Sabtu, 30 Agustus 2008

Kekasihku Tiga Kakak Beradik

Dua minggu pertama sejak aku meniduri Kak Rina dan Kak Rani tak pernah lewat begitu saja. Kencan biasanya kami lakukan pagi hari antara pukul 09.00–12.00 WIB. Saat itu Yanti dan anak-anak Kak Rani ke sekolah, suami Kak Rani ke kantor. Suami Kak Rina sudah hampir 1 bulan ini kanvas ke luar kota, ke Surabaya, Malang dan beberapa kota besar lainnya di Jawa Timur.

Sementara itu hubunganku dengan Yanti tetap berjalan seperti biasanya, aku bahkan semakin sering meniduri Yanti di rumahnya. Kak Rina benar-benar memberi kesempatan penuh kepada kami untuk bercumbu dan berkencan sepuas hati. Pernah aku sengaja meniduri Yanti di sofa ruang tamu, Kak Rina melihat dengan mata kepala sendiri saat aku menghujani memek Yanti dengan serbuan kon**lku yang membuat nikmat Yanti.

Saat aku dan Kak Rina berkencan, maka semua gaya yang aku lakukan dengan Yanti harus aku praktekan. Rupanya Kak Rina punya hobby mengintip, katanya menambah gairahnya saat kami bersama. Pada hari ke-10 sejak aku pertama kali meniduri Kak Rina dan Kak Rani, kami bertiga pergi dan kencan di suatu hotel di Jl. Setiabudi. Hari itu hari Sabtu, sekitar pukul 13.00 WIB, kami bertiga sudah ada di salah satu kamar.
Kami mulai permainan tersebut dengan oral antara Kak Rina dan Kak Rani. Di atas tempat tidur mereka saling menjilati memek dalam posisi 69. Kak Rina di atas sedang Kak Rani di bawah. Mereka berdua benar-benar sudah lupa.., tak lama kemudian aku melibatkan diri. Pertama-tama memek Kak Rina aku jilati, sementara kon**lku dikulum dan disedot oleh mulut Kak Rani.

Selang beberapa lama, kumasukkan penisku ke kemaluan Kak Rina. Kugenjot keras-keras pinggulku, sehingga Kak Rina bergoyang hebat maju mundur mengimbangi gerakkanku. Lidah Kak Rani tak henti-hentinya menjilati memek Kak Rina, tak dapat kubayangkan betapa nikmatnya Kak Rina, dia mengerang, menjerit dan memekik kecil saat menikmati hunjaman kon**lku di liang vaginanya.
advertisement

Beberapa kali kon**lku kutarik keluar, dan kumasukkan ke mulut Kak Rani yang ada di posisi bawah, wuuah.., nggak bisa kuceritakan seperti apa nikmatnya. Dikulum dan dikocok pelan penisku, setelah agak berkurang dorongan maniku yang sepertinya sudah pengin keluar, kumasukkan lagi penisku ke memek Kak Rina.
Sampai akhirnya Kak Rina mengerang dan mendengus keras, menarik seprei keras-keras seolah hendak merobeknya dan akhirnya terlepaslah puncak gejolak nafsunya dalam genjotanku. Kuganti posisi, memek Kak Rani yang telentang di bawah kugenjot keras-keras dengan penisku, dinding memek Kak Rani sungguh nikmat, dan berbau harum.., Kak Rani tak kalah keras erangan dan jeritannya, pantatnya melonjak-lonjak mendorong memeknya menyambut kehadiran kon**lku di dalam vaginannya, sementara lidahnya tetap menghujani memek Kak Rina.
Jika aku merasa hampir keluar, cepat-cepat aku cabut penisku dan segera kusorongkan ke mulut Kak Rina yang segera menhisap dan melumat kon**lku di dalam mulutnya, setelah berkurang denyutan di penisku aku masukkan lagi ke memek Kak Rani. Begitu berulang-ulang, hingga akhirnya saat puncak kepuasan aku dapat.

Aku tumpahkan air maniku ke dalam memek Kak Rani. Kak Rani benar-benar menikmati denyutan kon**lku di dalam memeknya dan dengan ikhlas menerima kiriman benih spermaku di rahimnya. Keringat mengalir keluar dari dalam tubuh kami dengan deras, bercampur dan membasahi seprei. Tetesan air maniku dan mani Kak Rani juga menetes di atas kasur. Kami berbaring kelelahan, kurangkul tubuh Kak Rani, juga Kak Rina. Mereka berdua benar-benar puass.., dan menikmati betul moment indah nikmat kami tersebut. Setelah beberapa saat kami istirahat, kami ulangi lagi permainan kami. Aku buat mereka berdua mabuk kepayang, hingga akhirnya aku lontarkan spermaku di rahim Kak Rina.

Lima belas menit istirahat, satu babak permainan lagi kami lakukan. Dan setelah itu kami berkemas pulang karena hari sudah menjelang maghrib. Tak terasa kami kencan hampir 4 jam lebih di kamar hotel itu. Sungguh suatu pengalaman yang tak terlupakan. Turun dari angkot kami masih bersama dan di mulut gang kami berpisah. Aku segera pulang ke rumah. Sesampai di rumah aku terkejut, Yanti sudah menungguku di kursi ruang tamu, sejak Yanti menjadi kekasihku dia kuberi satu anak kunci rumah dan kamarku. Jadi di rumah kontrakkanku Yanti merasa seperti di rumah sendiri. Saat itu temen satu kost sedang pulang ke daerah asalnya, biasanya setiap hari Sabtu minggu ke-empat. Yanti duduk sendiri sambil membaca majalah di sofa ruang tamu.

Begitu melihatku segera dia bangkit dari duduknya dan segera menghampiri aku, celaka betul.., aku bakalan nggak bias istirahat rupanya..
Kututup pintu rumah dan segera kukunci, aku tahu bahwa sebentar lagi pertempuran seru bakalan terjadi antara aku dan Yanti. Sebelum dia memberondongku dengan berbagai pertanyaan, segera kugelandang dia masuk ke kamar dan langsung kukunci mulutnya dengan ciuman penuh nafsu. Yanti terbuai dengan ciumanku, dan langsung dia lepas seluruh pakaiannya juga pakainku. Selanjutnya pertempuran dengan musuh dan medan yang baru aku mulai. Aku serbu memeknya dengan genjotan dan hentakkan penisku.

Erangan dan rintihannya keluar dari mulutnya.
Selang 20 menit kemudian kami capai puncak kenikmatan bersama, tubuh kami lemas, keringat bercucuran dan tak henti-hentinya mulut dan bibir kami saling pagut.
Yanti bangkit dan menindihku dengan posisi terbalik 69, memeknya tepat di mukaku dan mulutnya sigap menghisap dan mengocok penisku, memeknya yang berlendir aku jilati, dia menerang-erang, eegghhm..uugh.., eughmm.., sambil terus dikulumnya kon**lku.
Akhirnya kon**lku kembali tegak berdiri, Yanti mengambil inisiatif, ia jongkok di atas tubuhku, kon**lku dipegang dan digesek-geseknya didinding luar memeknya, badannya menghadapku, sehingga dengan mudah kuraih payudaranya dan aku hisap puting susunya. Pelan-pelan dimasukkan penisku ke dalam memeknya, dengan mudah kon**lku menyeruak masuk ke dalam memeknya, menggesek dinding dalam vaginannya. Yanti nampak histeris, langsung digoyang-goyangnya badannya naik turun dengan cepat, dari mulutnya terdengar erangan dan terkadang pekikan.

Aku memberi respons setiap gerakkannya, penisku masih cukup kuat rupanya melakukan senggama satu babak lagi dengan Yanti. Tubuh Yanti terlonjak-lonjak di atas tubuhku saat kugenjot pantatku naik-turun, penisku menggesek-ngesek liang kemaluannya.., membuat Yanti merasakan kenikmatan yang luar biasa.., matanya kadang terpejam kadang menedlik saat menikmati hunjaman kon**lku di memeknya. Semakin lama gerakannya semakin menggila dan akhirnya.. tubuhnya terdiam kejang di atas tubuhku, pelukannya semakin erat dan semakin keras erangannya.. Kupercepat gerakan pantatku, agar segera dapat kuutumpahkan air maniku ke dalam vaginanya.., akhirnya.. Dengan suatu sentakan yang keras.. aku lontarkan spermaku masuk menyembur keras di dalam memeknya.., ouhh.. nikmat.. Yanti..

Hari sudah malam, sekitar pukul 21.00 WIB permainan babak kedua kami berakhir. Kami berbaring saling memeluk, tutbuh kami basah oleh keringat. Nampak senyum kepuasan terpancar dari bibir Yanti.., dengan penuh mesra kucium bibr Yanti dan sekujur mukanya. Aku bisikkan ke telinganya bahwa aku menyayanginya.., dia cubit perutku dan dicium mulutku dengan lembut.., kami bercumbu.. Saling menumpahkan rasa kasih dan sayang kami masing-masing. Kuminta dia tidur menemaniku malam ini, dengan sepenuh hati diiyakannya ajakanku.
Saat kami bercumbu, terdengar perutku berkeruyuk, tanda minta diisi. Aku bangkit dan segera keluar ke dapur.., Yanti mengikutiku dan membantuku menyiapkan makan malam. Dengan cekatan dan trampil, Yanti menghangatkan sayur dan nasi, khusus untukku dia goreng telor mata sapi, biar tambah kuat katanya sambil ketawa cekikikan..
Aku gemas sekali, kupeluk tubuhnya dan kuciumi lehernya. Tubuh Yanti mengelinjang menahan geli. Sessat kemudian makan malampun siap sudah, kami segera menyantap de-ngan cepat, seolah tak mau kehilangan waktu percuma untuk bermesraan.

Yanti memang pandai merawat tubuhnya, dia makan tidak terlalu banyak, sehingga bentuk tubuhnya tetap nampak indah. Selesai makan dibereskan meja dan dicucinya piring dan gelas yang kotor. Aku menemaninya di dapur, sambil tak hentinya tanganku yang nakal menggodanya, kuremas payudaranya, pantatnya, dan kugesek-gesek memeknya, yang masih tertutup celana panjang hitam ketat. Terasa lipatan celah memeknya ditanganku, rupanya Yanti nggak mengenakan celana dalam. Sambil kuper-erat pelukanku ke tubuhnya, kuperkeras gosokan tanganku dimemeknya, sementara tengkuknya kuciumi, sehingga Yanti semakain terbakar nafsunya. Diputarnya badanya sehingga kami saling berhadapan, dirangkulnya kepalaku dan kami berciuman panjang.

Dielus-elus bagian depan celanaku yang menutupi kon**lku, reseleting celanaku dibukanya dan tangannya langsung menyusup masuk ke dalam CD-ku. Dipelorotkan CD-ku sehingga penisku lepas dan tegak berdiri, langsung Yanti jongkok menghisap dan mengulum penisku dengan mulutnya. Kubiarkan sejenak aksinya, sesaat kemudian aku raih tubuhnya untuk bangkit dan langsung kubopong ke kamar.
Aku berjalan ke kamar sambil membopong Yanti, celana dan CD-ku masih melorot, sehingga penisku mencuat tegak menggesek-nggesek pantatnya, persis kayak robot jalanku.

Segera kubaringkan tubuhnya di tempat tidurku, kulepas semua pakaiannya, sehingga tak ada selembar benangpun lagi yang melekat ditubuhnya. Sambil melepas pakaian, akau terus mengamati Yanti yang sudah terlentang di tempat tidur tanpa busana. Dibuka dan ditutupnya pahanya, sehingga nampak celah nikmatnya menutup dan merekah menggo-daku.. Kutindih tubuhnya, dan langsung tanpa ba..bi..bu.. kumasukkan kon**lku ke dalam memeknya.., terdengar Yanti mengerang-ngerang.. nikmat.. Ouuh.. ooh.. Maass.. ough.. Mass.. Saat kugenjotkan kon**lku menggesek dinding dalam liang vaginanya.
Kembali keringat kami bercucuran.., padahal di luar cuaca dingin. Kami coba berbagai posisi yang sering kami lihat di Blue Film., sampai akhirnya pada posisi Yanti di bawah kugoyang dan kukocok penisku sekuat-kuatnya, erangannya semakin keras dan pantatnya semakin keras menekan ke atas, seolah ingin melahap semua batang penisku. Dan sambil mengerang keras, Yanti mengejan melepaskan rasa nikmat yang dia alami Kuteruskan genjotanku dan.. Akhirnya.. kubuang dan kupancarkan lagi spermaku ke dalam memeknya. Ouugh..enak..Yanti.. oough..puuass..mass.. ooh..

Jam berdentang 11 kali, pertanda waktu saat itu adalah pukul 11 malam. Kami berbaring sambil berpelukan, memeknya menenpel di perutku. Tak lama kemudian kami terlelap tidur.. dalam keadaan tanpa busana.

Saat kubangun pagi, kulihat Yanti masih tertidur pulas. Nampak senyum tersungging di bibirnya. Kucumbu Yanti dalam keadaan masih tidur, penisku tegak berdiri.. siap melahap kembali lubang nikmatnya. Pelan-pelan kurenggangkan pahanya.. Dan kujilati memeknya.., tubuhnya menggelinjang.. dan segera kutindih, penisku kuarahkan ke memeknya.. langsung bless masuk ke dalam memeknya. Dalam keadaan antara tidur dan tidak kugenjot terus memeknya.., tak lama kemudian dia terbangun dan segera mencari mukaku.., diraih dan dipeluknya aku.. Kembali ciuman hangat Yanti menerpa seluruh wajahku, akhirnya berhenti saat bibir kami saling berpagut lama. Rintihan.. eranngannya kembali terdengar.., mengiringi keluarnya air mani memeknya.. saat dicapainya klimaks..

Tak terasa waktu menunjuk pukul 09.00 WIB. Segera kami beranjak bangun dan keluar kamar menuju kamar mandi. Bibik pembantuku terperanjat melihat Yanti keluar dari kamarku.. Yanti tersenyum dan menghampiri bibik, entah apa yang dikatakan Yanti kepadanya.., namun nampak bibik. manggut-manggut..mengiyakan..

Begitulah hari-hari kulewatkan.., kubuang waktu belajarku percuma.. aku habiskan waktuku hanya untuk bersenang-senang dengan mereka bertiga. Hingga akhirnya.. Pada suatu hari saat aku dan Kak Rani kencan di kamarku.., Kak Rani mengatakan padaku bahwa dia sudah 2 bulan ini tak menstruasi Aaduhh.. gawat..kataku.., Kak Rani begitu yakin bahwa aku adalah ayah calon bayi yang dikandungnya. Kak Rani bilang, bahwa saat aku memperkosanya.. dia baru saja memasuki masa subur.., dan dia tidak memakai kontrasepsi.., selama 2 minggu kemudian dia nggak mau melayani suaminya.., Kak Rani merasa dirinya kotor dan sudah nggak berarti lagi.. padahal selama 2 minggu tersebut justru aku hampir tak pernah absen menidurinya.

Kak Rani minta pertanggungan jawabku dan mengajaku kawin lari.. Pada awalnya aku juga sempat bingung, namun dengan penuh kelembutan dan kesabaran kuberi pengertian tentang hakekat hubunganku dengannya, bahwa aku dan dia hanya sekedar melepaskan hasrat berahi.., mencari kepuasan sesaat. Akhirnya aku berjanji bahwa sekiranya bayi tadi lahir dan mengakibatkan hubungan Kak Rani dengan suaminya retak.., maka aku akan menikahinya.., namun jika tidak ada kejadian apa-apa, maka kuminta Kak Rani mau memilih keluarganya.. dan melupakan segala affair yang telah terjadi.

Kak Rina kuberitahu tentang kondisi Kak Rani.., dia mendukung rencanaku. Akhirnya hari yang dinanti tiba.. Kak Rani melahirkan di Barromeus.., seorang bayi laki-laki.. dengan berat sekitar 3,5 kg, dan panjang 58 cm. Kutengok Kak Rani di ruang perawatan, tubuhnya masih lemah dan pucat.., namun dia nampak bahagia.. Ditariknya tanganku, danb dibisikinya aku.., nugie.. bayi ini anakmu nugie.., darah dagingmu. Aku terse-nyum, sambil kugenggam tangannya kuucapkan selamat atas kelahiran putra ke-3. Kata Kak Rani suaminya sangat bahagia mendapatkan seorang bayi laki-laki yang selama ini dia tunggu-tunggu. Artinya amanlah rahasia kami.., affair kami.. dan perselingkuhan kami..

Selama Kak Rani hamil 8 bl hingga 3 bulan usia bayi, affairku dengan Kak Rani terhenti. Waktuku banyak kuhabiskan bersama Yanti atau Kak Rina. Suatu hari aku berkunjung ke rumah Kak Rani sambil menengok sang bayi (anakku). Kak Rani ada di kamar menyusui sang bayi. Kulihat anakku melahap susu Kak Rani, aku duduk di ranjang sebelah Kak Rani. Si bayi sehat, montok dan lucu, kulitnya putih dan bersih persis seperti kulit Kak Rani, alisnya lebat kayak alisku.. Kuamati Kak Rani, sunnguh pintar benar Kak Rani merawat tubuh.., tubuhnya sudah langsing dan nampak kecantikan wajahnya. Pelan-pelan pahanya kuraba dan kuelus pelan, Kak Rani menatapku dan mengatakan jangan.. nugie.. jangan kau siksa lagi batinku dengan hal seperti itu lagi.. Aku hentikan rabaanku.. Dan aku minta ma’af padanya, ma’af Kak Rani.. kau benar.. tak semestinya aku berbuat seperti itu kepadamu.. Kak Rani bangkit dan diletakkannya bayi tadi ke Box Bayi dalam keadaan tidur.

Perlahan didekatinya aku.., dan dipeluk serta diciumnya aku.., nugie.. kau tak tahu.. betapa aku merindukanmu.., aku selalu membayangkanmu.. Aku terkadang iri saat membayangkan kau sedang meniduri Rina, sementara aku menyusui bayiku ini.. ya.. anakmu.. nugie..
Hati kecilku selalu mengatakan: jangan lagi kau berbuat seperti itu, namun suara hatiku yang lain terasa mendorongku untuk mengulangi apa yang telah kita lakukan nugie.. aku benar-benar bingung dan amat rindu padamu nugie..

Pelan-pelan kugeser berdiriku, badanku semakin merapat ke badannya.., dan secara otomatis aku memeluk pinggangnya.., dan mencium lembut bibirnya.. Kami berdua menikmati betul ciuaman itu, bahkan secara perlahan kugeser posisi kami semakin mendekati tempat tidur.. Dengan dorongan pelan kurebahkan tubuh Kak Rani di dipan, kaki kirinya ditekuknya, sehingga tersembul jelas paha Kak Rani yang putih, juga CD putih yang menutupi memeknya terlihat jelas.. Segera tanganku bergerak menyelusup masuk ke dalam CD-nya.., kembali suara erangan Kak Rani terdengar di telingaku.., setelah sekian lama tak terdengar. Dan akhirnya.. Kembali kami bergumul, menumpahkan rasa rindu dan melapiaskan nafsu kami yang sudah sekian lama tertahan.

Pada saat kami asyik bercumbu, tiba-tiba pintu terbuka.., kami kaget dan cepat berpakai-an alal kadarnya.., aku piker habis sudah riwayatku.., karena kami pasti akan diarak keliling kampung.. Hatiku menjadi lega, karena rupanya Kak Rina yang berdiri di depan kami. Dia tersenyum dan tertawa melihat apa yang sedang kami lakukan, segera dia masuk dan menutup pintu kamar dan selanjutnya bergabung dengan kami dalam berasyik-masyuk. Kubagi kesempatan bercumbu dengan kedua wanita kakak-beradik tersebut dengan adil, sampai kami mencapai klimaks kepuasan bersama.

julita,aku sayang kamu

Hi all.. Aku Josh. Tengkiu buat semua responnya atas ceritaku “Sahabat Tapi Mesra” yang walaupun banyak sekali kekurangan (kurang panjang ya bagian ML nya? haha.. aku Cuma 30 menit nulisnya..) tapi temen2 rata-rata memberikan tanggapan yang seksi. (buang istilah tanggapan yang positif di situs ini! ). Kali ini.. let’s see.. aku punya 50 menit dan berharap bisa menulis cerita yang lebih baik buatmu.

Dari aku orang setengah gila buat kalian para pembaca yang double gilanya.. Salah satu hobiku adalah fitness. Yah.. untuk olahraga lah, menjaga stamina. Sempat benar-benar menggilai fitness sampai 6 hari dalam 1 minggu aku ke Gym. Semua serba fitness. Aku mau makan, aku ingat fitness (jadi gak berani makan). Aku mau mandi, aku ingat fitness (enak lho mandi habis fitness). Aku mau tidur, aku ingat Kanya. Alah.. kanya kan partner fitness yang luar biasa. Wajar donk aku ingat beliau.

Beli majalah-majalah fitness, beli susu hi protein hi price, dan akhirnya punya banyak teman baru yang hobi tereak-tereak “uuughh.. aaaaghhh.. hosh.. hoshh.. hh…”

“Pelan-pelan aja kenapa, boss.. sampe segitunya tereaknya!” kataku pada si Gemboss temenku.
“Ini sedang membayangkan Josh.. membayangkan aku tubuh impian! … Hosh.. hhh… aaarrrggghh..”
advertisement

Aku pergi dengan bergidik ngeri karena samara-samar aku halusinasi si Gemboss tereaknya “Josh…. Josh.. owh.. Josh…aaargghhh”

Hari minggu itu, aku aku fitness di sebuah Gym baru yang dekat dengan rumah. Dan aku surprised karena Gym-nya sepiii sekali. Wow.. Cuma ada 3 makhluk Tuhan. Yang satu paling sexi.. (akulah.. bukan Ahmad Dhani), lalu paling jelek si Gemboss dan satunya Cewek. Hm.. tingginya sih kupikir tidak sampai 160, chubby, pake kaos sporty dan lagi lari lari kepayahan di atas treadmill.
Aku kemudian latihan dada yg alatnya di depan si cewek. Kami saling memandang sebentar, i give her smile and she give me hug.. (ngayal.. gak gitulah). Sama-sama tersenyum karena kita harus saling menghargai orang lain supaya gak salah tingkah kalau dianya senyum kitanya cuek ntar dia merasa mendapatkan perlakuan tidak senonoh dimuka umum.
Kalau Gemboss berisik banget, aku kebalikannya. Nyaris tanpa suara. Silent mode, eh.. vibrate only. Konsentrasi menghitung repetisinya.

Aku ke tempat fitness sering bawa buku atau majalah petunjuk cara fitness. Males ngapalinnya. Mending baca gambarnya dan praktekin.
Setelah 1 jam, aku merasa cukup. Gak mau over trained. duduk-duduk aja sambil minum.
“kak.. “ ada suara memanggilku. Wow.. gemboss suaranya kayak cewek? Ah, gak mungkin lah si Gemboss.. oh my Gosh.. pasti si cewek..

“eh.. iya? “ aku menoleh.
Wow! ternyata beneran gemboss pura-pura jadi cewek. Anjrit!

“hihihi.. aku pulang dulu yah!” katanya sambil menepuk bahuku.
“samperin tuh cewek.. dari tadi matanya liat-liat kamu tuh..” bisiknya.
“iya iya.. pulang sana! “ jawabku sambil mengacungkan jari tengah.

Mengacungkan jari tengah kita ke teman artinya kalau di amerika “kamu cakep!” jadi.. sering2 lah berlatih dan membiasakan diri mengacungkan jari tengah. Terutama kalau sedang ke amerika.

Nyamperin cewek? Waduh.. terus terang aku bukan tipe itu. Sering gak punya nyali.. parah kan? Hehe.. so, aku cuek aja dan malah liat teve.

“wah.. tinggal kita berdua nih.. makin sepi aja ya kak..” tiba-tiba tuh cewek gak bisu lagi. Akubelum sempat jawab. Masih mikir mau ngomong apa.

“kakak sering fitness disini?” tanyanya. Wah.. ramah nih cewek.

“hm.. aku..” masih telat juga akujawabnya.

“kalau sering, kita sama-sama aja kak.. aku sering sendirian disini.. lebih enak ada temannya..” wah.. bocor ternyata ni anak..

“hehe…” aku Cuma bisa ngekek.

“kok senyum doang sih kak? jawab napa… ?” gubrak. Aku jadi ngebayangin gimana kalo ciuman ma di cewek ya.. palingan aku diserbu abis-abisan tanpa sempat bernafas. Wow.. boleh juga tuh. Aku suka banget cewe agresif.

“jelek lu.. “ komen akusingkat padat menyakitkan.

“hah? Hihihi.. kakak lucu.. diem2 eh tiba2 nyeletuknya gitu..” dia malah ketiwi.

Trus dia nyamperin gue, ulurin tangannya, ngajak kenalan.

“Julita.. “ jelek yang imut.

“Josh… “ jawabku. Ni anak seru nih kayaknya pikirku.

Kamipun mulai ngobrol dan kebetulan banget rumah kami berdekatan. Dia mahasiswi yang mengontrak rumah karena orang tuanya di luar kota.

“tit tit.. titit lu titit lu…” ada suara ring tone hp. Si Julita dapet telpon. Gak lama kemudian dia cemberut-cemberut dan mulai ngomel-ngomel ditelepon. Habis itu dia menutup hape nya dengan kasar dan maksa duduk disebelahku.

“huh.. cowok brengsek.. “
“kenapa? Cowokmu?”
“iya.. gak bisa jemput. Dia tuh hobi pelihara anjing.. dan hari ini ada lomba anjing.. tadi katanya bisa jemput. Eh, sekarang batalin. Sebel.. sebel…!”

“owh.. jadi kamu mau ke tempat cowokmu lomba mirip anjing nih? Aku antar deh…”
“yee.. iya kali! Lama-lama udah kayak anjing! Rambutnya coklat, panjang, dikuncir lagi! “
“haha.. jago dunk doggy style nya.. “ gumamku pelan. Gak mau Julita dengar.
“ngomong apa tadi..? “ Tanya Julita.
“ah gak.. lupain” jawabku. ‘adowww…” aku dicubit keras ama Julita.
“apa? Tadi ngomong apaaa? “ rengeknya. Aku menatap matanya. Menggerakkan wajahku mendekati wajahnya.
“kamu jelek…” bisikku. Eh, julita ikut mendekatkan wajahnya..
“kamu lebih jelek…” balasnya.
“kita sama2 jelek…” aku makin mendekatkan wajahku. Nafasnya terasa di wajahku. Kesempatan nih…

Kami saling memandang beberapa detik. Aku masih bimbang mau menciumnya atau tidak. Jangan-jangan cowoknya tentara. Jangan2 cowoknya drop out IPDN karena suka menyiksa. Hii.. lebih bahaya lagi kalo cowoknya biseks.

“hihihi… hmm.. dasar cowok!“ Julita mendorong tubuhku. Dia berdiri. Aku bengong. Lamunan ku tiba2 hancur begitu saja.
“yuk antar aku pulang.. “ katanya menarik tanganku untuk berdiri. Refleks aku mencoba memeluknya. Dengan halus julita menepis tanganku. Duh..

“kakak jangan gitu ah.. “ katanya pelan. Balik badan dan menuju ruang ganti wanita.
Aku tertawa garing saat dia melangkah keluar. Ni anak mau ngerjain aku? Dengan langkah lambat aku Nekat masuk ke ruang ganti wanita.

Ada beberapa loker dan bilik-bilik tanpa pintu, tapi ada penutup kainnya. Ada salah satu bilik yang tertutup. Sepertinya Julita disini. Aku nekat membukanya…

Yap! Julita sedang telanjang dada menghadap ke arahku! Mungkin dia sedang berganti pakaian.

Payudaranya mungkin sekitar 36a. agak mungil, tapi menantang. Bentuknya bagus. Putingnya menonjol coklat kemerahan. Hrrr… darahku berdesir melihat pemandangan indah itu.

“Kak.. kok masuk kesini sih? Kulaporin penjaga lho ntar!” tegurnya. Untung dia tidak berteriak.
Aku melangkah masuk. Menutup tirai, menghampirinya. Tetapi Julita mendorongku mundur.

“Jangan…! “ katanya pelan dan tegas. Aku sedikit shock. Tidak menduga sama sekali. Mundur, lalu keluar dari ruangan itu. Tatapan matanya cukup untuk menghentikan semua niatku.
Beberapa menit kemudian kami sudah sama-sama di mobilku. Menuju rumahnya. Sepanjang jalan aku cenderung diam. Agak kacau. Antara horni dan shock karena ditolak.
“Silakan masuk Kak.. ini rumah kontrakanku.. “ kata Julita waktu kami tiba di rumahnya. Rumah mungil tipe 36. Sangat bersih tetapi tidak rapi. Agak berantakan menurutku cara mengatur rumahnya.

“aku mandi dulu ya.. keringatan nih…” Julita melangkah masuk ke kamar mandi. Aku membiarkannya masuk dan tak lama kemudian kudengar suara air pertanda Julita mulai mandi.

Tak lama kemudian Julita keluar sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.
“kak.. aku gak suka dengan sikap kakak tadi… kok berani masuk ke ruang ganti..”
“maaf Julita.. aku salah. “ jawabku pasrah.
“ayo tanggung jawab..” Julita duduk di kursi. Kata-katanya mengejutkanku.
“tanggung jawab gimana?” tanyaku.
“buka baju! “ perintahnya pendek, tegas. Matanya menatap mataku tajam. Wah.. jangan-jangan sadomasochist nih.. males banget aku. Aku buka bajuku. Lalu celanaku.

“lho lho.. kok celana juga?” Julita sekarang yang shock. Rasain lu!

“ sekarang kamu.. buka kaosmu!” aku menyuruhnya tegas. Mata kami saling menatap lagi. Jantungku mulai berdegup lebih kencang. Julita tersenyum. Dia berjalan mendekatiku. Aku mencoba memeluknya dan.. berhasil.
Kami berpelukan. Aku meraih kepalanya dengan tanganku, mendekatkan bibirku ke hidungnya. Aku mulai mengulum hidungnya… memasukkan lidahku ke lobang hidungnya.
Tangan Julita menjalar di punggungku. Mengusap dan merabanya lembut. Darahku bergejolak. I love it!
Tanganku ikut menerobos kebalik bajunya. Meraba dan memberinya sentuhan lembut.

“Josh…” bisik Julita. Tangannya meraba penisku dari luar. Aku masih memakai celana dalamku. Juniorku menggeliat bangun dari tidurnya.
“wah.. bangun dedekmu..” julita tertawa kecil. Renyah. Suaranya renyah seperti penyiar radio.
“iyah.. kamu seksi Jul..” bisikku sambil mulai mencium telinganya. Julita bergidik geli.
“Uugh.. nakal..” rengeknya. Aku menggigit kecil telinganya.
“Josh.. ntar aku pengen gimana nih..?” Julita mulai mencoba memasukkan jarinya ke celana dalamku.
“wah.. apesmu.. aku lagi gak pengen..” bisikku. Aku menyapukan lidahku ke tengkuknya. Slrrp… Julita melenguh panjang. Tangannya mendadak menerobos cepat masuk ke celana dalamku dan mulai menarik celana ku turun.
“Shake it..” pintaku. Julita menurutinya. Dia mengocok penisku perlahan. Kuakui, kocokannya jago.
“good…” bisikku. Aku mulai meraba punggungnya, mencari kait bra-nya dan melepasnya..
“kiss me.. Josh.. hardly!” Julita meminta aku menciumnya dengan ganas.
“as you wish, babeh.. “ aku melahap bibirnya. Julita tiba-tiba dengan sangat ganas memainkan lidahnya. Gila.. benar-benar seperti dugaanku sebelumnya. Dia seperti singa betina kehausan. Aku sampe terdorong mundur dan kami terjerembab ke lantai. Don’t try at home! Lantai ternyata keras teman-teman!!
Refleks aku menarik lepas kaosnya, dan dalam waktu singkat kami telanjang bulat bergumul di lantai rumahnya.
Seru.. liar… keras.. basahh… nikmat…
“aku belum mandi nih..” bisikku.
“bullshit! Bau lo enak sekali Josh… bikin gue mau bunuh lo dengan kenikmatan!”

Julita menciumiku dengan buas. Menelusuri perutku dan kemudian melahap penisku. Shit! Oral seksnya luar biasa enak. Aku bisa muncrat sebelum ML nih..
“Stop Julita.. aku gak tahan..” teriakku. Julita gak peduli. Penisku dimasukkan penuh ke tenggorokannya. Disedotnya dengan keras. Uughhh aku bertahan sekuat tenaga. Mencoba melihat isi rumahnya. Berusaha tidak menikmati oral seksnya. Its work! Aku lebih rileks dan bisa bertahan lebih lama.
“wow.. bonekamu lucu-lucu ya.. “ Julita mencubit keras perutku dan memasukkan jari tengahnya ke mulutku.
Tapi oral berikutnya dari Julita lebih dashyat lagi. Aku sampai terkagum-kagum dengan tekniknya. Variasinya. Wah.. aku benar-benar gak kuat lagi.
Srrrttt… srrrt…. Crottt… spermaku muncrat dalam mulut Julita.
Julita melepas penisku dan memuntahkan spermaku ke perutku. Mengelapnya dengan tangannya dan mengoleskannya ke wajahku!

“makan nih spermamu…!” ejek Julita. Aku jelas menghindar. Males lah..

Aku membalikkan tubuhnya dang anti mengoralnya.. Kalau oral aku sudah sangat-sangat menguasi tekniknya. Aku tahu jelas letak g-spot. Tahu bagaimana memperlakukannya.
“Gila Josh… lo apain memek gueeee?? “ teriak Julita. Tiba-tiba julita melepaskan diri. Dia berdiri dan seperti tidak mau aku oral.
“stop.. stop.. gila lo! “
“hahaha.. kenapa Jul?” tanyaku.
“di kamar aja yuk… lebih enak…” Julita berlari kecil menuju kamarnya.

Kamarnya cukup luas.. mungkin hampir 5×6 meter.

“Sini sayang… “ panggil Julita. Kakinya mengangkang memberiku kesempatan.

Kali ini aku memandangi dulu tubuhnya. Sangat indah.. bulu-bulu tipis di vaginanya sungguh seksi. Payudaranya yang tegak menantang. Bibirnya yang penuh dan merah segar. Matanya yang nakal. Rambutnya yang tergerai panjang.
Huh… aku benar-benar beruntung hari ini.

Aku menindihnya. Mencumbu bibirnya.. telinganya, lehernya, tengkuknya.. membalikkan badannya, mencumbu punggungnya.. pantatnya… membalikkan badannya lagi.. menjilat perutnya.. sesekali menghalangi tangan Julita yang hendak menjambak rambutku.
“ugh.. geli.. Josh..”

Aku makin turun dan mulai menyentuh klitorisnya.

“josh!” julita tersentak keenakan.

Aku menjilatinya lagi. Memberinya sejuta kenikmatan. Dua juta.. tiga juta. Lanjutin sendiri.. ehmm… bego juga tapi kalo lo nurutin gue.

Jilat, lick, jilat, lick.. sama aja sih. Bilingual.. ? intinya, aku main-main. You know lah.. lick is art… oral itu butuh teknik. Kalau bisa lepas dulu gigimu. Lebih enak.

Julita mengerang-erang tak karuan.

“Joshhh… enaaaakkk… enaak… aduh…. Kamu apain tuh…. Gilaaa!!”

Ni orang bego.. udah tahu lagi di oral dia nanya diapain. Lebih bego, kalo gue jawab, gue gak bisa oral dia donk. Bego parah.

“Josh.., dikit lagi.. dikit lagi.. owhh.. owh…” aku makin semangat.

“Damn.. f*ck me! f*ck me now!” Julita teriak-teriak. Sepertinya dia sudah orgasme. Aku mencari-cari dompetku, mengambil kondom dan memasangkan ke penisku yang sudah tegak lagi.

Tapi aku tidak buru-buru menusuknya. Aku menjilatinya lagi. Kali ini ke liang nikmatnya. Jariku ikut bermain. Menuju g-spotnya..

“Awhh.. f*ck! Josh, enak sekali disitu! Gila.. gue belum pernah! “

Aku menghisap vaginanya. Memasukkan lidahku. Bergantian dengan jari-jariku.

“Josh… ngggg…. Udah.. udah.. masukin aja Josh.. cukup… gue gak tahan lagi!”

Aku juga udah merasa inilah waktunya. Aku mulai memeluknya dan Perlahan menindihnya.. dan memasukkan penisku ke memek nya yang sudah basah kuyup.

“Yess.. f*ck me Josh.. f*ck me! “ teriak Julita.

“Ok babeh.. I’m coming.. let’s play! Lets plaaaayy!!”

Kami bercinta. Penisku tegak sekeras-kerasnya. Menyodok dengan gagah liang kenikmatan Julita.

Sambil menyodok-nyodok, menusuk-nusuk, kami bercumbu. Saling membelitkan lidah.. saling menghisap dan menggigit.

Tubuh kami bergoyang dengan tempo yang selaras. Maju.. mundur.. naik.. turun..

Nafas kami mulai memburu. Suaranya makin keras dan akhirnya mulai saling mendesah keras.

Tak lama, Julita membalikkan badan dan menindihku. Dia diatas. Aku seperti kuda yang ditungganginya. Tubuhnya cantik sekali. Kulit kecoklatan bersih.

Jujur, Julita tidak jago diatas. Tapi itu tidak masalah. Malah membuat permainan kami jauh lebih lama. Aku melirik jam sekilas. Sudah mendekati 1 jam. Fitness benar-benar membantu staminaku.

“Ugh ugh…” “Ah ah.. damn.. uenak… “ kami sama2 meracau.

“hehe hehe.. iya Josh.. enak.. enyaaakkk… “

Payudaranya ikut bergetar-getar seakan-akan berayun-ayun naik turun. Tanganku sesekali memilin-milin putingnya..

“Josh.. doggy dunk… my favourite ever…” Julita langsung nungging. Aku menggelitik lubang anusnya.

“bukan situ Josh.. “
“iya iya aku tahu..”

Bless.. penis ku menusuknya lagi. Slep slep slep… slep slep slep… mantap.

“ok.. pelan ya Josh.. aku mau menikmati tiap sodokanmu.. sedalam yang kamu bisa Josh..”

Slep slep slep…

Slep slep slep.. nikmat… luar biasa nikmat…

“josh… aku sukaaaa.., nikmat sekali…!!! “

“Josh… jadi cowokku aja kamu… Josh… “

Julita lama-lama makin kacau omongannya.

“anjing.. enak banget jadi anjing! “ teriaknya..

Gila ni anak.. begitu dia evolusi jadi anjing, pasti gue ikat di rumah daripada kawin mulu ama anjing sebelah rumah. Dan ingat, gue gak bakal nge***tin anjing!

“Sinting lu.. udah jelek, sinting!” komenku.

“josh.. sekarang aku mau lebih keras Josh… ayo Josh.. f*ck me..”

“Argh argh.. argh Yes! Josh f*ck me harder… lebih keras lagi.. lebih cepat lagi Josh……. “ suara Julita sudah mirip merengek mau menangis.

“ok baby… shhh… “ aku menggenjotnya lebih keras. Aku melihat batang penisku keluar masuk menusuk Julita. Pantatnya indah.. membusung penuh.

Aku menepuk-nepuk pantatnya.. pakkk!! Pakk!

“gila lu Josh… tapi kayaknya lebih enak kalau kamu pukulnya lebih keras deh..”

Pakk!!! “adowww” Julita tereak.

“adowh… terlalu keras, shit! Huahahahaha..”

“ups.. sori… ada cap jariku nih di pantatmu…”

kami berpacu lagi.. kadang aku mengambil nafas. Istirahat sebentar. Minum.. lalu memasukkan penisku lagi.

Slep slep.. slep slep…

“argh… argh…”

“Josh.. aku mau nyampe lagi nih..” teriaknya.

“iya.. aku cepetin yah.. biar aku juga nyampe…”

“iyaaaa… “ slep slep slep slep…..

Kami udah lebih banyak diam saat itu.. benar-benar berlomba mencapai puncak kenikmatan. Gila… suara penisku masuk ke liang nikmatnya sudah berubah menjadi cepak cepok cepak cepok.. cek cek cek… benar-benar seperti main air.. basaah…

Tak lama kemudian aku merasakan hampir menuju orgasmeku.

“Josh… aku puasssssssshhh….” Teriak Julita. Julita mau roboh. Dia orgasme. Aku menahan tubuhnya. Aku hampir sampai… cepat-cepat memompanya.. sekuat yang aku bisa.. secepat yang aku bisa… then… croott…. Srr srhh… spermaku muncrat. Penisku terkedut-kedut nikmat. Aku memejamkan mata.

Lezatnya Julita.. nikmatnya memeknya…

Kami sama-sama terkulai pingsan. Eh, gak lah. Terkulai lemas, benar-benar fitness yang menyenangkan.

Kami berciuman lagi…saling menatap. Tersenyum.. menjulurkan lidah, saling mengejek.

“jelek lu…” kata-kata kami hampir bersamaan keluarnya.

“Jul.. pilih cowok jantan atau cowok baek hati?”

“hm.. dua-duanya? “

“gak boleh… pilih salah satu..”

“hm.. baek hati. Seks bukan yang utama buatku Josh..”

Jumat, 29 Agustus 2008

Ganasnya Tanteku, Binalnya Sepupuku

Sesaat lamanya aku hanya berdiri di depan pintu gerbang sebuah rumah mewah tetapi berarsitektur gaya Jawa kuno. Hampir separuh bagian rumah di depanku itu adalah terbuat dari kayu jati tua yang super awet. Di depan terdapat sebuah pendopo kecil dengan lampu gantung kristalnya yang antik. Lantai keramik dan halaman yang luas dengan pohon-pohon perindangnya yang tumbuh subur memayungi seantero lingkungannya. Aku masih ingat, di samping rumah berlantai dua itu terdapat kolam ikan Nila yang dicampur dengan ikan Tombro, Greskap, dan Mujair. Sementara ikan Geramah dipisah, begitu juga ikan Lelenya. Dibelakang sana masih dapat kucium adanya peternakan ayam kampung dan itik. Tante Yustina memang seorang arsitek kondang dan kenamaan.

Enam tahun aku tinggal di sini selama sekolah SMU sampai D3-ku, sebelum akhirnya aku lulus wisuda pada sebuah sekolah pelayaran yang mengantarku keliling dunia. Kini hampir tujuh tahun aku tidak menginjakkan kakiku di sini. Sama sekali tidak banyak perubahan pada rumah Tante Yus. Aku bayangkan pula si Vivi yang dulu masih umur lima tahun saat kutinggalkan, pasti kini sudah besar, kelas enam SD.

Kulirik jarum jam tanganku, menunjukkan pukul 23:35 tepat. Masih sesaat tadi kudengar deru lembut taksi yang mengantarku ke desa Kebun Agung, sleman yang masih asri suasana pedesaannya ini. Suara jangkrik mengiringi langkah kakiku menuju ke pintu samping. Sejenak aku mencari-cari dimana dulu Tante Yus meletakkan anak kuncinya. Tanganku segera meraba-raba ventilasi udara di atas pintu samping tersebut. Dapat. Aku segera membuka pintu dan menyelinap masuk ke dalam.

Sejenak aku melepas sepatu ket dan kaos kakinya. Hmm, baunya harum juga. Hanya remang-remang ruangan samping yang ada. Sepi. Aku terus saja melangkah ke lantai dua, yang merupakan letak kamar-kamar tidur keluarga. Aku dalam hati terus-menerus mengagumi figur Tante Yus. Walau hidup menjada, sebagai single parents, toh dia mampu mengurusi rumah besar karyanya sendiri ini. Lama sekali kupandangi foto Tante Yus dan Vivi yang di belakangnya aku berdiri dengan lugunya. Aku hanya tersenyum.

Kuperhatikan celah di bawah pintu kamar Vivi sudah gelap. Aku terus melangkah ke kamar sebelahnya. Kamar tidur Tante Yus yang jelas sekali lampunya masih menyala terang. Rupanya pintunya tidak terkunci. Kubuka perlahan dan hati-hati. Aku hanya melongo heran. Kamar ini kosong melompong. Aku hanya mendesah panjang. Mungkin Tante Yus ada di ruang kerjanya yang ada di sebelah kamarnya ini. Sebentar aku menaruh tas ransel parasit dan melepas jaket kulitku. Berikutnya kaos oblong Jogja serta celana jeans biruku. Kuperhatikan tubuhku yang hitam ini kian berkulit gelap dan hitam saja. Tetapi untungnya, di tempat kerjaku pada sebuah kapal pesiar itu terdapat sarana olah raga yang komplit, sehingga aku kian tumbuh kekar dan sehat.

Tidak perduli dengan kulitku yang legam hitam dengan rambut-rambut bulu yang tumbuh lebat di sekujur kedua lengan tangan dan kakiku serta dadaku yang membidang sampai ke bawahnya, mengelilingi pusar dan terus ke bawah tentunya. Air. Ya aku hanya ingin merasakan siraman air shower dari kamar mandi Tante Yus yang bisa hangat dan dingin itu.
Aku hendak melepas cawat hitamku saat kudengar sapaan yang sangat kukenal itu dari belakangku, "Andrew..? Kaukah itu..?"

Aku segera memutar tubuhku. Aku sedikit terkejut melihat penampilan Tante Yus yang agak berbeda. Dia berdiri termangu hanya mengenakan kemeja lengan panjang dan longgar warna putih tipis tersebut dengan dua kancing baju bagian atasnya yang terlepas. Sehingga aku dapat melihat belahan buah dadanya yang kuakui memang memiliki ukuran sangat besar sekali dan sangat kencang, serta kenyal. Aku yakin, Tante Yus tidak memakai BH, jelas dari bayangan dua bulatan hitam yang samar-samar terlihat di ujung kedua buah dadanya itu. Rambutnya masih lebat dipotong sebatang bahunya. Kulit kuning langsat dan bersih sekali dengan warna cat kukunya yang merah muda.

"Ngg.., selamat malam Tante Yus.. maaf, keponakanmu ini datang dan untuk berlibur di sini tanpa ngebel dulu. Maaf pula, kalau tujuh tahun lamanya ini tidak pernah datang kemari. Hanya lewat surat, telpon, kartu pos, e-mail.., sekali lagi, saya minta maaf Tante. Saya sangat merindukan Tante..!" ucapku sambil kubiarkan Tante Yus mendekatiku dengan wajah haru dan senangnya.
"Ouh Andrew.. ouh..!" bisik Tante Yus sambil menubrukku dan memelukku erat-erat sambil membenamkan wajahnya pada dadaku yang membidang kasar oleh rambut.
Aku sejenak hanya membalas pelukannya dengan kencang pula, sehingga dapat kurasakan desakan puting-puting dua buah dadanya Tante Yus.

"Kau pikir hanya kamu ya, yang kangen berat sama Tante, hmm..? Tantemu ini melebihi kangennya kamu padaku. Ngerti nggak..? Gila kamu Andrew..!" imbuhnya sambil memandangi wajahku sangat dekat sekali dengan kedua tangannya yang tetap melingkarkan pada leherku, sambil kemudian memperhatikan kondisi tubuhku yang hanya bercawat ini.
Tante Yustina tersenyum mesra sekali. Aku hanya menghapus air matanya. Ah Tante Yus..
"Ya, untuk itulah aku minta maaf pada Tante.."
"Tentu saja, kumaafkan.." sahutnya sambil menghela nafasnya tanpa berkedip tetap memandangiku, "Kamu tambah gagah dan ganteng Andrew. Pasti di kapal, banyak crew wanita yang bule itu jatuh cinta padamu. Siapa pacarmu, hmm..?"
"Belum punya Tan. Aku masih nabung untuk membina rumah tangga dengan seorang, entah siapa nanti. Untuk itu, aku mau minta Tante bikinkan aku desain rumah.."
"Bayarannya..?" tanya Tante Yus cepat sambil menyambar mulutku dengan bibir tipis Tante Yus yang merah.

Aku terkejut, tetapi dalam hati senang juga. Bahkan tidak kutolak Tante Yus untuk memelukku terus menerus seperti ini. Tapi sialnya, batang kemaluanku mulai merinding geli untuk bangkit berdiri. Padahal di tempat itu, perut Tante Yus menekanku. Tentu dia dapat merasakan perubahan kejadiannya.
"Aku.. ngg.."
"Ahh, kamu Andrew. Tante sangat kangen padamu, hmm.. ouh Andrew.. hmm..!" sahut Tante Yus sambil menerkam mulutku dengan bibirnya.
Aku sejenak terkejut dengan serbuan ganas mulut Tante Yus yang kian binal melumat-lumat mulutku, mendasak-desaknya ke dalam dengan buas. Sementara jemari kedua tangannya menggerayangi seluruh bagian kulit tubuhku, terutama pada bagian punggung, dada, dan selangkanganku. Tidak karuan lagi, aku jadi terangsang. Kini aku berani membalas ciuman buas Tante Yus. Nampaknya Tante Yus tidak mau mengalah, dia bahkan tambah liar lagi. Kini mulut Tante Yus merayap turun ke bawah, menyusuri leherku dan dadaku. Beberapa cupangan yang meninggalkan warna merah menghiasi pada leher dan dadaku. Kini dengan liar Tante Yus menarik cawatku ke bawah setelah jongkok persis di depan selangkanganku yang sedikit terbuka itu. Tentu saja, batang kemaluanku yang sebenarnya telah meregang berdiri tegak itu langsung memukul wajahnya yang cantik jelita.

"Ouh, gila benar. Tititmu sangat besar dan kekar, An. Ouh.. hmm..!" seru bergairah Tante Yus sambil memasukkan batang kejantananku ke dalam mulutnya, dan mulailah dia mengulum-ngulum, yang seringkali dibarengi dengan mennyedot kuat dan ganas.
Sementara tangan kanannya mengocok-ngocok batang kejantananku, sedang jemari tangan kirinya meremas-remas buah kemaluanku. Aku hanya mengerang-ngerang merasakan sensasi yang nikmat tiada taranya. Bagaimana tidak, batang kemaluanku secara diam-diam di tempat kerjaku sana, kulatih sedemikian rupa, sehingga menjadi tumbuh besar dan panjang. Terakhir kuukur, batang kejantanan ini memiliki panjang 25 sentimeter dengan garis lingkarnya yang hampir 20 senti. Rambut kemaluan sengaja kurapikan.

Tante Yus terus menerus masih aktif mengocok-ngocok batang kemaluanku. Remasan pada buah kemaluanku membuatku merintih-rintih kesakitan, tetapi nikmat sekali. Bahkan dengan gilanya Tante Yus kadangkala memukul-mukulkan batang kemaluanku ini ke seluruh permukaan wajahnya. Aku sendiri langsung tidak mampu menahan lebih lama puncak gairahku. Dengan memegangi kepala Tante Yus, aku menikam-nikamkan batang kejantananku pada mulut Tante Yus. Tidak karuan lagi, Tante Yus jadi tersendak-sendak ingin muntah atau batuk. Air matanya malah telah menetes, karena batang kejantananku mampu mengocok sampai ke tenggorokannya.

Pada satu kesempatan, aku berhasil mencopot kemejanya. Aku sangat terkejut saat melihat ukuran buah dadanya. Luar biasa besarnya. Keringat benar-benar telah membasahi kedua tubuh kami yang sudah tidak berpakaian lagi ini. Dengan ganas, kedua tangan Tante Yus kini mengocok-ngocok batang kemaluanku dengan genggamannya yang sangat erat sekali. Tetapi karena sudah ada lumuran air ludah Tante Yus, kini jadi licin dan mempercepat proses ejakulasiku.
"Croot.. cret.. croot.. creet..!" menyemprot air maniku pada mulut Tante Yus.
Saat spremaku muncrat, Tante Yus dengan lahap memasukkan batang kemaluanku kembali ke dalam mulutnya sambil mengurut-ngurutnya, sehingga sisa-sisa air maniku keluar semua dan ditelan habis oleh Tante Yus.

"Ouhh.. ouh.. auh Tante.. ouh..!" gumamku merasakan gairahku yang indah ini dikerjai oleh Tante Yus.
"Hmm.. Andrew.. ouh, banyak sekali air maninya. Hmm.., lezaat sekali. Lezat. Ouh.. hmm..!" bisik Tante Yus menjilati seluruh bagian batang kemaluanku dan sisa-sisa air maninya.
Sejenak aku hanya mengolah nafasku, sementara Tante Yus masih mengocok-ngocok dan menjilatinya.
"Ayo, Andrew.. kemarilah Sayang.., kemarilah Baby..!" pintanya sambil berbaring telentang dan membuka kedua belah pahanya lebar-lebar.

Aku tanpa membuang waktu lagi, terus menyerudukkan mulutku pada celah vagina Tante Yus yang merekah ingin kuterkam itu. Benar-benat lezat. Vagina Tante Yus mulai kulumat-lumat tanpa karuan lagi, sedangkan lidahku menjilat-jilat deras seluruh bagiang liang vaginanya yang dalam. Berulang kali aku temukan kelentitnya lewat lidahku yang kasar. Rambut kemaluan Tante Yus memang lebat dan rindang. Cupangan merah pun kucap pada seluruh bagian daging vagina Tante Yus yang menggairahkan ini. Tante Yus hanya menggerinjal-gerinjal kegelian dan sangat senang sekali nampaknya. Kulirik tadi, Tante Yus terus-menerus melakukan remasan pada buah dadanya sendiri sambil sesekali memelintir puting-putingnya. Berulang kali mulutnya mendesah-desah dan menjerit kecil saat mulutku menciumi mulut vaginanya dan menerik-narik daging kelentitnya.

"Ouh Andrew.. lakukan sesukamu.. ouh.., lakukan, please..!" pintanya mengerang-erang deras.
Selang sepuluh menit kemuadian, aku kini merayap lembut menuju perutnya, dan terus merapat di seluruh bagian buah dadanya. Dengan ganas aku menyedot-nyedot puting payudaranya. Tetapi air susunya sama sekali tidak keluar, hanya puting-puting itu yang kini mengeras dan memanjang membengkak total. Di buah dadanya ini pula aku melukiskan cupanganku banyak sekali. Berulang kali jemariku memilin-milin gemas puting-puting susu Tante Yus secara bergantian, kiri kanan. Aku kini tidak tahan lagi untuk menyetubuhi Tanteku. Dengan bergegas, aku membimbing masuk batang kemaluanku pada liang vaginanya.

"Ooouhkk.. yeaah.. ayoo.. ayoo.. genjot Andrew..!" teriak Tante Yus saat merasakan batang kejantananku mulai menikam-nikam liar mulut vaginanya.
Sambil menopang tubuhku yang berpegangan pada buah dadanya, aku semakin meningkatkan irama keluar masuk batang kemaluanku pada vagina Tante Yus. Wanita itu hanya berpegangan pada kedua tanganku yang sambil meremas-remas kedua buah dadanya.
"Blesep.. sleep.. blesep..!" suara senggama yang sangat indah mengiringi dengan alunan lembut.
Selang dua puluh menit puncak klimaks itu kucapai dengan sempurna, "Creet.. croot.. creet..!"
"Ouuhhkk.. aoouhkk.. aahhk..," seru Tante Yus menggelepar-gelepar lunglai.
"Tante.. ouhh..!" gumamku merasakan keletihanku yang sangat terasa di seluruh bagian tubuhku.
Dengan batang kemaluan yang masih tetap menancap erat pada vagiana Tante Yus, kami jatuh tertidur. Tante Yus berada di atasku.Karena kelelahanku yang sangat menguasai seluruh jaringan tubuhku, aku benar-benar mampu tertidur dengan pulas dan tenang. Entah sudah berapa lama aku tertidur pulas, yang jelas saat kubangun udara dingin segera menyergapku. Sial. Aku sadar, ini di desa dekat Merapi, tentu saja dingin. Tidak berapa lama jam dinding berdentang lima sampai enam kali. Jam enam pagi..! Dengan agak malas aku beranjak berdiri, tetapi tidak kulihat Tante Yus ada di kamar ini. Sepi dan kosong. Dimana dia..? Aku terus mencoba ingin tahu. Dalam keadaan bugil ini, aku melangkah mendekati meja lampu. Secarik kertas kutemukan dengan tulisan dari tangan Tante Yustina.

Andrew sayang, Tante kudu buru-buru ke Jakarta pagi ini. Udah dijemput. Ada pameran di sana. Tolong jaga rumah dan Vivi. Ttd, Yustina.

Aku menghela nafas dalam-dalam. Gila, setelah menikmati diriku, dia minggat. Tetapi tidak apa-apa, aku dapat beristirahat total di sini, ditemani Vivi. Eh, tapi dimana dia..? Aku segera mengambil selembar handuk putih kecil yang segera kulilitkan pada tubuh bawahku. Tanpa membuang waktu lagi aku segera menyusuri rumah, dari ruang ke ruang dari kamar ke kamar. Tetapi sosok bocah SD itu tidak kelihatan sama sekali. Aku hampir putus asa, tetapi mendadak aku mendengar suara gemericik air pancuran dari kamar mandi ruang tamu di depan sana. Vivi. Ya itu pasti dia. Aku segera memburu.

Kubuka pintu kamar tamu yang luas dan asri ini. Benar. Kulihat pintu kamar mandinya tidak ditutup, ada bayangan orang di situ yang sedang mandi sambil bernyanyi melagukan Westlife. Edan, anak SD nyanyinya begitu. Aku hanya tersenyum saja. Perlahan aku mendekati gawang pintu. Aku seketika hanya menelan ludahku sendiri. Vivi berdiri membelakangiku masih asyik bergoyang-goyang sambil menggosok seluruh tubuhnya yang telanjang bulat itu dengan sabun. Rambut panjangnya tumbuh lurus dan hitam sebatas pinggang. Berkulit kuning langsat dan nampaknya halus sekali. Kusadari dia telah tumbuh lebih dewasa.

Air shower masih menyiraminya dengan hangat. Pantatnya sungguh indah bergerak-gerak penuh gairah. Hanya aku belum lihat buah dadanya. Tanpa kuduga, Vivi membalikkan badannya. Aku yang melamun, seketika terkejut bukan main, takut dan khawatir membuatnya kaget lalu marah besar. Ternyata tidak.
"Mas..? Mas Andrew..?" bertanya Vivi tidak percaya dengan wajah senang bercampur kaget.
Aku hanya menghela nafas lega. Dapat kuperhatikan kini, buah dadanya Vivi telah tumbuh cukup besar. Puting-putingnya hitam memerah kelam dan tampak menonjol indah. Kira-kira buah dadanya ya, sekitar seperti tutup gelas itu. Seperti belum tumbuh, tetapi kok terlihat sudah memiliki daging menonjolnya. Sedangkan rambut kemaluannya sama sekali belum tumbuh. Masih bersih licin.

"Hai vivi, apa kabarnya..?" tanyaku mendekat.
Vivi hanya tersenyum, "Masih ingat ketika kita renang bersama di rumahku dulu..? Kita berdua kan..? Hmm..?" sambungku meraih bahunya.
Air terus menyirami tubuhnya, dan kini juga tubuhku. Vivi mengangguk ingat.
"Ya. Ngg.., bagaimana kalau kita mandi bareng lagi Mas. Vivi kangen.. Mas andrew.. ouh..!" ujarnya memeluk pinggangku.
Aku mengangkut tubuhnya yang setinggi dadaku ini dengan erat.
"Tentu saja, yuk..!"

Aku menurunkan Vivi.
"Kapan Mas datangnya..?"
"Tadi malam. Vivi lagi tidur ya..?"
"Hm.. Mh..!"
Aku melepas handukku yang kini basah. Saat kulepas handukku, Vivi tampak kaget melihat rambut kemaluanku yang tumbuh rapih. Segera saja tangannya menjamah buah kemaluan dan bantang kejantananku.
"Ouh.., Mas sudah punya rambut lebat ya. Vivi belum Mas..," ujarnya sambil memperhatikan vaginanya yang kecil.
Tentu saja aku jadi geli, batang kemaluanku diraba-raba dan ditimang-timang jemari tangan mungil Vivi yang nakal ini.

"Itu karena Vivi masih kecil. Nanti pasti juga memiliki rambut kemaluan. Hmm..?" ucapku sambil membelai wajahnya yang manis sekali.
Vivi hanya tersipu. Sialnya, aku kini jadi kian geli saat Vivi menarik-narik batang kejantananku dengan candanya.
"Ihh.., kenyal sekali.. ouh.., seperti belalai ya Mas..!"
Aku jadi terangsang. Gila.
"Belalai ini bisa akan jadi tumbuh besar dan panjang lho. Vivi mau lihat..?"
"Iya Mas.., gimana tuh..?"
"Vivi mesti mengulum, menghisap-hisap dan menyedotnya dengan kuat sekali batang zakar ini. Gimana..? Enak kok..!" kataku merayu dengan hati yang berdebar-debar kencang.
Vivi sejenak berpikir, lalu tanpa menoleh ke arahku lagi, dia memasukkan ujung batang kejantananku ke dalam mulutnya. Wow..! Gadis kecil ini langsung melakukan perintahku, lebih-lebih aku mengarahkan juga untuk mengocok-ngocok batang kemaluanku ini, Vivi menurut saja, dia malah kegirangan senang sekali. Dianggapnya batang ku adalah barang mainan baginya.

"Iya Mas. Tambah besar sekali dan panjang..!" serunya kembali melumat-lumatkan batang kejantananku dan mengocok keras batangnya.
Sekarang Vivi kuajari lagi untuk meremas buah kemaluanku. Aku membayangkan semua itu bahwa Tante Yus yang melakukan. Indah sekali sensasinya. Tetapi nyatanya aku tengah dipompa nafsu seksku dari bocah cilik ini. Edan, sepupuku lagi. Tetapi apa boleh buat. Aku lagi kebelet sekali kini. Yang ada hanyalah Vivi yang lugu dan bodoh tetapi mengasyikan sekali. Batang kejantananku kini benar-benar telah tumbuh sempurna keras dan panjangnya. Vivi kian senang. Aku kian tidak tahan.

"Teruskan Vi, teruskan.. ya.., ya.. lebih keras dan kenceng.. lakukanlah Sayang..!" perintahku sambil mengerang-erang.
Setelah hampir lima belas menit kemudian, air maniku muncrat tepat di dalam mulut Vivi yang tengah menghisap batang kemaluanku.
"Creet.. croot.. creet.. cret..!"
"Hup.. mhHP..!" teriak kaget Vivi mau melepaskan batang kemaluanku.
Tetapi secepat itu pula dia kutahan untuk tetap memasukkan batang kemaluanku di dalam mulutnya.
"Telan semua spermanya Vi. Itu namanya sperma. Enak sekali kok, bergizi tinggi. Telan semuanya, ya.. yaa.. begitu.. terus bersihkan sisa-sisanya dari batangnya Mas..!" perintahku yang dituruti dengan sedikit enggan.
Tetapi lama kelamaan Vivi tampak keasyikan mencari-cari sisa air maniku.
"Enak sekali Mas. Tapi kental dan baunya, hmm.., seperti air tajin saat Mama nanak nasi..! Enak pokoknya..! Lagi dong Mas, keluarkan spermanya..!"
Gila. Gila betul. Aku masih mencoba mengatur jalannya nafasku, Vivi minta spermaku lagi..? Edan anak ini.

"Baik, tapi kini Vivi ikuti perintahku ya..! Nanti tambah asyik, tapi sakit. Gimana..?"
"Kalau enak dan asyik, mauh. Nggak papa sakit dikit. Tapi spermanya ada lagi khan..?"
Aku mengangguk. Vivi mulai kubaringkan sambil kubuka kedua belahan pahanya yang mulus itu untuk melingkari di pinggangku. Vivi memperhatikan saja. Air dari shower masih mengucuri kami dengan dingin setelah tadi sempat kuganti ke arah cool.
"Auuh, aduh.. Mas..!" teriak vivi kaget saat aku memasukkan batang kejantananku ke dalam liang vaginanya yang jelas-jelas sangat sempit itu.
Tetapi aku tidak perduli lagi. Kukocok vagina Vivi dengan deras dan kencang sambil kuremas-remas buah dadanya yang kecil, serta menarik-narik puting-puting buah dadanya dengan gemas sekali. Vivi semakin menjerit-jerit kesakitan dan tubuhnya semakin menggerinjal-gerinjal hebat.
"Sakiit.. auuh Mas.., Mas hentikan saja.. sakiit, perih sekali Mas, periihh.. ouuh akkh.. aouuhkk..!" menjerit-jerit mulut manisnya itu yang segera saja kuredam dengan melumat-lumat mulutnya.

"Blesep.. blesep.. slebb..!" suara persetubuhkan kami kian indah dengan siraman shower di atas kami.
Aku semakin edan dan garang. Gerakan tubuhku semakin kencang dan cepat. Dapat kurasakan gesekan batang kemaluanku yang berukuran raksasa ini mengocok liang vaginan Vivi yang super rapat sempitnya. Dari posisi ini, aku ganti dengan posisi Vivi yang menungging, aku menyodok vaginanya dari belakang. Lalu ke posisi dia kupangku, sedangkan aku yang bergerak mengguncangkan tubuhnya naik, lalu kuterima dengan menikam ke atas menyambut vaginanya yang melelehkan darah.

"Tidak Mass.. ouh sakit.. uhhk.. huuk.. ouhh.. sakiit..!" tangisnya sejadi-jadinya.
Tetapi aku tidak perduli, sepuluh posisi kucobakan pada tubuh bugil mungil Vivi. Bahkan Vivi nyaris pingsan. Tetapi disaat gadis itu hendak pingsan, puncak ejakulasiku datang.
"Creet.. croot.. sreet.. crreet..!" muncratnya air mani yang memenuhi liang vaginanya Vivi bercampur dengan darahnya.
Vivi jatuh pingsan. Aku hanya mengatur nafasku saja yang tidak karuan. Lemas. Vivi pingsan saat aku memasangkan kembali batang kemaluanku ke posisi dia, kugendong di depan dengan dadanya merapat pada dadaku. Pelan-pelan kujatuh menggelosor ke bawah dengan batang kemaluanku yang masih menancap erat di vaginanya.

Itulah pengalamanku dengan Tante Yus dan putrinya Vivi yang keduanya memang binal itu. Teriring salam untuk Vivi.

Neneng Pembantu baruku

Pagi itu, setelah bermain golf di Ciracas, badanku terasa gerah dan lelah sekali karena, aku menyelesaikan delapan belas hole, biasanya aku hanya sanggup bermain sembilan hole, tetapi karena Ryan memaksaku untuk meneruskan permainan, maka aku jadi kelelahan seperti sekarang ini. Kupanggil Marni pembantuku yang sudah biasa memijatku, aku benar-benar merasa lelah karena semalamnya aku sempat dua kali “bertempur” dengan kenalanku di Mandarin, pasti nikmat rasanya dipijat dan selanjutnya berendam di air panas, langsung aku membuka pakaianku hingga hanya tinggal celana dalam dan langsung berbaring di atas tempat tidurku. Namun agak lama juga Marni tak muncul di kamarku memenuhi panggilanku melalui interkom tadi, biasanya Marni sangat senang bila aku suruh memijat karena disamping persenan dariku besar, dia juga sering kupijat balik yang membuat dia juga dapat merasakan kenikmatan yang satu itu.

Ketika kudengar langkah memasuki kamarku, aku langsung berkata, “Kok lama sih Mar, apa masih sibuk ya, ayo pijat yang nikmat!”.
Tiba-tiba kudengar suara perempuan lain, “Maaf Pak, Mbak Marni masih belum kembali, apa bisa saya saja yang memijat?”.
Aku meloncat duduk dan menoleh ke arahnya, ternyata di depanku berdiri pembantu lain yang belum pernah kukenal. Kuperhatikan pembantu baru ini dengan seksama, wajahnya manis khas gadis desa, dengan bibir tipis yang merangsang sekali. Ia tersenyum gugup ketika melihat aku memperhatikannya dari atas ke bawah itu. Aku tak peduli, mataku jalang menatap belahan dasternya yang agak rendah sehingga menampakkan sebagian payudaranya yang montok itu.

Dengan pelan kutanyai siapa namanya dan kapan mulai bekerja. Ternyata dia adalah famili Marni dari Kerawang namanya Neneng dan dia ke Jakarta karena ingin bekerja seperti Marni. Aku hanya mengangguk-angguk saja, ketika kutanya apakah dia bisa memijat seperti Marni, dia hanya tersenyum dan mengangguk. Kuperintahkan dia untuk menutup pintu kamar, sebenarnya tidak perlu pintu kamar itu ditutup karena pasti tak ada seorangpun di rumah, isteriku juga sedang pergi entah ke mana dan pasti malam hari baru pulang, tujuanku hanyalah menguji Neneng, apakah dia takut dengan aku atau benar-benar berani. Kuambil cream untuk menggosok tubuhku dan kuberikan pada Neneng sambil berkata “Coba gosok dulu badanku dengan minyak ini, baru nanti dipijat ya!”.

Aku membuka celana dalamku dan langsung telungkup di tempat tidur, sengaja pada waktu berjalan aku menghadap Neneng sehingga Neneng dapat juga melihat penisku, ternyata dia diam saja. Ketika aku sudah berbaring, dia langsung membubuhkan lotion itu di punggungku dan menggosokannya ke punggungku. Sambil memejamkan mata menikmati elusan tangan Neneng yang halus, aku mengingatkan dia agar menggosoknya rata ke seluruh badanku. Sambil berbaring aku minta Neneng menceriterakan tentang dirinya.

Ternyata Neneng seorang janda yang belum mempunyai anak, suaminya lari dengan perempuan lain yang kaya raya dan meninggalkan dia. Karena itu dia lebih suka ke Jakarta karena malu.
Aku berkata kepadanya, “Jangan kuatir, kalau begitu kapan-kapan kamu mesti kembali ke desamu dengan banyak uang supaya bekas suamimu tahu kalau kamu sekarang sudah kaya dan bisa membeli laki-laki untuk jadi suamimu!”. Neneng tertawa mendengar perkataanku itu. Ketika itu Neneng sudah mulai menggosok bagian pantatku dengan lotion, tangannya dengan lembut meratakan lotion tersebut ke seluruh pantatku bahkan juga di sela-sela pantatku diberinya lotion itu sehingga kadang-kadang tangannya menyenggol ujung pelirku. Aku jadi tegang dengan gosokan Neneng ini, tetapi aku diam saja namun akibatnya posisiku jadi tidak enak, karena posisiku yang tengkurap membuat penisku yang berdiri tegak itu jadi tertekan dan sakit sekali. Aku jadi gelisah karena penisku rasanya mengganjal. Neneng yang melihat aku gelisah itu bertanya apakah gosokannya kurang betul. Aku hanya menjawab dengan gelengan kepala.

Ketika aku bertanya lagi apakah isteri baru suaminya itu cantik, Neneng hanya menjawab dengan tertawa katanya, “Cantik atau tidak yang penting uangnya banyak, kan suami saya bisa numpang nikmat!”, Ketika Neneng sudah menggosok badanku sampai ke kaki, dia bertanya, “Apa sekarang mulai dipijat pak?”. Aku langsung berbalik telentang sambil berkata, “Sekarang yang bagian depan juga diberi minyak ya!”. Aku sengaja memejamkan mata sehingga aku tak tahu bagaimana sikap Neneng melihat bagian depan tubuhku yang telanjang itu, apalagi penisku sudah berdiri penuh mendongak ke atas dengan ujungnya yang seperti jamur raksasa itu. Neneng tidak banyak berbicara, tetapi ia mulai menggosok bagian dadaku dengan lotion yang harum itu, ketika aku membuka mata, kulihat buah dadanya yang montok tepat berada di depan mataku, bahkan karena potongan dusternya rendah, aku bisa melihat celah buah dadanya yang terjepit diantara beha yang dipakainya.

Ketika gosokan Neneng sampai di selangkanganku, Neneng membubuhi sekitar bulu penisku dengan lotion tersebut, begitu juga dengan buah pelirku yang dengan lembut diberinya lotion tersebut. Saat itu Neneng berkata “maaf pak, apakah burungnya juga digosok?”. Aku tak menyahut tetapi aku hanya mengangguk saja. Tanpa ragu Neneng membubuhi ujung penisku dengan lotion tersebut, terasa dingin, kemudian Neneng mulai meratakannya ke seluruh batang penisku dengan lembut sekali, bahkan dia menarik kulit penisku sehingga lekukan di antara kepala dan batang kenikmatanku juga diberinya minyak.

Ketika itulah aku membuka mataku dan memandang Neneng, ketika dilihatnya aku memandangnya, Neneng tersenyum dan tertunduk sementara tangannya terus mengurut penisku itu. Aku sudah tak kuat lagi menahan keinginanku, kutahan tangannya dan kusuruh Neneng untuk membuka pakaiannya. Neneng yang sudah janda rupanya langsung paham dengan keinginanku, wajahnya memerah, tetapi ia langsung bangkit dan membuka dusternya. Aku duduk di tepi tempat tidur memperhatikan badan Neneng yang hanya dilapisi beha mini dan celana dalam mini yang kurasa pasti pemberian isteriku. Buah dadanya membusung keluar karena beha yang diberikan isteriku nampaknya kekecilan sehingga tak dapat menampung payudaranya yang montok itu.

Aku berdiri mendekati Neneng dan kupeluk dia serta kubuka pengait behanya, payudaranya yang montok dan kenyal itu tergantung bebas menampakkan garis merah bekas terjepit beha yang kekecilan itu, tetapi payudaranya sungguh kenyal dan gempal sama sekali tidak turun dengan putingnya yang mendongak ke atas. Ketika kurogoh celana dalamnya kurasakan bulu vaginanya cukup rimbun sementara ketika jariku menyentuh clitorisnya,

Neneng seperti terlonjak dan merapatkan badannya ke dadaku, kurasakan vagina Neneng kering sekali sama sekali tak berair. Kukecup puting susu Neneng sambil kedua tanganku menurunkan celana dalamnya itu. Ketika kutarik Neneng ke tempat tidur, Neneng meronta katanya, “Pak saya takut hamil!” Kujawab enteng, jangan kuatir, kalau hamil tanggung jawab Bapak!”. Mendengar hal ini barulah dia mau kubaringkan di atas tempat tidurku, sambil menutupi matanya dengan tangan. Kupuaskan mataku memandang kemolekan gadis desa ini, aku langsung menyerbu vaginanya yang ditutupi bulu yang cukup rimbun itu, kuciumi dan kugigit pelahan bukit cembung yang penuh bulu itu,

Neneng merintih pelan, apalagi ketika tanganku mulai mengembara menyentuh puting susunya. Neneng hanya menggigit bibir sementara tangannya tetap menutupi wajahnya, mungkin dia masih malu. Ketika aku berhasil menemukan clitorisnya, aku langsung menjilatinya begitu juga dengan bibir vaginanya kujadikan sasaran jilatan. Mungkin karena merasa geli yang tak tertahankan, tangan Neneng mendorong pundakku agar aku tak meneruskan gerakanku itu, begitu juga dengan pahanya yang terus akan dirapatkan, tetapi semua ikhtiar Neneng tak berhasil karena tanganku menahan agar kedua pahanya itu tak merapat. Akibatnya Neneng hanya bisa menggerak gerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan menahan geli. Tetapi lama-kelamaan justru aku yang jadi tak tahan dengan semua ini, kuhentikan jilatanku dan segera kutindih Neneng sambil mengarahkan penisku ke liang vaginanya.

Melihat aku kesulitan memasukkan ujung penisku, Neneng dengan malu-malu menuntun penisku ke arah liangnya dan menepatkannya di ujung bibir vaginanya. Ketika itu dia berbisik, “Sudah pas pak”. Aku langsung mendorong pantatku agar supaya penisku bisa masuk yang disambut juga oleh Neneng dengan sedikit mengangkat pahanya sehingga.., sleep.., bles.., penisku terbenam seluruhnya di liang vagina Neneng yang seret itu, belum sempat aku menggerakkan penisku, Neneng sudah mulai memutar mutar pantatnya sehingga ujung penisku rasanya seperti dilumat oleh liang vagina Neneng itu. Aku mendengus keenakan, bibirku mencari puting susu Neneng dan mulai mengulumnya. Sambil mendesah desah Neneng berkata, “Ayo pak, digoyang, biar sama sama nikmat nya!”. Aku terkejut melihat keberanian Neneng menyuruh aku bekerja sama dalam permainan ini. Tetapi justru ini membuat aku makin terangsang, meskipun profesinya hanya pembantu, tetapi cara main Neneng benar benar memuaskan. Vaginanya tak henti henti meremas penisku membuat aku jadi ngilu, aku sudah paham bahwa orang desa secara naluri sudah mempunyai kemampuan seks yang hebat, jadi untuk aku kemampuan Neneng benar benar sulit dicari bandingannya.

Ketika kurasakan air maniku hampir memancar, aku berbisik pada Neneng agar berhenti menggoyang pantatnya supaya aku dapat lebih merasakan kenikmatan ini. Tetapi Neneng justru makin cepat menggoyangkan pantatnya serta meremas-remas penisku sehingga tanpa dapat ditahan lagi air maniku memancar dengan derasnya memenuhi vagina Neneng. Saat itu juga Neneng mencengkeram punggungku keras keras dan kurasakan vaginanya menjepit penisku dengan erat sekali, matanya terbeliak sambil mendesis. Rupanya aku dan Neneng mencapai puncaknya pada saat yang bersamaan. Setelah beberapa menit diam, kurasakan Neneng pelan pelan mulai meremas-remas punggungku sambil menempelkan pipinya ke pipiku. Dengan tersipu-sipu dia bercerita kalau dia senang bisa mendapat rejeki ditiduri olehku, karena sejak di desa dulu dia memang nafsunya besar, sehingga suaminya sampai kerepotan melayani nafsunya yang luar biasa itu. Sekarang ini dia benar-benar baru merasakan puas yang sebenarnya setelah main denganku.

Aku terhanyut oleh caranya yang mesra itu, namun aku tak ingin main lagi saat itu karena aku tadinya benar-benar hanya mau pijat dan melemaskan ototku, kalau sampai harus seperti ini, semuanya hanya gara-gara ada vagina baru di rumah yang tentunya tak dapat aku biarkan. Setelah kuberi dia uang 200 ribu, kusuruh Neneng keluar, Neneng sangat terkejut melihat jumlah uang yang kuberikan, ia berkali-kali mengucapkan terima kasih dan keluar dari kamarku. Sekeluarnya Neneng, aku kembali berbaring telanjang bulat diatas ranjangku sambil memejamkan mata, badanku terasa enteng karena terlalu banyak seks.

Rabu, 27 Agustus 2008

om dokter membobol kegadisanku

Namaku Rini, usiaku sekarang 23 tahun, aku bekerja sebagai salah satu karyawati di BUMN besar di Jakarta. Oh ya, kata temen-temen sih aku memiliki wajah yang cantik, dengan rambut sebahu, kulitku kuning langsat, tinggi 163 cm, dengan tubuh yang langsing dan seksi. Aku ingin menceritakan pengalaman seksku yang pertama justru dari teman baik ayahku sendiri. Peristiwa yang tak kuduga ini terjadi ketika aku baru saja akan masuk kelas 2 SMP, ketika aku masih tinggal di Yogya. Teman ayah itu bernama Om Bayu dan aku sendiri memanggilnya Om. Karena hubungan yang sudah sangat dekat dengan Om Bayu, ia sudah dianggap seperti saudara sendiri di rumahku. Om Bayu wajahnya sangat tampan, wajahnya tampak jauh lebih muda dari ayahku, karena memang usianya berbeda agak jauh.

Usia Om Bayu ketika itu sekitar 28 tahun. Selain tampan, Om Bayu memiliki tubuh yang tinggi tegap dengan dada yang bidang.
Kejadian ini bermula ketika liburan semester. Waktu itu kedua orang tuaku harus pergi ke Madiun karena ada perayaan pernikahan saudara. Karena kami dan Om Bayu cukup dekat, maka aku minta kepada orang tuaku untuk menginap saja di rumah Om Bayu yang tidak jauh dari rumahku selama 5 hari itu. Om Bayu sudah menikah, tetapi belum punya anak. Istrinya adalah seorang karyawan perusahaan swasta, sedangkan Om Bayu tidak mempunyai pekerjaan tetap. Dia adalah seorang makelar mobil. Hari-hari pertama kulewati dengan ngobrol-ngobrol sambil bercanda-ria, setelah istri Om Bayu pergi ke kantor. Om Bayu sendiri karena katanya tidak ada order untuk mencari mobil, jadi tetap di rumah sambil menunggu telepon kalau-kalau ada langganannya yang mau mencari mobil. Untuk melewatkan waktu, sering juga kami bermain bermacam permainan seperti halma atau monopoli, karena memang Om Bayu orangnya sangat pintar bergaul dengan siapa saja.Ketika suatu hari, setelah makan siang, tiba-tiba Om Bayu berkata kepadaku, “Rin… kita main dokter-dokteran yuk.., sekalian Rini, Om periksa beneran, mumpung gratis”.
Memang kata ayah dahulu Om Bayu pernah kuliah di fakultas kedokteran, namun putus di tengah jalan karena menikah dan kesulitan biaya kuliah. “Ayoo…”, sambutku dengan polos tanpa curiga. Kemudian Om Bayu mengajakku ke kamarnya, lalu mengambil sesuatu dari lemarinya, rupanya ia mengambil stetoskop, mungkin bekas yang dipakainya ketika kuliah dulu. “Nah Rin, kamu buka deh bajumu, terus tiduran di ranjang”. Mula-mula aku agak ragu-ragu. Tapi setelah melihat mukanya yang bersungguh-sungguh akhirnya aku menurutinya. “Baik Om”, kataku, lalu aku membuka kaosku, dan mulai hendak berbaring. Namun Om Bayu bilang, “Lho… BH-nya sekalian dibuka dong.. biar Om gampang meriksanya”. Aku yang waktu itu masih polos, dengan lugunya aku membuka BH-ku, sehingga kini terlihatlah buah dadaku yang masih mengkal. “Wah… kamu memang benar-benar cantik Rin…”, kata Om Bayu. Kulihat matanya tak berkedip memandang buah dadaku dan aku hanya tertunduk malu. Setelah telentang di atas ranjang, dengan hanya memakai rok mini saja, Om Bayu mulai memeriksaku. Mula-mula ditempelkannya stetoskop itu di dadaku, rasanya dingin, lalu Om Bayu menyuruhku bernafas sampai beberapa kali, setelah itu Om Bayu mencopot stetoskopnya. Kemudian sambil tersenyum kepadaku, tangannya menyentuh lenganku, lalu mengusap-usapnya dengan lembut.
“Waah… kulit kamu halus ya, Rin… kamu pasti rajin merawatnya”, katanya. Aku diam saja, aku hanya merasakan sentuhan dan usapan lembut Om Bayu. Kemudian usapan itu bergerak naik ke pundakku. Setelah itu tangan Om Bayu merayap mengusap perutku. Aku hanya diam saja merasakan perutku diusap-usapnya, sentuhan Om Bayu benar-benar terasa lembut. Dan lama-kelamaan terus terang aku mulai jadi agak terangsang oleh sentuhannya, sampai-sampai bulu tanganku merinding dibuatnya. Lalu Om Bayu menaikkan usapannya ke pangkal bawah buah dadaku yang masih mengkal itu, mengusap mengitarinya, lalu mengusap buah dadaku. Ih… baru kali ini aku merasakan yang seperti itu, rasanya halus, lembut, dan geli, bercampur menjadi satu. Namun tidak lama kemudian, Om Bayu menghentikan usapannya. Dan aku kira… yah hanya sebatas ini perbuatannya. Tapi kemudian Tom Bayu bergerak ke arah kakiku. “Nah.. sekarang Om periksa bagian bawah yah…”, katanya. Setelah diusap-usap seperti tadi yang terus terang membuatku agak terangsang, aku hanya bisa mengangguk pelan saja. Saat itu aku masih mengenakan rok miniku, namun tiba-tiba Om Bayu menarik dan meloloskan celana dalamku. Tentu saja aku keget setengah mati. “Ih… Om kok celana dalam Rini dibuka…?”, kataku dengan gugup. “Lho… kan mau diperiksa.. pokoknya Rini tenang aja…”, katanya dengan suara lembut sambil tersenyum, namun tampaknya mata dan senyum Om Bayu penuh dengan maksud tersembunyi. Tetapi saat itu aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Setelah celana dalamku diloloskan oleh Om Bayu, dia duduk bersimpuh di hadapan kakiku. Matanya tak berkedip menatap vaginaku yang masih mungil, dengan bulu-bulunya yang masih sangat halus dan tipis. Lalu kedua kakiku dinaikkan ke pahanya, sehingga pahaku menumpang di atas pahanya. Lalu Om Bayu mulai mengelus-elus betisku, halus dan lembut sekali rasanya, lalu diteruskan dengan perlahan-lahan meraba-raba pahaku bagian atas, lalu ke paha bagian dalam. Hiii… aku jadi merinding rasanya. “Ooomm…”, suaraku lirih. “Tenang sayang.. pokoknya nanti kamu merasa nikmat…”, katanya sambil tersenyum. Om Bayu lalu mengelus-elus selangkanganku, perasaanku jadi makin tidak karuan rasanya. Kemudian dengan jari telunjuknya yang besar, Om Bayu menggesekkannya ke bibir vaginaku dari bawah ke atas. “Aahh… Oooomm…”, jeritku lirih. “Sssstt… hmm… nikmat.. kan…?”, katanya. Mana mampu aku menjawab, malahan Om Bayu mulai meneruskan lagi menggesekkan jarinya berulang-ulang. Tentu saja ini membuatku makin tidak karuan, aku menggelinjang-gelinjang, menggeliat-geliat kesana kemari. “Ssstthh… aahh… Ooomm… aahh…”, eranganku terdengar lirih, dunia serasa berputar-putar, kesadaranku bagaikan terbang ke langit. Vaginaku rasanya sudah basah sekali karena aku memang benar-benar sangat terangsang sekali. Setelah Om Bayu merasa puas dengan permainan jarinya, dia menghentikan sejenak permainannya itu, tapi kemudian wajahnya mendekati wajahku. Aku yang belum berpengalaman sama sekali, dengan pikiran yang antara sadar dan tidak sadar, hanya bisa melihatnya pasrah tanpa mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi. Wajahnya semakin dekat, kemudian bibirnya mendekati bibirku, lalu ia mengecupku dengan lembut, rasanya geli, lembut, dan basah. Namun Om Bayu bukan hanya mengecup, ia lalu melumat habis bibirku sambil memainkan lidahnya. Hiii… rasanya jadi makin geli… apalagi ketika lidah Om Bayu memancing lidahku, sehingga aku tidak tahu kenapa, secara naluri jadi terpancing, sehingga lidahku dengan lidah Om Bayu saling bermain, membelit-belit, tentu saja aku jadi semakin nikmat kegelian.
Kemudian Om Bayu mengangkat wajahnya dan memundurkan badannya. Entah permainan apa lagi yang akan diperbuatnya pikirku, aku toh sudah pasrah. Dan eh… gila… tiba-tiba badannya dimundurkan ke bawah dan Om Bayu tengkurap diantara kedua kakiku yang otomatis terkangkang. Kepalanya berada tepat di atas kemaluanku dan Om Bayu dengan cepat menyeruakkan kepalanya ke selangkanganku. Kedua pahaku dipegangnya dan diletakkan di atas pundaknya, sehingga kedua paha bagian dalamku seperti menjepit kepala Om Bayu. Aku sangat terkejut dan mencoba memberontak, akan tetapi kedua tangannya memegang pahaku dengan kuat, lalu tanpa sungkan-sungkan lagi Om Bayu mulai menjilati bibir vaginaku. “Aaa… Ooomm…!”, aku menjerit, walaupun lidah Om Bayu terasa lembut, namun jilatannya itu terasa menyengat vaginaku dan menjalar ke seluruh tubuhku. Namun Om Bayu yang telah berpengalaman itu, justru menjilati habis-habisan bibir vaginaku, lalu lidahnya masuk ke dalam vaginaku, dan menari-nari di dalam vaginaku. Lidah Om Bayu mengait-ngait kesana kemari menjilat-jilat seluruh dinding vaginaku. Tentu saja aku makin menjadi-jadi, badanku menggeliat-geliat dan terhentak-hentak, sedangkan kedua tanganku mencoba mendorong kepalanya dari kemaluanku. Akan tetapi usahaku itu sia-sia saja, Om Bayu terus melakukan aksinya dengan ganas. Aku hanya bisa menjerit-jerit tidak karuan. “Aahh… Ooomm… jaangan… jaanggann… teeerruskaan… ituu… aa… aaku… nndaak… maauu.. geellii… stooopp… tahaann… aahh!”. Aku menggelinjang-gelinjang seperti kesurupan, menggeliat kesana kemari antara mau dan tidak. Biarpun ada perasaan menolak akan tetapi rasa geli bercampur dengan kenikmatan yang teramat sangat mendominasi seluruh badanku. Om Bayu dengan kuat memeluk kedua pahaku diantara pipinya, sehingga walaupun aku menggeliat kesana kemari namun Om Bayu tetap mendapatkan yang diinginkannya. Jilatan-jilatan Om Bayu benar-benar membuatku bagaikan orang lupa daratan. Vaginaku sudah benar-benar banjir dibuatnya. Hal ini membuat Om Bayu menjadi semakin liar, ia bukan cuma menjilat-jilat, bahkan menghisap, menyedot-nyedot vaginaku. Cairan lendir vaginaku bahkan disedot Om Bayu habis-habisan. Sedotan Om Bayu di vaginaku sangat kuat, membuatku jadi semakin kelonjotan.
Kemudian Om Bayu sejenak menghentikan jilatannya. Dengan jarinya ia membuka bibir vaginaku, lalu disorongkan sedikit ke atas. Aku saat itu tidak tahu apa maksud Om Bayu, rupanya Om Bayu mengincar clitorisku. Dia menjulurkan lidahnya lalu dijilatnya clitorisku. “Aahh…”, tentu saja aku menjerit keras sekali. Aku merasa seperti kesetrum karena ternyata itu bagian yang paling sensitif buatku. Begitu kagetnya aku merasakannya, aku sampai mengangkat pantatku. Om Bayu malah menekan pahaku ke bawah, sehingga pantatku nempel lagi ke kasur, dan terus menjilati clitorisku sambil dihisap-hisapnya. “Aa… Ooomm… aauuhh… aahh… !”, jeritku semakin menggila. Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang teramat sangat, yang ingin keluar dari dalam vaginaku, seperti mau pipis, dan aku tak kuat menahannya, namun Om Bayu yang sepertinya sudah tahu, malahan menyedot clitorisku dengan kuatnya. “Ooomm… aa… !”, tubuhku terasa tersengat tegangan tinggi, seluruh tubuhku menegang, tak sadar kujepit dengan kuat pipi Om Bayu dengan kedua pahaku di selangkanganku. Lalu tubuhku bergetar bersamaan dengan keluarnya cairan vaginaku banyak sekali, dan tampaknya Om Bayu tidak menyia-nyiakannya. Disedotnya vaginaku, dihisapnya seluruh cairan vaginaku. Tulang-tulangku terasa luluh lantak, lalu tubuhku terasa lemas sekali. Aku tergolek lemas. Om Bayu kemudian bangun dan mulai melepaskan pakaiannya. Aku, yang baru pertama kali mengalami orgasme, merasakan badanku lemas tak bertenaga, sehingga hanya bisa memandang saja apa yang sedang dilakukan oleh Om Bayu. Mula-mula Om Bayu membuka kemejanya yang dilemparkan ke sudut kamar, kemudian secara cepat dia melepaskan celana panjangnya, sehingga sekarang dia hanya memakai CD saja. Aku agak ngeri juga melihat badannya yang tinggi besar itu tidak berpakaian. Akan tetapi ketika tatapan mataku secara tak sengaja melihat ke bawah, aku sangat terkejut melihat tonjolan besar yang masih tertutup oleh CD-nya, mencuat ke depan. Kedua tangan Om Bayu mulai menarik CD-nya ke bawah secara perlahan-lahan, sambil matanya terus menatapku.
Pada waktu badannya membungkuk untuk mengeluarkan CD-nya dari kedua kakinya, aku belum melihat apa-apa, akan tetapi begitu Om Bayu berdiri tegak, darahku mendadak serasa berhenti mengalir dan mukaku menjadi pucat karena terkejut melihat benda yang berada diantara kedua paha atas Om Bayu. Benda tersebut bulat, panjang dan besar dengan bagian ujungnya yang membesar bulat berbentuk topi baja tentara. Benda bulat panjang tersebut berdiri tegak menantang ke arahku, panjangnya kurang lebih 20 cm dengan lingkaran sebesar 6 cm bagian batangnya dilingkarin urat yang menonjol berwarna biru, bagian ujung kepalanya membulat besar dengan warna merah kehitam-hitaman mengkilat dan pada bagian tengahnya berlubang dimana terlihat ada cairan pada ujungnya. Rupanya begitu yang disebut kemaluan laki-laki, tampaknya menyeramkan. Aku menjadi ngeri, sambil menduga-duga, apa yang akan dilakukan Om Bayu terhadapku dengan kemaluannya itu.
Melihat ekspresi mukaku itu, Om Bayu hanya tersenyum-senyum saja dan tangan kirinya memegang batang kemaluannya, sedangkan tangan kanannya mengelus-elus bagian kepala kemaluannya yang kelihatan makin mengkilap saja. Om Bayu kemudian berjalan mendekat ke arahku yang masih telentang lemas di atas tempat tidur. Kemudian Om Bayu menarik kedua kakiku, sehingga menjulur ke lantai sedangkan pantatku berada tepat di tepi tempat tidur. Kedua kakiku dipentangkannya, sehingga kedua pahaku sekarang terbuka lebar. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, karena badanku masih terasa lemas. Mataku hanya bisa mengikuti apa yang sedang dilakukan oleh Om Bayu.
Kemudian dia mendekat dan berdiri tepat diantara kedua pahaku yang sudah terbuka lebar itu. Dengan berlutut di lantai di antara kedua pahaku, kemaluannya tepat berhadapan dengan kemaluanku yang telah terpentang itu. Tangan kirinya memegang pinggulku dan tangan kanannya memegang batang kemaluannya. Kemudian Om Bayu menempatkan kepala kemaluannya pada bibir kemaluanku yang belahannya kecil dan masih tertutup rapat. Kepala kemaluannya yang besar itu mulai digosok-gosokannya sepanjang bibir kemaluanku, sambil ditekannya perlahan-lahan. Suatu perasaan aneh mulai menjalar ke keseluruhan tubuhku, badanku terasa panas dan kemaluanku terasa mulai mengembung. Aku agak menggeliat-geliat kegelian atas perbuatan Om Bayu itu dan rupanya reaksiku itu makin membuat Om Bayu makin terangsang. Dengan mesra Om Bayu memelukku, lalu mengecup bibirku. “Gimana Rin… nikmat kan…?”, bisik Om Bayu mesra di telingaku, namun aku sudah tak mampu menjawabnya. Nafasku tinggal satu-satu, aku hanya bisa mengangguk sambil tersipu malu. Aku sudah tidak berdaya diperlakukan begini oleh Om Bayu dan tidak pernah kusangka, karena sehari-hari Om Bayu sangat sopan dan ramah.
Selanjutnya tangan Om Bayu yang satu merangkul pundakku dan yang satu di bawah memegang penisnya sambil digosok-gosokkan ke bibir kemaluanku. Hal ini makin membuatku menjadi lemas ketika merasakan kemaluan yang besar menyentuh bibir kemaluanku. Aku merasa takut tapi kalah dengan nikmatnya permainan Om Bayu, di samping pula ada perasaan bingung yang melanda pikiranku. Kemaluan Om Bayu yang besar itu sudah amat keras dan kakiku makin direnggangkan oleh Om Bayu sambil salah satu dari pahaku diangkat sedikit ke atas. Aku benar-benar setengah sadar dan pasrah tanpa bisa berbuat apa-apa. Kepala kemaluannya mulai ditekan masuk ke dalam lubang kemaluanku dan dengan sisa tenaga yang ada, aku mencoba mendorong badan Om Bayu untuk menahan masuknya kemaluannya itu, tapi Om Bayu bilang tidak akan dimasukkan semua cuma ditempelkan saja. Saya membiarkan kemaluannya itu ditempelkan di bibir kemaluanku.
Tapi selang tak lama kemudian perlahan-lahan kemaluannya itu ditekan-tekan ke dalam lubang vaginaku, sampai kepala penisnya sedikit masuk ke bibir dan lubang vaginaku. Kemaluanku menjadi sangat basah, dengan sekali dorong kepala penis Om Bayu ini masuk ke dalam lubang vaginaku. Gerakan ini membuatku terkejut karena tidak menyangka Om Bayu akan memasukan penisnya ke dalam kemaluanku seperti apa yang dikatakan olehnya. Sodokan penis Om Bayu ini membuat kemaluanku terasa mengembang dan sedikit sakit. Seluruh kepala penis Om Bayu sudah berada di dalam lubang kemaluanku dan selanjutnya Om Bayu mulai menggerakkan kepala penisnya masuk dan keluar dan selang sesaat aku mulai menjadi biasa lagi. Perasaan nikmat mulai menjalar ke seluruh tubuhku, terasa ada yang mengganjal dan membuat kemaluanku serasa penuh dan besar. Tanpa sadar dari mulutku keluar suara, “Ssshh… ssshh… aahh… ooohh… Ooomm… Ooomm… eennaak… eennaak… !” Aku mulai terlena saking nikmatnya dan pada saat itu, tiba-tiba Om Bayu mendorong penisnya dengan cepat dan kuat, sehingga penisnya menerobos masuk lebih dalam lagi dan merobek selaput daraku dan akupun menjerit karena terasa sakit pada bagian dalam vaginaku oleh penis Om Bayu yang terasa membelah kemaluanku. “Aadduuhh… saakkiiitt… Ooomm… sttooopp… sttooopp… jaangaan… diterusin”, aku meratap dan kedua tanganku mencoba mendorong badan Om Bayu, tapi sia-sia saja. Om Bayu mencium bibirku dan tangannya yang lain mengelus-elus buah dadaku untuk menutupi teriakan dan menenangkanku. Tangannya yang lain menahan bahuku sehingga aku tidak dapat berkutik. Badanku hanya bisa menggeliat-geliat dan pantatku kucoba menarik ke atas tempat tidur untuk menghindari tekanan penis Om Bayu ke dalam liang vaginaku. Tapi karena tangan Om Bayu menahan pundakku maka aku tidak dapat menghindari masuknya penis Om Bayu lebih dalam ke liang vaginaku. Rasa sakit masih terasa olehku dan Om Bayu membiarkan penisnya diam saja tanpa bergerak sama sekali untuk membuat kemaluanku terbiasa dengan penisnya yang besar itu. “Om… kenapa dimasukkan semua… kan… janjinya hanya digosok-gosok saja?”, kataku dengan memelas, tapi Om Bayu tidak bilang apa-apa hanya senyum-senyum saja. Aku merasakan kemaluan Om Bayu itu terasa besar dan mengganjal rasanya memadati seluruh relung-relung di dalam vaginaku. Serasa sampai ke perutku karena panjangnya penis Om Bayu tersebut. Waktu saya mulai tenang, Om Bayu kemudian mulai memainkan pinggulnya maju mundur sehingga penisnya memompa kemaluanku. Badanku tersentak-sentak dan menggelepar-gelepar, sedang dari mulutku hanya bisa keluar suara, “Ssshh… ssshh… ooohh… ooohh…”
Dan tiba-tiba perasaan dahsyat melanda keseluruhan tubuhku. Bayangan hitam menutupi seluruh pandanganku. Sesaat kemudian kilatan cahaya serasa berpendar di mataku. Sensasi itu sudah tidak bisa dikendalikan lagi oleh pikiran normalku. Seluruh tubuhku diliputi sensasi yang siap meledak. Buah dadaku terasa mengeras dan puting susuku menegang ketika sensasi itu kian menguat, membuat tubuhku terlonjak-lonjak di atas tempat tidur. Seluruh tubuhku meledak dalam sensasi, jari-jariku menggengam alas tempat tidur erat-erat. Tubuhku bergetar, mengejang, meronta di bawah tekanan tubuh Om Bayu ketika aku mengalami orgasme yang dahsyat. Aku merasakan kenikmatan berdesir dari vaginaku, menghantarkan rasa nikmat ke seluruh tubuhku selama beberapa detik. Terasa tubuhku melayang-layang dan tak lama kemudian terasa terhempas lemas tak berdaya, tergeletak lemah di atas tempat tidur dengan kedua tangan yang terentang dan kedua kaki terkangkang menjulur di lantai.
Melihat keadaanku, Om Bayu makin terangsang. Dengan ganasnya dia mendorong pantatnya menekan pinggulku rapat-rapat sehingga seluruh batang penisnya terbenam dalam kemaluanku. Aku hanya bisa menggeliat lemah karena setiap tekanan yang dilakukannya, terasa clitorisku tertekan dan tergesek-gesek oleh batang penisnya yang besar dan berurat itu. Hal ini menimbulkan kegelian yang tidak terperikan. Hampir sejam lamanya Om Bayu mempermainkanku sesuka hatinya. Dan saat itu pula aku beberapa kali mengalami orgasme. Dan setiap itu terjadi, selama 1 menit aku merasakan vaginaku berdenyut-denyut dan menghisap kuat penis Om Bayu, sampai akhirnya pada suatu saat Om Bayu berbisik dengan sedikit tertahan.
“Ooohh… Riiinn… Riiinnn… aakkuu… maau… keluar!.. Ooohh… aahh… hhmm… ooouuhh!”. Tiba-tiba Om Bayu bangkit dan mengeluarkan penisnya dari vaginaku. Sedetik kemudian… cret… crett… crett… spermanya berloncatan dan tumpah tepat di atas perutku. Tangannya dengan gerakan sangat cepat mengocok-ngocok batang penisnya seolah ingin mengeluarkan semua spermanya tanpa sisa. “Aahh…”, Om Bayu mendesis panjang dan kemudian menarik napas lega. Dibersihkannya sperma yang tumpah di perutku. Setelah itu kami tergolek lemas sambil mengatur napas kami yang masih agak memburu sewaktu mendaki puncak kenikmatan tadi. Dipandanginya wajahku yang masih berpeluh untuk kemudian disekanya. Dikecupnya lembut bibirku dan tersenyum. “Terima kasih sayang…”, bisik Om Bayu dengan mesra. Dan akhirnya aku yang sudah amat lemas terlelap di pelukan Om Bayu. Setelah kejadian itu, pada mulanya aku benar-benar merasa gamang. Perasaan-perasaan aneh berkecamuk dalam diriku, walaupun ketika waktu itu, saat aku bangun dari tidurku Om Bayu telah berupaya menenangkanku dengan lembut. Namun entah kenapa, setelah beberapa hari kemudian, kok rasanya aku jadi kepengin lagi. Memang kalau diingat-ingat sebenarnya nikmat juga sih. Jadi sepulang sekolah aku mampir ke rumah Om Bayu, tentu saja aku malu mengatakannya. Aku hanya pura-pura ngobrol kesana kemari, sampai akhirnya Om Bayu menawarkan lagi untuk main-main seperti kemarin dulu, barulah aku menjawabnya dengan mengangguk malu-malu. Begitulah kisah pengalamanku, ketika pertama kalinya aku merasakan kenikmatan hubungan seks.

Selasa, 26 Agustus 2008

Kak Linda, Tetanggaku Yang Baik

Perkenalkan namaku Rendi, umurku saat ini 19 tahun. Kuliah dikota S yang terkenal dengastubn sopan santunnya. Aku anak kedua setelah kakakku Ana. Ibuku bekerja sebagai pegawai nekcwsjegeri sipil dan ayahku juga bekerja di kantor. Tinggi badanku biasa saja layaknya anak swvogeusiaku yakni 169 kg. Di situs ini aku akan menceritakan kisah unikku. Pengalaman pertajqmehgma dengan apa yang namanya sex. Kisah ini masih aku ingat selamanya karena pengalaman pkqfaehertama memang tak terlupakan. Saat itu usiaku masih 10 tahun pada waktu itu aku masih ksuweoelas 4 SD. Kisah ini benar benar aku alami tanpa aku rubah sedikit pun.

Aku punya tetiofmnman sebayaku namanya Putri, dia juga duduk di bangku SD. Aku dan dia sering main bersamolqna. Dia anak yang sangat manis dan manja. Dia mempunyai dua kakak. Kakak pertama namanyaihtg Rio di sudah bekerja di Jakarta. Dan kakaknya yang satu lagi namanya Linda. Saat itu duhqmnvia kuliah semester 4 jurusan akuntansi salah satu perguruan tinggi di kota kelahiranku.vewuzd Dia lebih cantik dari pada adiknya Putri. Tingginya kira kira 160 cm dan ukuran payudabzvuranya cukup seusianya tidak besar banget tapi kenceng.

Waktu itu hari sangat panas, wmzbaaku dan Putri sedang main dirumahnya. Maklum rumahku dan rumahnya bersebelahan. Saat ityshcxu ortu dari Putri sedang pergi ke Bandung untuk beli kain. Putri ditinggal bersama kakadbyhrnknya Linda.

"Main dokter dokter yuk, aku bosen nich mainan ini terus"ajak Putri

Sesogfbegera aku siapkan mainannya. Aku jadi dokter dan dia jadi pasiennya. Waktu aku periksa dia buka baju. Kami pun melakukan seperti itu biasa karena belum ada naluri seperti ora ng dewasa, kami menganggap itu mainan dan hal itu biasa karena masih kecil. Waktu aku pnwestegang stetoskop dan menyentuhkannya didadanya. Aku tidak tahu perasaanya. Tapi aku mengzlxdhanggapnya mainan. Waktu itu pintu tiba tiba terbuka. Linda pulang dari kampusnya. Denga n masih telanjang dada Putri menghampiri kakaknya di depan pintu masuk.

"Hai Kak barcadlu pulang dari kampus"
"Ngapain kamu buka baju segala" Kak Linda memandangi adiknya.
"dnvzKita lagi main dokter dokteran, aku pasiennya sedangkan Rendi jadi dokternya, tapi sepiqlgky Kak masa pasiennya cuma satu. Kakak lelah nggak. Ikutan main ya kak?"
"Oh mainan toh.vwqj. Ya sudah aku nyusul, aku mau ganti pakaian dulu gerah banget nih"

Kami bertiga pun segera masuk ke kamar lagi, aku dan Putri asyik main dan Kak Linda merebahkan tubuhnyamlgvzk ditempat tidur disamping kami. Aku melihat Kak Linda sangat cantik ketika berbaring. Swznsetelah beberapa menit kemudian dia memperhatikan kami bermain dan dia terbengong memikiskptrkan sesuatu.

"Ayo Kak cepetan, malah bengong" ajak Putri pada kakaknya.

Lalu diaanspl berdiri membuka lemari. Dia kepanasan karena udaranya. Biasanya dia menyuruh kami tungegzngu di luar ketika dia ganti baju

"Ayo tutup mata kalian, aku mau ganti nih soalnya p anas banget" Kak Linda menyuruh kami.

Dia melepaskan pakaian satu persatu dari mulai celana panjangnya, dia memakai CD warna putih berenda dengan model g-string. Saat itu ihnkebdia masih dihadapan kami. Tertampang paha putih bersih tanpa cacat. Setelah itu dia mel epas kemejanya dicopotnya kancing stu perstu. Setelah terbuka seluruh kancingnya, aku dqbtvapat melihat bra yang dipakainya. Lalu dia membelakangi kami, dia juga melepas branya skztaetelah kemejanya ditanggalkan. Aku pun terbengong melihatnya karena belum pernah aku memdnglihat wanita dewasa telanjang apa lagi ketika aku melihat pantatnya yang uuhh. Dia memixclqlih baju agak lama, otomatis aku melihat punggungnya yang mulus dan akhirnya dia memakatxpveui baby doll dengan potongan leher rendah sekali tanpa bra dan bahannya super tipis keliubwvihatan putingnya yang berwarna coklat muda. Kulitnya sangat putih dan mulus lebih putih avwtdari Putri. Putri melihatku.

"Rendi koq bengong belum lihat kakakku buka baju ya? Latryksgian kakak buka baju nggak nyuruh kita pergi."
Kak Linda ngomel,"Idih kalian masih kecflohil belum tahu apa apa lagian juga aku nggak ngelihatin kalian langsung. Mau lihat ya Revsqyn?"dia bercanda.
Akupun menundukan mukaku karena malu."Tapikan kak, susunya kakak sudazihbvh gede segitu apa nggak malu ama Rendi."
Putri menjawab ketus."Kamu aja telanjang kayagviwk itu apa kamu juga nggak malu sudah ayo main lagi." Linda menjawab adiknya. Kami pun bsflgjermain kembali.

Giliran Kak Linda aku periksa. Dia menyuruh aku memeriksanya, dia agezkcwak melongarkan bajunya. Ketika stetoskop aku masukkan di dalam bajunya lewat lubang lehnmjgernya, tepat kena putingnya. Dia memekik. Aku pun kaget tapi aku pun tidak melihatnya kbgkedwarena malu. Dia menyuruhku untuk untuk lama lama didaerah itu. Dia merem melek kayak nauwcnkhan sesuatu, dipegangnya tanganku lalu ditekan tekan daerah putingnya. Aku merasa sesua tu mengeras.

"Kak ngapain.. Emang enak banget diperiksa.. Kayak orang sakit beneran amrfebanget." Putri Tanya ama kakaknya.
Kak Linda pun berhenti."Yuk kita mandi soalnya sudaxcptjuh sore lagikan kamu Putri ada les lho nanti kamu ketinggalan." Ajak Kak Linda pada kami berdua. Dia menyuruh bawa handuk ama baju ganti.

Setelah mengisi air, aku pun membuqdfkka bajuku tanpa ada beban yang ada dan telanjang bulat begitu juga ama Putri. Kamipun bsnbqglermain air di bathup. Kamar mandi disini amat mewah ada shower bathup dan lain lain lahedjbts, maklum dia anak terkaya dikampungku. Setelah itu pintu digedor ama kakaknya dia suruhyhfr buka pintu kamar mandinya. Aku pun membukanya. Kak Linda melihatku penuh kagum sambil menatap bagian bawahku yang sudah tanpa pelindung sedikitpun, aku baru tahu itu namanyafcyb lagi horny. Lalu dia masuk segera di membuka piyama mandinya. Jreng.. Hatiku langsung mrzuberdetak kencang, dia menggunakan bra tranparan ama CD yang tadi dia pake dihadapan kamjmlefxi.

"Bolehkan mandi bersama kalian lagian kalian kan masih anak kecil."
"Ihh.. Kakakthcq.. Punya kakak itu menonjol" ledek adiknya.

Dia hanya tersenyum menggoda kami terutavokibnma aku."biarin"sambil dia pegang sendiri puting dia menjawab lalu dia membasahi badannybwtsia ama air di shower. Makin jelas apa yang nama payudara cewek lagi berkembang. Beitu ke na air dari shower bra Kak Linda agak merosot kebawah. Lucu banget bentuknya pikirku. Plsqtweayudaranya hendak seakan melompat keluar.

"Ayo cepat turun dulu, aku kasih busa di bxtrhcathupnya..".

Putri bergegas keluar tapi aku tidak, aku takut kalau ketahuan anuku mejtuongeras, aku malu banget. Baru kali ini aku mengeras gede banget. Lalu Kak Linda mendekadyrwnt dan melihatku serta menyuruhku untuk turun. Aku turun dengan tertunduk muka Kak Lindamzgan melihat bagian bawahku yang sudah mengeras sama pada waktu aku bermain tapi bedanya seqjlexkarang langsung dihadapan mata. Dia hanya tersenyum padaku. Aku kira dia marah. Dia kay ak sengaja menyenggol senjataku dengan paha mulusnya.

"Ooohh.. Apa itu.." (pura purafiwtd dia tidak tahu) Putripun tertawa melihatnya.
"Itu yang dinamakan senjatanya laki lakiajfizq yang lagi mengeras tapi culun ya kalau belum disunat" Kak Linda memberitahukan pada adgpqydoiknya.

Setelah busanya melimpah di air kami pun nyebur bareng.

"Adik adik, Kakak boleh nggak membuka bra kakak" pinta Kak Linda pada kami.
"Buka aja to Kak lagian kalanrctibu mandi pakai pakaian kayak orang desa." adiknya menjawab.

Tapi aku nggak bisa jawabgmrk. Dengan pelan pelan kancing dibelakang punggung dibukanya lalu lepas sudah pengaman dabwmkfzn pelindung susunya. Dengan telapak tangannya dia menutupi payudaranya.

"Sudah buka matgdraja sekalian CD nya nanti kotor kena bau CD kakak," ujar Putri kepada kakaknya.

Sege ra dia berdiri diatas bathup melorotkan CDnya dengan hati hati(kayaknya dia sangat menu nggu ekspresiku ketika melihat wanita telanjang bulat dihadapannya). Ketika dia berdiri membetulkan shower diatas kami, aku melihat seluruh tubuhnya yang sudah telanjang bularauijbt.

"Kak anu.. anu.. Susu kakak besarnya, ama bawahan kakak ada rambutnya dikit," akuhdfxs memujinya.

dia hanya tersenyum dan memberitahu kalau aslinya bawahan nya lebat hanyejvwsa saja rajin dicukur. Dia agak berlama lama berdiri kayaknya makin deket aja bagian senvjdoqusitivenya dengan wajahku, ada sesuatu harum yang berbeda dari daerah sekitar itu. Kak Lwthbvxinda terus berdiri sambil melirikku.

Sambil membilasi payudaranya dengan air hangat ovhswserta digoyang dikit dikit bokong bahenolnya. Dia menghadap kami sambil mnyiram bagian sensitifnya. Aku pun tak berani langsung menatapnya. Sambil memainkan payudaranya sendibiqcri dia punya saran plus ide gila.

"Mainan yuk. Aku jadi ibunya, kamu jadi anaknya."
urqd
Lalu Kak Linda menyuruh mainan ibu ibuan, dia menyuruh kami jadi bayi. Lalu dia menyujavodorkan susunya pada kami.

"Anakku kasihan, sini ibu beri kamu minum" dia berkata pa da kami.

Putri pun langsung mengenyot puting susu kakaknya, tapi aku pun tak bergera k sama sekali, lalu dia langsung menyambar kepalaku ditarik ke arah payudaranya.

"Ayujikspo sedot yang kuat.. Ahh.. Cepet.. Gigit pelan pelan.. Acchh," kata itu keluar.

Tapi cryxukoq nggak keluar airnya. Punya Mama keluar air susunya. Tiba tiba Putri berhenti.

"Uzohyvlhh.. Ini kan namanya mainan jadi nggak beneran. Kamu udahan aja sudah jamnya kamu les" irngmPutri pun bergegas turun dan berganti pakaian sejak saat itu aku tak memdengar langkah reigjdia lagi.

Aku pun masih disuruh mainan dengan putingnya tangan kiriku dikomando supapnwkxmya meremas susu kirinya. Tiba tiba ada sesuatu yang bikin aku bergetar, ada sesuatu yanrntwvg berambat dan memegangi anuku. Dengan kanan kanan memegangi tangan kiriku untuk meremaoiylvs payudaranya ternyata tangan kanannya memainkan penisku.

Segera dia memerintahkan u ntuk turun dari situ. Kami pun turun dari situ. Lalu. Dia duduk di pingiran sambil membtqyvuka selakangannya. Aku baru melihat rahasia cewe.

"Rendi ini yang dinamakan vagina, sliyjopunya cewek. Tadi waktu kakak berdiri aku tahu kalau kamu memperhatikan bagian kakak yaicvhxzng ini. Ayo aku ajarin gimana mainan ama vagina" akupun hanya mengangguk.

Dia menyurbziwcmuh menjilatinya setelah dia mengeringkannya dengan handuk. Aku pun menjulurkan lidahku exmvclkesana tapi bagian luarnya. Dia hanya tersenyum melihatku. Dengan jari tangan nya dia mhoujlembuka bagian kewanitaan itu. Aku benar benar takjub melihat pemandangan kayak itu. War nanya merah muda seperti sebuah bibir mungil. Setelah dia buka kemaluannya, lalu dia suehzoywruh aku supaya menjilatinya. Ada cairan sedikit yang keluar dari bagian itu rasanya asiromfydn tapi enak. Disuruh aku menyodok dengan kedua jariku, terasa sangat becek. Dia menyururywzbhku berhenti sejenak. Ketika dia menggosok gosok sendiri dengan tangannya dengan cepat yktaidlalu dia menyambar kepalaku dengan tangannya ditempelkan mukaku dihadapannya.

Seerr.rbyna. Serr.. bunyi air yang keluar dari vaginanya banyak sekali. Sambil berteriak plus menduzpglbesis lagi merem melek. Setelah itu dia jongkok, aku kaget ketika dia langsung menjilatiuong kepala penisku. Di buka bagian kulup hingga kelihatan kepalanya.

"Kakak enggak jijinrstepk ya kan buat kencing" aku bertanya pada dia tapi dia terus mengulumnya maju mundur.

ryvbc Sakit dan geli itu yang kurasakan tapi lama lama enak aku langsung rasanya seperti ken cing tapi tidak jadi. Dia menggunakan sabun cair katanya biar agak licin jadi nggak sak it. Saking enaknya aku bagai melayang badanku bergetar semua. Setelah dibilas dia mengkizgahfulum penisku, semua masuk didalam mulutnya.

"Kak aku mau kencing dulu" aku menyela.
lvmzj
Setelah itu dia berbaring dilantai dia menyuruh bermain dengan kacang didalam vaginaomzecnya. Pertama aku tidak tahu, dia memberi tahu setelah dia sendiri membukanya. Aku sentubnspkah bagian itu dengan kasar dia langsung menjerit dia mengajari bagaimana seharusnya mela kukannya. Diputar putar jariku disana tiba tiba kacanga itu menjadi sangat keras.

Selbrfuhkitar 5 menit aku bermain dengan jariku kadang dengan lidahku. Keluar lagi air dari vaglrxsinanya. Aku disuruh terus menyedotnya. Dia kayaknya sangat lemas lunglai. Setelah beberpmvbapa saat dia memegang penisku dan menuntunnya di vagina.

"Coba masukan anumu ke dalakjgpxvm sana pasti aku jamin enak banget rasanya" dia menyuruhku.

Dengan hati-hati aku maskpzeukkan setelah masuk aku diam saja. Dia menyuruh aku untuk menekan keras. Dan bless masulniak semuanya dia memberi saran kayak orang memompa. Masuk-keluar.

"Acchc terus.. yang okcbxzcepet.. ah.. ah.. ah.." dia mendesis, dia menggoyangkan pantatnya yang besar kesana kempienaari.

Tapi sekitar 3 menit rasanya penisku kayak diremas oleh kedua daging itu lalu a ku ingin sekali pipis. Saat itu penisku kayak ada yang air mengalir. Dan serr.. seerrs air kencingku membanjiri bagian dalamnya. Setelah kelelahan kami pun keluar dia langsunpmvgog pergi ke kamar masih keadaan bugil. Kemudian dia berbaring karena lelah, aku mendekatuxsgcinya dan dia memelukku seperti adiknya, payudaranya nempel di mukaku. Setelah aku melihvqpbat wajahnya dia menangis. Lalu dia menyuruh aku pulang. Aku mengenakan pakaian dan pulaeaxwng. Dia menyuruh merahasiakan kalau aku berbicara ama orang lain aku nggak boleh bermaiqhlygnn ama adiknya.