuhkannya ke badan gue, dan gue juga ngerasain kontol gue bener bener basah sama cairan vagina.

Si Vinda gue rebahin di pinggir ranjang dan gue berdiri di atas lutut gue, setelah itu gue buka kedua pahanya yang putih itu dan gue masukin lagi kontol gue ke memeknya. Gue senderin kedua kaki Vinda ke badan gue dan sambil meganin kedua kakinya, gue mulai ngegoyangin pinggul gue maju mundur. Gue bilang ke Vinda, "Sekarang giliran gue …". Awalnya gue goyang dengan lambat dan makin lama makin cepat, gue ngerasain kenikmatan yang diberikan memeknya si Vinda. Sementara itu, si Vinda cuma bisa melenguh, "Uhhhg … ohhhh … lagi Ndra … uufhh" dan meremas-remas teteknya sendiri sambil menggelinjang-gelinjang. Nggak lama, gue turunin frekuensi goyangan gue … jadi gue bisa sambil nyiumin betisnya Vinda. "Ndra … ohhg, masukin yang dalem … uuhhhpp" dan gue sahutin, "OK, sekarang lingkarin kaki elo di pinggang gue, gue akan tancepin dalem-dalem kontol gue". Si Vinda nurut dan gue tarik kontol gue pelan-pelan setelah itu gue masukin lagi secepat mungkin dengan tenaga penuh, jadi gue masukin kontol gue dengan sentakan-sentakan bertenaga. Vinda cuma bisa menjerit setiap kali kontol gue memasuki memeknya, "Oohhh … uuhhhpp ….. uuhhhpp … Ndra … lagiii … ohhh … gilaa … ouchh … ". Kedua tangannya merenggut seprei keras-keras, karena dia merasakan sedikit rasa sakit yang bercampur kenikmatan yang luar biasa, dan Vinda memejamkan matanya, suatu tanda dia bener-bener menikmati kontol gue. Nggak lama kemudian gue ngerasain kedua pahanya menegang dan menjepit pinggang gue dengan keras, demikian juga dengan badannya yang menegang dan punggungnya terangkat dari tempat tidur, membuat teteknya makin menonjol. Akhirnya dia menjerit lagi, "Ouchhh … Ndra …. Gue orgasm lagi …. Ouchh" dan gue rebahin badan gue di atas badannya sambil gue ciumin leher, telinga dan teteknya yang menggelembung keras. Kemudian gue suruh dia untuk terlentang di tengah ranjang.

Sambil gue remas teteknya, gue bisikin dia, "Satu session lagi yaa …" dan dia menyahut, "Elo bener-bener ngebuat gue gila Ndra". Dengan lutut gue, gue buka lagi kedua pahanya dan untuk ke sekian kalinya kontol gue masuk lagi di memeknya. Gue rebahin badan gue menimpa badannya Vinda dan gue ngerasain kedua teteknya di dada gue, sementara itu kedua tangan Vinda memeluk tubuh gue dengan erat. Gue cium bibirnya, sehingga kita kembali merasakan lidah-lidah yang beradu dan gue mulai menggoyangkan pinggul gue naik turun. Dua puluh menit kemudian, Vinda mulai menggelinjang dengan liar di bawah badan gue dan gue merasakan kenikmatan yang lain yaitu tetek-teteknya makin bergesekan dengan dada gue. Setelah itu gue makin mempercepat goyangan dan Vinda mulai mendesah-desah lagi, "Ohhg …. Ufhhp", nggak lama kemudian dia menjerit, "Ndra, gue mau orgasm lagi … ouchhh". Terus gue bilang, "Tahan bentar Vin, gue juga mau keluar nih" dan makin gue percepat goyangan gue. Akhirnya Vinda menjerit kecil, "Ndra …. Gue orgasm … ohhh" dan guepun nggak tahan lagi. Badan kita berdua menegang dan untuk meredam jeritan Vinda, gue bungkam bibirnya dengan ciuman. Setelah itu gue merasakan gerakan air mani di dalam kontol gue yang berarti sebentar lagi air mani gue menyembur keluar dan dengan sigap gue keluarin kontol gue dari memeknya Vinda.

Akhirnya air mani gue muncrat keluar tepat di atas dada Vinda dan dia membantu ngurutin kontol gue, supaya tidak ada mani yang ketinggalan. Kemudian Vinda mulai menjilati kontol gue dan akhirnya diemut untuk dibersihkan. Setelah itu kita berdua tidur berpelukan kelelahan dengan rasa puas yang tak segera hilang.

Minggu siang, kita berdua kembali ke Jakarta dan gue menghabiskan malam Senin itu di apartemen Vinda di bilangan Prapanca. Kita berdua bersetubuh lagi dengan nafsu yang menggelora. Karena Senin itu gue harus kerja, gue tinggalin Vinda yang masih tidur telanjang dengan pulas.

Senin, 03 November 2008

Putri Ibu kos

Waktu itu usiaku 23 tahun. Aku duduk di tingkat akhir suatu perguruan tinggi teknik di kota Bandung. Wajahku ganteng. Badanku tinggi dan tegap, mungkin karena aku selalu berolahraga seminggu tiga kali. Teman-¬temanku bilang, kalau aku bermobil pasti banyak cewek yang dengan sukahati menempel padaku. Aku sendiri sudah punya pacar. Kami pacaran secara serius. Baik orang tuaku maupun orang tuanya sudah setuju kami nanti menikah. Tempat kos-ku dan tempat kos-nya hanya berjarak sekitar 700 m. Aku sendiri sudah dipegangi kunci kamar kosnya. Walaupun demikian bukan berarti aku sudah berpacaran tanpa batas dengannya. Dalam masalah pacaran, kami sudah saling cium-ciuman, gumul-gumulan, dan remas-remasan. Namun semua itu kami lakukan dengan masih berpakaian. Toh walaupun hanya begitu, kalau “voltase’-ku sudah amat tinggi, aku dapat ‘muntah” juga. Dia adalah seorang yang menjaga keperawanan sampai dengan menikah, karena itu dia tidak mau berhubungan sex sebelum menikah. Aku menghargai prinsipnya tersebut. Karena aku belum pernah pacaran sebelumnya, maka sampai saat itu aku belum pernah merasakan memek perempuan.

Pacarku seorang anak bungsu. Kecuali kolokan, dia juga seorang penakut, sehingga sampai jam 10 malam minta ditemani. Sehabis mandi sore, aku pergi ke kosnya. Sampai dia berangkat tidur. aku belajar atau menulis tugas akhir dan dia belajar atau mengerjakan tugas-tugas kuliahnya di ruang tamu. Kamar kos-nya sendiri berukuran cukup besar, yakni 3mX6m. Kamar sebesar itu disekat dengan triplex menjadi ruang tamu dengan ukuran 3mX2.5m dan ruang tidur dengan ukuran 3mX3.5m. Lobang pintu di antara kedua ruang itu hanya ditutup dengan kain korden.

lbu kost-nya mempunyai empat anak, semua perempuan. Semua manis-manis sebagaimana kebanyakan perempuan Sunda. Anak yang pertama sudah menikah, anak yang kedua duduk di kelas 3 SMA, anak ketiga kelas I SMA, dan anak bungsu masih di SMP. Menurut desas-desus yang sampai di telingaku, menikahnya anak pertama adalah karena hamil duluan. Kemudian anak yang kedua pun sudah mempunyai prestasi. Nama panggilannya Ika. Dia dikabarkan sudah pernah hamil dengan pacarya, namun digugurkan. Menurut penilaianku, Ika seorang playgirl. Walaupun sudah punya pacar, pacarnya kuliah di suatu politeknik, namun dia suka mejeng dan menggoda laki-laki lain yang kelihatan keren. Kalau aku datang ke kos pacarku, dia pun suka mejeng dan bersikap genit dalam menyapaku.

lka memang mojang Sunda yang amat aduhai. Usianya akan 18 tahun. Tingginya 160 cm. Kulitnya berwarna kuning langsat dan kelihatan licin. Badannya kenyal dan berisi. Pinggangnya ramping. Buah dadanya padat dan besar membusung. Pinggulnya besar, kecuali melebar dengan indahnya juga pantatnya membusung dengan montoknya. Untuk gadis seusia dia, mungkin payudara dan pinggul yang sudah terbentuk sedemikian indahnya karena terbiasa dinaiki dan digumuli oleh pacarnya. Paha dan betisnya bagus dan mulus. Lehernya jenjang. Matanya bagus. Hidungnya mungil dan sedikit mancung. Bibirnya mempunyai garis yang sexy dan sensual, sehingga kalau memakai lipstik tidak perlu membuat garis baru, tinggal mengikuti batas bibir yang sudah ada. Rambutnya lebat yang dipotong bob dengan indahnya.

Sore itu sehabis mandi aku ke kos pacarku seperti biasanya. Di teras rumah tampak Ika sedang mengobrol dengan dua orang adiknya. Ika mengenakan baju atas ‘you can see’ dan rok span yang pendek dan ketat sehingga lengan, paha dan betisnya yang mulus itu dipertontonkan dengan jelasnya.

“Mas Bob, ngapel ke Mbak Dina? Wah... sedang nggak ada tuh. Tadi pergi sama dua temannya. Katanya mau bikin tugas,” sapa Ika dengan centilnya.

“He... masa?” balasku.

“Iya... Sudah, ngapelin Ika sajalah Mas Bob,” kata Ika dengan senyum menggoda. Edan! Cewek Sunda satu ini benar-benar menggoda hasrat. Kalau mau mengajak beneran aku tidak menolak nih, he-he-he...

“Ah, neng Ika macam-macam saja...,” tanggapanku sok menjaga wibawa. “Kak Dai belum datang?”

Pacar Ika namanya Daniel, namun Ika memanggilnya Kak Dai. Mungkin Dai adalah panggilan akrab atau panggilan masa kecil si Daniel. Daniel berasal dan Bogor. Dia ngapeli anak yang masih SMA macam minum obat saja. Dan pulang kuliah sampai malam hari. Lebih hebat dan aku, dan selama ngapel waktu dia habiskan untuk ngobrol. Atau kalau setelah waktu isya, dia masuk ke kamar Ika. Kapan dia punya kesempatan belajar?

“Wah... dua bulan ini saya menjadi singgel lagi. Kak Dai lagi kerja praktek di Riau. Makanya carikan teman Mas Bob buat menemani Ika dong, biar Ika tidak kesepian... Tapi yang keren lho,” kata Ika dengan suara yang amat manja. Edan si playgirl Sunda mi. Dia bukan tipe orang yang ngomong begitu bukan sekedar bercanda, namun tipe orang yang suka nyerempet-nyerempet hat yang berbahaya.

“Neng Ika ini... Nanti Kak Dainya ngamuk dong.”

“Kak Dai kan tidak akan tahu...”

Aku kembali memaki dalam hati. Perempuan Sunda macam Ika ini memang enak ditiduri. Enak digenjot dan dinikmati kekenyalan bagian-bagian tubuhnya.

Aku mengeluarkan kunci dan membuka pintu kamar kos Dina. Di atas meja pendek di ruang tamu ada sehelai memo dari Dina. Sambil membuka jendela ruang depan dan ruang tidur, kubaca isi memo tadi. ‘Mas Bobby, gue ngerjain tugas kelompok bersama Niken dan Wiwin. Tugasnya banyak, jadi gue malam ini tidak pulang. Gue tidur di rumah Wiwin. Di kulkas ada jeruk, ambil saja. Soen sayang, Dina’

Aku mengambil bukuku yang sehari-harinya kutinggal di tempat kos Di. Sambil menyetel radio dengan suara perlahan, aku mulai membaca buku itu. Biarlah aku belajar di situ sampai jam sepuluh malam.

Sedang asyik belajar, sekitar jam setengah sembilan malam pintu diketok dan luar. Tok-tok-tok...

Kusingkapkan korden jendela ruang tamu yang telah kututup pada jam delapan malam tadi, sesuai dengan kebiasaan pacarku. Sepertinya Ika yang berdiri di depan pintu.

“Mbak Di... Mbak Dina...,” terdengar suara Ika memanggil-manggil dan luar. Aku membuka pintu.

“Mbak Dina sudah pulang?” tanya Ika.

“Belum. Hari ini Dina tidak pulang. Tidur di rumah temannya karena banyak tugas. Ada apa?”

“Mau pinjam kalkulator, mas Bob. Sebentar saja. Buat bikin pe-er.”

“Ng... bolehlah. Pakai kalkulatorku saja, asal cepat kembali.”

“Beres deh mas Bob. Ika berjanji,” kata Ika dengan genit. Bibirnya tersenyum manis, dan pandang matanya menggoda menggemaskan.

Kuberikan kalkulatorku pada Ika. Ketika berbalik, kutatap tajam-tajam tubuhnya yang aduhai. Pinggulnya yang melebar dan montok itu menggial ke kiri-kanan, seolah menantang diriku untuk meremas¬-remasnya. Sialan! Kontholku jadi berdiri. Si ‘boy-ku ini responsif sekali kalau ada cewek cakep yang enak digenjot.

Sepeninggal Ika, sesaat aku tidak dapat berkonsentrasi. Namun kemudian kuusir pikiran yang tidak-tidak itu. Kuteruskan kembali membaca textbook yang menunjang penulisan tugas sarjana itu.

Tok-tok-tok! Baru sekitar limabelas menit pintu kembali diketok.

“Mas Bob... Mas Bob...,” terdengar Ika memanggil lirih.

Pintu kubuka. Mendadak kontholku mengeras lagi. Di depan pintu berdiri Ika dengan senyum genitnya. Bajunya bukan atasan ‘you can see’ yang dipakai sebelumnya. Dia menggunakan baju yang hanya setinggi separuh dada dengan ikatan tali ke pundaknya. Baju tersebut berwarna kuning muda dan berbahan mengkilat. Dadanya tampak membusung dengan gagahnya, yang ujungnya menonjol dengan tajam dan batik bajunya. Sepertinya dia tidak memakai BH. Juga, bau harum sekarang terpancar dan tubuhnya. Tadi, bau parfum harum semacam ini tidak tercium sama sekali, berarti datang yang kali ini si Ika menyempatkan diri memakai parfum. Kali ini bibirnya pun dipolesi lipstik pink.

“Ini kalkulatornya, Mas Bob,” kata Ika manja, membuyarkan keterpanaanku.

“Sudah selesai. Neng Ika?” tanyaku basa-basi.

“Sudah Mas Bob, namun boleh Ika minta diajari Matematika?”

“0, boleh saja kalau sekiranya bisa.”

Tanpa kupersilakan Ika menyelonong masuk dan membuka buku matematika di atas meja tamu yang rendah. Ruang tamu kamar kos pacarku itu tanpa kursi. Hanya digelari karpet tebal dan sebuah meja pendek dengan di salah satu sisinya terpasang rak buku. Aku pun duduk di hadapannya, sementara pintu masuk tertutup dengan sendirinya dengan perlahan. Memang pintu kamar kos pacarku kalau mau disengaja terbuka harus diganjal potongan kayu kecil.

“Ini mas Bob, Ika ada soal tentang bunga majemuk yang tidak tahu cara penyelesaiannya.” Ika mencari-cari halaman buku yang akan ditanyakannya.

Menunggu halaman itu ditemukan, mataku mencari kesempatan melihat ke dadanya. Amboi! Benar, Ika tidak memakai bra. Dalam posisi agak menunduk, kedua gundukan payudaranya kelihatan sangat jelas. Sungguh padat, mulus, dan indah. Kontholku terasa mengeras dan sedikit berdenyut-denyut.

Halaman yang dicari ketemu. Ika dengan centilnya membaca soal tersebut. Soalnya cukup mudah. Aku menerangkan sedikit dan memberitahu rumusnya, kemudian Ika menghitungnya. Sambil menunggu Ika menghitung, mataku mencuri pandang ke buah dada Ika. Uhhh... ranum dan segarnya.

“Kok sepi? Mamah, Ema, dan Nur sudah tidur?” tanyaku sambil menelan ludah. Kalau bapaknya tidak aku tanyakan karena dia bekerja di Cirebon yang pulangnya setiap akhir pekan.

“Sudah. Mamah sudah tidur jam setengah delapan tadi. Kemudian Erna dan Nur berangkat tidur waktu Ika bermain-main kalkulator tadi,” jawab Ika dengan tatapan mata yang menggoda.

Hasratku mulai naik. Kenapa tidak kusetubuhi saja si Ika. Mumpung sepi. Orang-orang di rumahnya sudah tidur. Kamar kos sebelah sudah sepi dan sudah mati lampunya. Berarti penghuninya juga sudah tidur. Kalau kupaksa dia meladeni hasratku, tenaganya tidak akan berarti dalam melawanku. Tetapi mengapa dia akan melawanku? jangan-jangan dia ke sini justru ingin bersetubuh denganku. Soal tanya Matematika, itu hanya sebagai atasan saja. Bukankah dia menyempatkan ganti baju, dari atasan you can see ke atasan yang memamerkan separuh payudaranya? Bukankah dia datang lagi dengan menyempatkan tidak memakai bra? Bukankah dia datang lagi dengan menyempatkan memakai parfum dan lipstik? Apa lagi artinya kalau tidak menyodorkan din?

Tiba-tiba Ika bangkit dan duduk di sebelah kananku.

“Mas Bob... ini benar nggak?” tanya Ika.

Ada kekeliruan di tengah jalan saat Ika menghitung. Antara konsentrasi dan menahan nafsu yang tengah berkecamuk, aku mengambil pensil dan menjelaskan kekeliruannya. Tiba-tiba Ika lebih mendekat ke arahku, seolah mau memperhatikan hal yang kujelaskan dan jarak yang lebih dekat. Akibatnya... gumpalan daging yang membusung di dadanya itu menekan lengan tangan kananku. Terasa hangat dan lunak, namun ketika dia lebih menekanku terasa lebih kenyal.

Dengan sengaja lenganku kutekankan ke payudaranya.

“Ih... Mas Bob nakal deh tangannya,” katanya sambil merengut manja. Dia pura-pura menjauh.

“Lho, yang salah kan Neng Ika duluan. Buah dadanya menyodok-nyodok lenganku,” jawabku.

lka cemberut. Dia mengambil buku dan kembali duduk di hadapanku. Dia terlihat kembali membetulkan yang kesalahan, namun menurut perasaanku itu hanya berpura-pura saja. Aku merasa semakin ditantang. Kenapa aku tidak berani? Memangnya aku impoten? Dia sudah berani datang ke sini malam-malam sendirian. Dia menyempatkan pakai parfum. Dia sengaja memakai baju atasan yang memamerkan gundukan payudara. Dia sengaja tidak pakai bra. Artinya, dia sudah mempersilakan diriku untuk menikmati kemolekan tubuhnya. Tinggal aku yang jadi penentunya, mau menyia-siakan kesempatan yang dia berikan atau memanfaatkannya. Kalau aku menyia-siakan berarti aku band!

Aku pun bangkit. Aku berdiri di atas lutut dan mendekatinya dari belakang. Aku pura-pura mengawasi dia dalam mengerjakan soal. Padahal mataku mengawasi tubuhnya dari belakang. Kulit punggung dan lengannya benar-benar mulus, tanpa goresan sedikitpun. Karena padat tubuhnya, kulit yang kuning langsat itu tampak licin mengkilap walaupun ditumbuhi oleh bulu-bulu rambut yang halus.

Kemudian aku menempelkan kontholku yang menegang ke punggungnya. Ika sedikit terkejut ketika merasa ada yang menempel punggungnya.

“Ih... Mas Bob jangan begitu dong...,” kata Ika manja.

“Sudah... udah-udah... Aku sekedar mengawasi pekerjaan Neng Ika,” jawabku.

lka cemberut. Namun dengan cemberut begitu, bibir yang sensual itu malah tampak menggemaskan. Sungguh sedap sekali bila dikulum-kulum dan dilumat-lumat. Ika berpura-pura meneruskan pekerjaannya. Aku semakin berani. Kontholku kutekankan ke punggungnya yang kenyal. Ika menggelinjang. Tidak tahan lagi. tubuh Ika kurengkuh dan kurebahkan di atas karpet. Bibirnya kulumat-lumat, sementara kulit punggungnya kuremas-remas. Bibir Ika mengadakan perlawanan, mengimbangi kuluman-¬kuluman bibirku yang diselingi dengan permainan lidahnya. Terlihat bahkan dalam masalah ciuman Ika yang masih kelas tiga SMA sudah sangat mahir. Bahkan mengalahkan kemahiranku.

Beberapa saat kemudian ciumanku berpindah ke lehernya yang jenjang. Bau harum terpancar dan kulitnya. Sambil kusedot-sedot kulit lehernya dengan hidungku, tanganku berpindah ke buah dadanya. Buah dada yang tidak dilindungi bra itu terasa kenyal dalam remasan tanganku. Kadang-kadang dan batik kain licin baju atasannya, putingnya kutekan-tekan dan kupelintir-pelintir dengan jari-jari tanganku. Puting itu terasa mengeras.

“Mas Bob Mas Bob buka baju saja Mas Bob...,” rintih Ika. Tanpa menunggu persetujuanku, jari-jari tangannya membuka Ikat pinggang dan ritsleteng celanaku. Aku mengimbangi, tall baju atasannya kulepas dan baju tersebut kubebaskan dan tubuhnya. Aku terpana melihat kemulusan tubuh atasnya tanpa penutup sehelai kain pun. Buah dadanya yang padat membusung dengan indahnya. Ditimpa sinar lampu neon ruang tamu, payudaranya kelihatan amat mulus dan licin. Putingnya berdiri tegak di ujung gumpalan payudara. Putingnya berwarna pink kecoklat-coklatan, sementara puncak bukit payudara di sekitarnya berwarna coklat tua dan sedikit menggembung dibanding dengan permukaan kulit payudaranya.

Celana panjang yang sudah dibuka oleh Ika kulepas dengan segera. Menyusul. kemeja dan kaos singlet kulepas dan tubuhku. Kini aku cuma tertutup oleh celana dalamku, sementara Ika tertutup oleh rok span ketat yang mempertontonkan bentuk pinggangnya yang ramping dan bentuk pinggulnya yang melebar dengan bagusnya. Ika pun melepaskan rok spannya itu, sehingga pinggul yang indah itu kini hanya terbungkus celana dalam minim yang tipis dan berwarna pink. Di daerah bawah perutnya, celana dalam itu tidak mampu menyembunyikan warna hitam dari jembut lebat Ika yang terbungkus di dalamnya. Juga, beberapa helai jembut Ika tampak keluar dan lobang celana dalamnya.

lka memandangi dadaku yang bidang. Kemudian dia memandang ke arah kontholku yang besar dan panjang, yang menonjol dari balik celana dalamku. Pandangan matanya memancarkan nafsu yang sudah menggelegak. Perlahan aku mendekatkan badanku ke badannya yang sudah terbaring pasrah. Kupeluk tubuhnya sambil mengulum kembali bibirnya yang hangat. Ika pun mengimbanginya. Dia memeluk leherku sambil membalas kuluman di bibirnya. Payudaranya pun menekan dadaku. Payudara itu terasa kenyal dan lembut. Putingnya yang mengeras terasa benar menekan dadaku. Aku dan Ika saling mengulum bibir, saling menekankan dada, dan saling meremas kulit punggung dengan penuh nafsu.

Ciumanku berpindah ke leher Ika. Leher mulus yang memancarkan keharuman parfum yang segar itu kugumuli dengan bibir dan hidungku. Ika mendongakkan dagunya agar aku dapat menciumi segenap pori-pori kulit lehernya.

“Ahhh... Mas Bob... Ika sudah menginginkannya dan kemarin... Gelutilah tubuh Ika... puasin Ika ya Mas Bob...,” bisik Ika terpatah-patah.

Aku menyambutnya dengan penuh antusias. Kini wajahku bergerak ke arah payudaranya. Payudaranya begitu menggembung dan padat. namun berkulit lembut. Bau keharuman yang segar terpancar dan pori-porinya. Agaknya Ika tadi sengaja memakai parfum di sekujur payudaranya sebelum datang ke sini. Aku menghirup kuat-kuat lembah di antara kedua bukit payudaranya itu. Kemudian wajahku kugesek-gesekkan di kedua bukit payudara itu secara bergantian, sambil hidungku terus menghirup keharuman yang terpancar dan kulit payudara. Puncak bukit payudara kanannya pun kulahap dalam mulutku. Kusedot kuat-kuat payudara itu sehingga daging yang masuk ke dalam mulutku menjadi sebesar-besarnya. Ika menggelinjang.

“Mas Bob... ngilu... ngilu...,” rintih Ika.

Gelinjang dan rintihan Ika itu semakin membangkitkan hasratku. Kuremas bukit payudara sebelah kirinya dengan gemasnya, sementara puting payudara kanannya kumainkan dengan ujung lidahku. Puting itu kadang kugencet dengan tekanan ujung lidah dengan gigi. Kemudian secara mendadak kusedot kembali payudara kanan itu kuat-kuat. sementara jari tanganku menekan dan memelintir puting payudara kirinya. Ika semakin menggelinjang-gelinjang seperti ikan belut yang memburu makanan sambil mulutnya mendesah-desah.

“Aduh mas Booob... ssshh... ssshhh... ngilu mas Booob... ssshhh... geli... geli...,” cuma kata-kata itu yang berulang-ulang keluar dan mulutnya yang merangsang.

Aku tidak puas dengan hanya menggeluti payudara kanannya. Kini mulutku berganti menggeluti payudara kiri. sementara tanganku meremas-remas payudara kanannya kuat-kuat. Kalau payudara kirinya kusedot kuat-kuat. tanganku memijit-mijit dan memelintir-pelintir puting payudara kanannya. Sedang bila gigi dan ujung lidahku menekan-nekan puting payudara kiri, tanganku meremas sebesar-besarnya payudara kanannya dengan sekuat-kuatnya.

“Mas Booob... kamu nakal.... ssshhh... ssshhh... ngilu mas Booob... geli...” Ika tidak henti-hentinya menggelinjang dan mendesah manja.

Setelah puas dengan payudara, aku meneruskan permainan lidah ke arah perut Ika yang rata dan berkulit amat mulus itu. Mulutku berhenti di daerah pusarnya. Aku pun berkonsentrasi mengecupi bagian pusarnya. Sementara kedua telapak tanganku menyusup ke belakang dan meremas-remas pantatnya yang melebar dan menggembung padat. Kedua tanganku menyelip ke dalam celana yang melindungi pantatnya itu. Perlahan¬-lahan celana dalamnya kupelorotkan ke bawah. Ika sedikit mengangkat pantatnya untuk memberi kemudahan celana dalamnya lepas. Dan dengan sekali sentakan kakinya, celana dalamnya sudah terlempar ke bawah.

Saat berikutnya, terhamparlah pemandangan yang luar biasa merangsangnya. Jembut Ika sungguh lebat dan subur sekali. Jembut itu mengitari bibir memek yang berwarna coklat tua. Sambil kembali menciumi kulit perut di sekitar pusarnya, tanganku mengelus-elus pahanya yang berkulit licin dan mulus. Elusanku pun ke arah dalam dan merangkak naik. Sampailah jari-jari tanganku di tepi kiri-kanan bibir luar memeknya. Tanganku pun mengelus-elus memeknya dengan dua jariku bergerak dan bawah ke atas. Dengan mata terpejam, Ika berinisiatif meremas-remas payudaranya sendiri. Tampak jelas kalau Ika sangat menikmati permainan ini.

Perlahan kusibak bibir memek Ika dengan ibu jari dan telunjukku mengarah ke atas sampai kelentitnya menongol keluar. Wajahku bergerak ke memeknya, sementara tanganku kembali memegangi payudaranya. Kujilati kelentit Ika perlahan-lahan dengan jilatan-jilatan pendek dan terputus-putus sambil satu tanganku mempermainkan puting payudaranya.

“Au Mas Bob... shhhhh... betul... betul di situ mas Bob... di situ... enak mas... shhhh...,” Ika mendesah-desah sambil matanya merem-melek. Bulu alisnya yang tebal dan indah bergerak ke atas-bawah mengimbangi gerakan merem-meleknya mata. Keningnya pun berkerut pertanda dia sedang mengalami kenikmatan yang semakin meninggi.

Aku meneruskan permainan lidah dengan melakukan jilatan-jilatan panjang dan lubang anus sampai ke kelentitnya.

Karena gerakan ujung hidungku pun secara berkala menyentuh memek Ika. Terasa benar bahkan dinding vaginanya mulai basah. Bahkan sebagian cairan vaginanya mulai mengalir hingga mencapai lubang anusnya. Sesekali pinggulnya bergetar. Di saat bergetar itu pinggulnya yang padat dan amat mulus kuremas kuat-kuat sambil ujung hidungku kutusukkan ke lobang memeknya.

“Mas Booob... enak sekali mas Bob...,” Ika mengerang dengan kerasnya. Aku segera memfokuskan jilatan-jilatan lidah serta tusukan-tusukan ujung hidung di vaginanya. Semakin lama vagina itu semakin basah saja. Dua jari tanganku lalu kumasukkan ke lobang memeknya. Setelah masuk hampir semuanya, jari kubengkokkan ke arah atas dengan tekanan yang cukup terasa agar kena ‘G-spot’-nya. Dan berhasil!

“Auwww... mas Bob...!” jerit Ika sambil menyentakkan pantat ke atas. sampai-sampai jari tangan yang sudah terbenam di dalam memek terlepas. Perut bawahnya yang ditumbuhi bulu-bulu jembut hitam yang lebat itu pun menghantam ke wajahku. Bau harum dan bau khas cairan vaginanya merasuk ke sel-sel syaraf penciumanku.

Aku segera memasukkan kembali dua jariku ke dalam vagina Ika dan melakukan gerakan yang sama. Kali ini aku mengimbangi gerakan jariku dengan permainan lidah di kelentit Ika. Kelentit itu tampak semakin menonjol sehingga gampang bagiku untuk menjilat dan mengisapnya. Ketika kelentit itu aku gelitiki dengan lidah serta kuisap-isap perlahan, Ika semakin keras merintih-rintih bagaikan orang yang sedang mengalami sakit demam. Sementara pinggulnya yang amat aduhai itu menggial ke kiri-kanan dengan sangat merangsangnya.

“Mas Bob... mas Bob... mas Bob...,” hanya kata-kata itu yang dapat diucapkan Ika karena menahan kenikmatan yang semakin menjadi-jadi.

Permainan jari-jariku dan lidahku di memeknya semakin bertambah ganas. Ika sambil mengerang¬-erang dan menggeliat-geliat meremas apa saja yang dapat dia raih. Meremas rambut kepalaku, meremas bahuku, dan meremas payudaranya sendiri.

“Mas Bob... Ika sudah tidak tahan lagi... Masukin konthol saja mas Bob... Ohhh... sekarang juga mas Bob...! Sshhh. . . ,“ erangnya sambil menahan nafsu yang sudah menguasai segenap tubuhnya.

Namun aku tidak perduli. Kusengaja untuk mempermainkan Ika terlebih dahulu. Aku mau membuatnya orgasme, sementara aku masih segar bugar. Karena itu lidah dan wajahku kujauhkan dan memeknya. Kemudian kocokan dua jari tanganku di dalam memeknya semakin kupercepat. Gerakan jari tanganku yang di dalam memeknya ke atas-bawah, sampai terasa ujung jariku menghentak-hentak dinding atasnya secara perlahan-lahan. Sementara ibu jariku mengusap-usap dan menghentak-hentak kelentitnya. Gerakan jari tanganku di memeknya yang basah itu sampai menimbulkan suara crrk-crrrk-crrrk-crrk crrrk... Sementara dan mulut Ika keluar pekikan-pekikan kecil yang terputus-putus:

“Ah-ah-ah-ah-ah...”

Sementara aku semakin memperdahsyat kocokan jari-jariku di memeknya, sambil memandangi wajahnya. Mata Ika merem-melek, sementara keningnya berkerut-kerut.

Crrrk! Crrrk! Crrek! Crek! Crek! Crok! Crok! Suara yang keluar dan kocokan jariku di memeknya semakin terdengar keras. Aku mempertahankan kocokan tersebut. Dua menit sudah si Ika mampu bertahan sambil mengeluarkan jeritan-jeritan yang membangkitkan nafsu. Payudaranya tampak semakin kencang dan licin, sedang putingnya tampak berdiri dengan tegangnya.

Sampai akhirnya tubuh Ika mengejang hebat. Pantatnya terangkat tinggi-tinggi. Matanya membeliak-¬beliak. Dan bibirnya yang sensual itu keluar jeritan hebat, “Mas Booo00oob ...!“ Dua jariku yang tertanam di dalam vagina Ika terasa dijepit oleh dindingnya dengan kuatnya. Seiring dengan keluar masuknya jariku dalam vaginanya, dan sela-sela celah antara tanganku dengan bibir memeknya terpancarlah semprotan cairan vaginanya dengan kuatnya. Prut! Prut! Pruttt! Semprotan cairan tersebut sampai mencapai pergelangan tanganku.

Beberapa detik kemudian Ika terbaring lemas di atas karpet. Matanya memejam rapat. Tampaknya dia baru saja mengalami orgasme yang begitu hebat. Kocokan jari tanganku di vaginanya pun kuhentikan. Kubiarkan jari tertanam dalam vaginanya sampai jepitan dinding vaginanya terasa lemah. Setelah lemah. jari tangan kucabut dan memeknya. Cairan vagina yang terkumpul di telapak tanganku pun kubersihkan dengan kertas tissue.

Ketegangan kontholku belum juga mau berkurang. Apalagi tubuh telanjang Ika yang terbaring diam di hadapanku itu benar-benar aduhai. seolah menantang diriku untuk membuktikan kejantananku pada tubuh mulusnya. Aku pun mulai menindih kembali tubuh Ika, sehingga kontholku yang masih di dalam celana dalam tergencet oleh perut bawahku dan perut bawahnya dengan enaknya. Sementara bibirku mengulum-kulum kembali bibir hangat Ika, sambil tanganku meremas-remas payudara dan mempermainkan putingnya. Ika kembali membuka mata dan mengimbangi serangan bibirku. Tubuhnya kembali menggelinjang-gelinjang karena menahan rasa geli dan ngilu di payudaranya.

Setelah puas melumat-lumat bibir. wajahku pun menyusuri leher Ika yang mulus dan harum hingga akhirnya mencapai belahan dadanya. Wajahku kemudian menggeluti belahan payudaranya yang berkulit lembut dan halus, sementara kedua tanganku meremas-remas kedua belah payudaranya. Segala kelembutan dan keharuman belahan dada itu kukecupi dengan bibirku. Segala keharuman yang terpancar dan belahan payudara itu kuhirup kuat-kuat dengan hidungku, seolah tidak rela apabila ada keharuman yang terlewatkan sedikitpun.

Kugesek-gesekkan memutar wajahku di belahan payudara itu. Kemudian bibirku bergerak ke atas bukit payudara sebelah kiri. Kuciumi bukit payudara yang membusung dengan gagahnya itu. Dan kumasukkan puting payudara di atasnya ke dalam mulutku. Kini aku menyedot-sedot puting payudara kiri Ika. Kumainkan puting di dalam mulutku itu dengan lidahku. Sedotan kadang kuperbesar ke puncak bukit payudara di sekitar puting yang berwarna coklat.

“Ah... ah... mas Bob... geli... geli ...,“ mulut indah Ika mendesis-desis sambil menggeliatkan tubuh ke kiri-kanan. bagaikan desisan ular kelaparan yang sedang mencari mangsa.

Aku memperkuat sedotanku. Sementara tanganku meremas-remas payudara kanan Ika yang montok dan kenyal itu. Kadang remasan kuperkuat dan kuperkecil menuju puncak bukitnya, dan kuakhiri dengan tekanan-tekanan kecil jari telunjuk dan ibu jariku pada putingnya.

“Mas Bob... hhh... geli... geli... enak... enak... ngilu... ngilu...”

Aku semakin gemas. Payudara aduhai Ika itu kumainkan secara bergantian, antara sebelah kiri dan sebelah kanan. Bukit payudara kadang kusedot besarnya-besarnya dengan tenaga isap sekuat-kuatnya, kadang yang kusedot hanya putingnya dan kucepit dengan gigi atas dan lidah. Belahan lain kadang kuremas dengan daerah tangkap sebesar-besarnya dengan remasan sekuat-kuatnya, kadang hanya kupijit-pijit dan kupelintir-pelintir kecil puting yang mencuat gagah di puncaknya.

“Ah... mas Bob... terus mas Bob... terus... hzzz... ngilu... ngilu...” Ika mendesis-desis keenakan. Hasratnya tampak sudah kembali tinggi. Matanya kadang terbeliak-beliak. Geliatan tubuhnya ke kanan-kini semakin sening fnekuensinya.

Sampai akhirnya Ika tidak kuat mehayani senangan-senangan keduaku. Dia dengan gerakan eepat memehorotkan celana dalamku hingga tunun ke paha. Aku memaklumi maksudnya, segera kulepas eelana dalamku. Jan-jari tangan kanan Ika yang mulus dan lembut kemudian menangkap kontholku yang sudah berdiri dengan gagahnya. Sejenak dia memperlihatkan rasa terkejut.

“Edan... mas Bob, edan... Kontholmu besar sekali... Konthol pacan-pacanku dahulu dan juga konthol kak Dai tidak sampai sebesar in Edan... edan...,” ucapnya terkagum-kagum. Sambil membiankan mulut, wajah, dan tanganku terus memainkan dan menggeluti kedua belah payudaranya, jan-jari lentik tangan kanannya meremas¬remas perlahan kontholku secara berirama, seolah berusaha mencari kehangatan dan kenikmatan di hiatnya menana kejantananku. Remasannya itu mempenhebat vohtase dam rasa nikmat pada batang kontholku.

“Mas Bob. kita main di atas kasur saja...,” ajak Ika dengan sinar mata yang sudah dikuasai nafsu binahi.

Aku pun membopong tubuh telanjang Ika ke ruang dalam, dan membaringkannya di atas tempat tidun pacarku. Ranjang pacarku ini amat pendek, dasan kasurnya hanya terangkat sekitar 6 centimeter dari lantai. Ketika kubopong. Ika tidak mau melepaskan tangannya dari leherku. Bahkan, begitu tubuhnya menyentuh kasur, tangannya menanik wajahku mendekat ke wajahnya. Tak ayal lagi, bibirnya yang pink menekan itu melumat bibirku dengan ganasnya. Aku pun tidak mau mengalah. Kulumat bibirnya dengan penuh nafsu yang menggelora, sementara tanganku mendekap tubuhnya dengan kuatnya. Kuhit punggungnya yang halus mulus kuremas-remas dengan gemasnya.

Kemudian aku menindih tubuh Ika. Kontholku terjepit di antara pangkal pahanya yang mulus dan perut bawahku sendiri. Kehangatan kulit pahanya mengalir ke batang kontholku yang tegang dan keras. Bibirku kemudian melepaskan bibir sensual Ika. Kecupan bibirku pun turun. Kukecup dagu Ika yang bagus. Kukecup leher jenjang Ika yang memancarkan bau wangi dan segarnya parfum yang dia pakai. Kuciumi dan kugeluti leher indah itu dengan wajahku, sementara pantatku mulai bergerak aktif sehingga kontholku menekan dan menggesek-gesek paha Ika. Gesekan di kulit paha yang licin itu membuat batang kontholku bagai diplirit-plirit. Kepala kontholku merasa geli-geli enak oleh gesekan-gesekan paha Ika.

Puas menggeluti leher indah, wajahku pun turun ke buah dada montok Ika. Dengan gemas dan ganasnya aku membenamkan wajahku ke belahan dadanya, sementara kedua tanganku meraup kedua belah payudaranya dan menekannya ke arah wajahku. Keharuman payudaranya kuhirup sepuas-puasku. Belum puas dengan menyungsep ke belahan dadanya, wajahku kini menggesek-gesek memutar sehingga kedua gunung payudaranya tertekan-tekan oleh wajahku secara bergantian. Sungguh sedap sekali rasanya ketika hidungku menyentuh dan menghirup dalam-dalam daging payudara yang besar dan kenyal itu. Kemudian bibirku meraup puncak bukit payudara kiri Ika. Daerah payudara yang kecoklat-coklatan beserta putingnya yang pink kecoklat-coklatan itu pun masuk dalam mulutku. Kulahap ujung payudara dan putingnya itu dengan bernafsunya, tak ubahnya seperti bayi yang menetek susu setelah kelaparan selama seharian. Di dalam mulutku, puting itu kukulum-kulum dan kumainkan dengan lidahku.

“Mas Bob... geli... geli ...,“ kata Ika kegelian.

Aku tidak perduli. Aku terus mengulum-kulum puncak bukit payudara Ika. Putingnya terasa di lidahku menjadi keras. Kemudian aku kembali melahap puncak bukit payudara itu sebesar-besarnya. Apa yang masuk dalam mulutku kusedot sekuat-kuatnya. Sementara payudara sebelah kanannya kuremas sekuat-kuatnya

dengan tanganku. Hal tersebut kulakukan secara bergantian antara payudara kiri dan payudara kanan Ika. Sementara kontholku semakin menekan dan menggesek-gesek dengan beriramanya di kulit pahanya. Ika semakin menggelinjang-gelinjang dengan hebatnya.

“Mas Bob... mas Bob... ngilu... ngilu... hihhh... nakal sekali tangan dan mulutmu... Auw! Sssh... ngilu... ngilu...,” rintih Ika. Rintihannya itu justru semakin mengipasi api nafsuku. Api nafsuku semakin berkobar-kobar. Semakin ganas aku mengisap-isap dan meremas-remas payudara montoknya. Sementara kontholku berdenyut-denyut keenakan merasakan hangat dan licinnya paha Ika.

Akhirnya aku tidak sabar lagi. Kulepaskan payudara montok Ika dari gelutan mulut dan tanganku. Bibirku kini berpindah menciumi dagu dan lehernya, sementara tanganku membimbing kontholku untuk mencari liang memeknya. Kuputar-putarkan dahulu kepala kontholku di kelebatan jembut di sekitar bibir memek Ika. Bulu-bulu jembut itu bagaikan menggelitiki kepala kontholku. Kepala kontholku pun kegelian. Geli tetapi enak.

“Mas Bob... masukkan seluruhnya mas Bob... masukkan seluruhnya... Mas Bob belum pernah merasakan memek Mbak Dina kan? Mbak Dina orang kuno... tidak mau merasakan konthol sebelum nikah. Padahal itu surga dunia... bagai terhempas langit ke langit ketujuh. mas Bob...”

Jan-jari tangan Ika yang lentik meraih batang kontholku yang sudah amat tegang. Pahanya yang mulus itu dia buka agak lebar.

“Edan... edan... kontholmu besar dan keras sekali, mas Bob...,” katanya sambil mengarahkan kepala kontholku ke lobang memeknya.

Sesaat kemudian kepala kontholku menyentuh bibir memeknya yang sudah basah. Kemudian dengan perlahan-lahan dan sambil kugetarkan, konthol kutekankan masuk ke liang memek. Kini seluruh kepala kontholku pun terbenam di dalam memek. Daging hangat berlendir kini terasa mengulum kepala kontholku dengan enaknya.

Aku menghentikan gerak masuk kontholku.

“Mas Bob... teruskan masuk, Bob... Sssh... enak... jangan berhenti sampai situ saja...,” Ika protes atas tindakanku. Namun aku tidak perduli. Kubiarkan kontholku hanya masuk ke lobang memeknya hanya sebatas kepalanya saja, namun kontholku kugetarkan dengan amplituda kecil. Sementara bibir dan hidungku dengan ganasnya menggeluti lehernya yang jenjang, lengan tangannya yang harum dan mulus, dari ketiaknya yang bersih dari bulu ketiak. Ika menggelinjang-gelinjang dengan tidak karuan.

“Sssh... sssh... enak... enak... geli... geli, mas Bob. Geli... Terus masuk, mas Bob...”

Bibirku mengulum kulit lengan tangannya dengan kuat-kuat. Sementara gerakan kukonsentrasikan pada pinggulku. Dan... satu... dua... tiga! Kontholku kutusukkan sedalam-dalamnya ke dalam memek Ika dengan sangat cepat dan kuatnya. Plak! Pangkal pahaku beradu dengan pangkal pahanya yang mulus yang sedang dalam posisi agak membuka dengan kerasnya. Sementara kulit batang kontholku bagaikan diplirit oleh bibir dan daging lobang memeknya yang sudah basah dengan kuatnya sampai menimbulkan bunyi: srrrt!

“Auwww!” pekik Ika.

Aku diam sesaat, membiarkan kontholku tertanam seluruhnya di dalam memek Ika tanpa bergerak sedikit pun.

“Sakit mas Bob... Nakal sekali kamu... nakal sekali kamu....” kata Ika sambil tangannya meremas punggungku dengan kerasnya.

Aku pun mulai menggerakkan kontholku keluar-masuk memek Ika. Aku tidak tahu, apakah kontholku yang berukuran panjang dan besar ataukah lubang memek Ika yang berukuran kecil. Yang saya tahu, seluruh bagian kontholku yang masuk memeknya serasa dipijit-pijit dinding lobang memeknya dengan agak kuatnya. Pijitan dinding memek itu memberi rasa hangat dan nikmat pada batang kontholku.

“Bagaimana Ika, sakit?” tanyaku

“Sssh... enak sekali... enak sekali... Barangmu besar dan panjang sekali... sampai-sampai menyumpal penuh seluruh penjuru lobang memekku...,” jawab Ika.

Aku terus memompa memek Ika dengan kontholku perlahan-lahan. Payudara kenyalnya yang menempel di dadaku ikut terpilin-pilin oleh dadaku akibat gerakan memompa tadi. Kedua putingnya yang sudah mengeras seakan-akan mengkilik-kilik dadaku yang bidang. Kehangatan payudaranya yang montok itu mulai terasa mengalir ke dadaku. Kontholku serasa diremas-remas dengan berirama oleh otot-otot memeknya sejalan dengan genjotanku tersebut. Terasa hangat dan enak sekali. Sementara setiap kali menusuk masuk kepala kontholku menyentuh suatu daging hangat di dalam memek Ika. Sentuhan tersebut serasa menggelitiki kepala konthol sehingga aku merasa sedikit kegelian. Geli-geli nikmat.

Kemudian aku mengambil kedua kakinya yang kuning langsat mulus dan mengangkatnya. Sambil menjaga agar kontholku tidak tercabut dari lobang memeknya, aku mengambil posisi agak jongkok. Betis kanan Ika kutumpangkan di atas bahuku, sementara betis kirinya kudekatkan ke wajahku. Sambil terus mengocok memeknya perlahan dengan kontholku, betis kirinya yang amat indah itu kuciumi dan kukecupi dengan gemasnya. Setelah puas dengan betis kiri, ganti betis kanannya yang kuciumi dan kugeluti, sementara betis kirinya kutumpangkan ke atas bahuku. Begitu hal tersebut kulakukan beberapa kali secara bergantian, sambil mempertahankan rasa nikmat di kontholku dengan mempertahankan gerakan maju-mundur perlahannya di memek Ika.

Setelah puas dengan cara tersebut, aku meletakkan kedua betisnya di bahuku, sementara kedua telapak tanganku meraup kedua belah payudaranya. Masih dengan kocokan konthol perlahan di memeknya, tanganku meremas-remas payudara montok Ika. Kedua gumpalan daging kenyal itu kuremas kuat-kuat secara berirama. Kadang kedua putingnya kugencet dan kupelintir-pelintir secara perlahan. Puting itu semakin mengeras, dan bukit payudara itu semakin terasa kenyal di telapak tanganku. Ika pun merintih-rintih keenakan. Matanya merem-melek, dan alisnya mengimbanginya dengan sedikit gerakan tarikan ke atas dan ke bawah.

“Ah... mas Bob, geli... geli... Tobat... tobat... Ngilu mas Bob, ngilu... Sssh... sssh... terus mas Bob, terus.... Edan... edan... kontholmu membuat memekku merasa enak sekali... Nanti jangan disemprotkan di luar memek, mas Bob. Nyemprot di dalam saja... aku sedang tidak subur...”

Aku mulai mempercepat gerakan masuk-keluar kontholku di memek Ika.

“Ah-ah-ah... benar, mas Bob. benar... yang cepat... Terus mas Bob, terus...”

Aku bagaikan diberi spirit oleh rintihan-rintihan Ika. tenagaku menjadi berlipat ganda. Kutingkatkan kecepatan keluar-masuk kontholku di memek Ika. Terus dan terus. Seluruh bagian kontholku serasa diremas¬-remas dengan cepatnya oleh daging-daging hangat di dalam memek Ika. Mata Ika menjadi merem-melek dengan cepat dan indahnya. Begitu juga diriku, mataku pun merem-melek dan mendesis-desis karena merasa keenakan yang luar biasa.

“Sssh... sssh... Ika... enak sekali... enak sekali memekmu... enak sekali memekmu...”

“Ya mas Bob, aku juga merasa enak sekali... terusss... terus mas Bob, terusss...”

Aku meningkatkan lagi kecepatan keluar-masuk kontholku pada memeknya. Kontholku terasa bagai diremas-remas dengan tidak karu-karuan.

“Mas Bob... mas Bob... edan mas Bob, edan... sssh... sssh... Terus... terus... Saya hampir keluar nih mas Bob...

sedikit lagi... kita keluar sama-sama ya Booob...,” Ika jadi mengoceh tanpa kendali.

Aku mengayuh terus. Aku belum merasa mau keluar. Namun aku harus membuatnya keluar duluan. Biar perempuan Sunda yang molek satu ini tahu bahwa lelaki Jawa itu perkasa. Biar dia mengakui kejantanan orang Jawa yang bernama mas Bobby. Sementara kontholku merasakan daging-daging hangat di dalam memek Ika bagaikan berdenyut dengan hebatnya.

“Mas Bob... mas Bobby... mas Bobby...,” rintih Ika. Telapak tangannya memegang kedua lengan tanganku seolah mencari pegangan di batang pohon karena takut jatuh ke bawah.

lbarat pembalap, aku mengayuh sepeda balapku dengan semakin cepatnya. Bedanya, dibandingkan dengan pembalap aku lebih beruntung. Di dalam “mengayuh sepeda” aku merasakan keenakan yang luar biasa di sekujur kontholku. Sepedaku pun mempunyai daya tarik tersendiri karena mengeluarkan rintihan-rintihan keenakan yang tiada terkira.

“Mas Bob... ah-ah-ah-ah-ah... Enak mas Bob, enak... Ah-ah-ah-ah-ah... Mau keluar mas Bob... mau keluar... ah-ah-ah-ah-ah... sekarang ke-ke-ke...”

Tiba-tiba kurasakan kontholku dijepit oleh dinding memek Ika dengan sangat kuatnya. Di dalam memek, kontholku merasa disemprot oleh cairan yang keluar dari memek Ika dengan cukup derasnya. Dan telapak tangan Ika meremas lengan tanganku dengan sangat kuatnya. Mulut sensual Ika pun berteriak tanpa kendali:

“...keluarrr...!”

Mata Ika membeliak-beliak. Sekejap tubuh Ika kurasakan mengejang.

Aku pun menghentikan genjotanku. Kontholku yang tegang luar biasa kubiarkan diam tertanam dalam memek Ika. Kontholku merasa hangat luar biasa karena terkena semprotan cairan memek Ika. Kulihat mata Ika kemudian memejam beberapa saat dalam menikmati puncak orgasmenya.

Setelah sekitar satu menit berlangsung, remasan tangannya pada lenganku perlahan-lahan mengendur. Kelopak matanya pun membuka, memandangi wajahku. Sementara jepitan dinding memeknya pada kontholku berangsur-angsur melemah. walaupun kontholku masih tegang dan keras. Kedua kaki Ika lalu kuletakkan kembali di atas kasur dengan posisi agak membuka. Aku kembali menindih tubuh telanjang Ika dengan mempertahankan agar kontholku yang tertanam di dalam memeknya tidak tercabut.

“Mas Bob... kamu luar biasa... kamu membawaku ke langit ke tujuh,” kata Ika dengan mimik wajah penuh kepuasan. “Kak Dai dan pacar-pacarku yang dulu tidak pernah membuat aku ke puncak orgasme seperti ml. Sejak Mbak Dina tinggal di sini, Ika suka membenarkan mas Bob saat berhubungan dengan Kak Dai.”

Aku senang mendengar pengakuan Ika itu. berarti selama aku tidak bertepuk sebelah tangan. Aku selalu membayangkan kemolekan tubuh Ika dalam masturbasiku, sementara dia juga membayangkan kugeluti

dalam onaninya. Bagiku. Dina bagus dijadikan istri dan ibu anak-anakku kelak, namun tidak dapat dipungkiri bahwa tubuh aduhai Ika enak digeluti dan digenjot dengan penuh nafsu.

“Mas Bob... kamu seperti yang kubayangkan. Kamu jantan... kamu perkasa... dan kamu berhasil membawaku ke puncak orgasme. Luar biasa nikmatnya...”

Aku bangga mendengar ucapan Ika. Dadaku serasa mengembang. Dan bagai anak kecil yang suka pujian, aku ingin menunjukkan bahwa aku lebih perkasa dari dugaannya. Perempuan Sunda ini harus kewalahan menghadapi genjotanku. Perempuan Sunda ini harus mengakui kejantanan dan keperkasaanku. Kebetulan aku saat ini baru setengah perjalanan pendakianku di saat Ika sudah mencapai orgasmenya. Kontholku masih tegang di dalam memeknya. Kontholku masih besar dan keras, yang hams menyemprotkan pelurunya agar kepalaku tidak pusing.

Aku kembali mendekap tubuh mulus Ika, yang di bawah sinar lampu kuning kulit tubuhnya tampak sangat mulus dan licin. Kontholku mulai bergerak keluar-masuk lagi di memek Ika, namun masih dengan gerakan perlahan. Dinding memek Ika secara berargsur-angsur terasa mulai meremas-remas kontholku. Terasa hangat dan enak. Namun sekarang gerakan kontholku lebih lancar dibandingkan dengan tadi. Pasti karena adanya cairan orgasme yang disemprotkan oleh memek Ika beberapa saat yang lalu.

“Ahhh... mas Bob... kau langsung memulainya lagi... Sekarang giliranmu... semprotkan air manimu ke dinding-dinding memekku... Sssh...,” Ika mulai mendesis-desis lagi.

Bibirku mulai memagut bibir merekah Ika yang amat sensual itu dan melumat-lumatnya dengan gemasnya. Sementara tangan kiriku ikut menyangga berat badanku, tangan kananku meremas-remas payudara montok Ika serta memijit-mijit putingnya, sesuai dengan mama gerak maju-mundur kontholku di memeknya.

“Sssh... sssh... sssh... enak mas Bob, enak... Terus... teruss... terusss...,” desis bibir Ika di saat berhasil melepaskannya dari serbuan bibirku. Desisan itu bagaikan mengipasi gelora api birahiku.

Sambil kembali melumat bibir Ika dengan kuatnya, aku mempercepat genjotan kontholku di memeknya. Pengaruh adanya cairan di dalam memek Ika, keluar-masuknya konthol pun diiringi oleh suara, “srrt-srret srrrt-srrret srrt-srret...” Mulut Ika di saat terbebas dari lumatan bibirku tidak henti-hentinya mengeluarkan rintih kenikmatan,

“Mas Bob... ah... mas Bob... ah... mas Bob... hhb... mas Bob... ahh...”

Kontholku semakin tegang. Kulepaskan tangan kananku dari payudaranya. Kedua tanganku kini dari ketiak Ika menyusup ke bawah dan memeluk punggung mulusnya. Tangan Ika pun memeluk punggungku dan mengusap-usapnya. Aku pun memulai serangan dahsyatku. Keluar-masuknya kontholku ke dalam memek Ika sekarang berlangsung dengan cepat dan berirama. Setiap kali masuk, konthol kuhunjamkan keras-keras agar menusuk memek Ika sedalam-dalamnya. Dalam perjalanannya, batang kontholku bagai diremas dan dihentakkan kuat-kuat oleh dinding memek Ika. Sampai di langkah terdalam, mata Ika membeliak sambil bibirnya mengeluarkan seruan tertahan, “Ak!” Sementara daging pangkal pahaku bagaikan menampar daging pangkal pahanya sampai berbunyi: plak! Di saat bergerak keluar memek, konthol kujaga agar kepalanya yang mengenakan helm tetap tertanam di lobang memek. Remasan dinding memek pada batang kontholku pada gerak keluar ini sedikit lebih lemah dibanding dengan gerak masuknya. Bibir memek yang mengulum batang kontholku pun sedikit ikut tertarik keluar, seolah tidak rela bila sampai ditinggal keluar oleh batang kontholku. Pada gerak keluar ini Bibir Ika mendesah, “Hhh...”

Aku terus menggenjot memek Ika dengan gerakan cepat dan menghentak-hentak. Remasan yang luar biasa kuat, hangat, dan enak sekali bekerja di kontholku. Tangan Ika meremas punggungku kuat-kuat di saat kontholku kuhunjam masuk sejauh-jauhnya ke lobang memeknya. beradunya daging pangkal paha menimbulkan suara: Plak! Plak! Plak! Plak! Pergeseran antara kontholku dan memek Ika menimbulkan bunyi srottt-srrrt... srottt-srrrt... srottt-srrrtt... Kedua nada tersebut diperdahsyat oleh pekikan-pekikan kecil yang merdu yang keluar dari bibir Ika:

“Ak! Uhh... Ak! Hhh... Ak! Hhh...”

Kontholku terasa empot-empotan luar biasa. Rasa hangat, geli, dan enak yang tiada tara membuatku tidak kuasa menahan pekikan-pekikan kecil:

“lka... Ika... edan... edan... Enak sekali Ika... Memekmu enak sekali... Memekmu hangat sekali... edan... jepitan memekmu enak sekali...”

“Mas Bob... mas Bob... terus mas Bob rintih Ika, “enak mas Bob... enaaak... Ak! Ak! Ak! Hhh... Ak! Hhh... Ak! Hhh...”

Tiba-tiba rasa gatal menyelimuti segenap penjuru kontholku. Gatal yang enak sekali. Aku pun mengocokkan kontholku ke memeknya dengan semakin cepat dan kerasnya. Setiap masuk ke dalam, kontholku berusaha menusuk lebih dalam lagi dan lebih cepat lagi dibandingkan langkah masuk sebelumnya. Rasa gatal dan rasa enak yang luar biasa di konthol pun semakin menghebat.

“Ika... aku... aku...” Karena menahan rasa nikmat dan gatal yang luar biasa aku tidak mampu menyelesaikan ucapanku yang memang sudah terbata-bata itu.

“Mas Bob... mas Bob... mas Bob! Ak-ak-ak... Aku mau keluar lagi... Ak-ak-ak... aku ke-ke-ke...”

Tiba-tiba kontholku mengejang dan berdenyut dengan amat dahsyatnya. Aku tidak mampu lagi menahan rasa gatal yang sudah mencapai puncaknya. Namun pada saat itu juga tiba-tiba dinding memek Ika mencekik kuat sekali. Dengan cekikan yang kuat dan enak sekali itu. aku tidak mampu lagi menahan jebolnya bendungan dalam alat kelaminku.

Pruttt! Pruttt! Pruttt! Kepala kontholku terasa disemprot cairan memek Ika, bersamaan dengan pekikan Ika, “...keluarrrr...!” Tubuh Ika mengejang dengan mata membeliak-beliak.

“Ika...!” aku melenguh keras-keras sambil merengkuh tubuh Ika sekuat-kuatnya, seolah aku sedang berusaha rnenemukkan tulang-tulang punggungnya dalam kegemasan. Wajahku kubenamkan kuat-kuat di lehernya yang jenjang. Cairan spermaku pun tak terbendung lagi.

Crottt! Crott! Croat! Spermaku bersemburan dengan derasnya, menyemprot dinding memek Ika yang terdalam. Kontholku yang terbenam semua di dalam kehangatan memek Ika terasa berdenyut-denyut.

Beberapa saat lamanya aku dan Ika terdiam dalam keadaan berpelukan erat sekali, sampai-sampai dari alat kemaluan, perut, hingga ke payudaranya seolah terpateri erat dengan tubuh depanku. Aku menghabiskan sisa-sisa sperma dalam kontholku. Cret! Cret! Cret! Kontholku menyemprotkan lagi air mani yang masih tersisa ke dalam memek Ika. Kali ini semprotannya lebih lemah.

Perlahan-lahan tubuh Ika dan tubuhku pun mengendur kembali. Aku kemudian menciumi leher mulus Ika dengan lembutnya, sementara tangan Ika mengusap-usap punggungku dan mengelus-elus rambut kepalaku. Aku merasa puas sekali berhasil bermain seks dengan Ika. Pertama kali aku bermain seks, bidadari lawan mainku adalah perempuan Sunda yang bertubuh kenyal, berkulit kuning langsat mulus, berpayudara besar dan padat, berpinggang ramping, dan berpinggul besar serta aduhai. Tidak rugi air maniku diperas habis-habisan pada pengalaman pertama ini oleh orang semolek Ika.

“Mas Bob... terima kasih mas Bob. Puas sekali saya. indah sekali... sungguh... enak sekali,” kata Ika lirih.

Aku tidak memberi kata tanggapan. Sebagai jawaban, bibirnya yang indah itu kukecup mesra. Dalam keadaan tetap telanjang, kami berdekapan erat di atas tempat tidur pacarku. Dia meletakkan kepalanya di atas dadaku yang bidang, sedang tangannya melingkar ke badanku. Baru ketika jam dinding menunjukkan pukul 22:00, aku dan Ika berpakaian kembali. Ika sudah tahu kebiasaanku dalam mengapeli Dina, bahwa pukul 22:00 aku pulang ke tempat kost-ku sendiri.

Sebelum keluar kamar, aku mendekap erat tubuh Ika dan melumat-lumat bibirnya beberapa saat.

“Mas Bob... kapan-kapan kita mengulangi lagi ya mas Bob... Jangan khawatir, kita tanpa Ikatan. Ika akan selalu merahasiakan hal ini kepada siapapun, termasuk ke Kak Dai dan Mbak Dina. Ika puas sekali bercumbu dengan mas Bob,” begitu kata Ika.

Aku pun mengangguk tanda setuju. Siapa sih yang tidak mau diberi kenikmatan secara gratis dan tanpa ikatan? Akhirnya dia keluar dari kamar dan kembali masuk ke rumahnya lewat pintu samping. Lima menit kemudian aku baru pulang ke tempat kost-ku.